Chapter 3
Worst Regret
Sebagai seorang arsitek, ia memerlukan tempat bekerja yang tenang dan tentunya menyenangkan. Poppy mendesain ruang kerjanya dengan warna biru muda dan putih. Sehingga setiap kali ia berada di sana, solah ia sedang berada di langit yang biru bersama awan.
Ia menikmati pekerjaan sebagai seorang arsitek dengan caranya. Ia menggambar gedung, jembatan, rumah, dan sarana lain. Tetapi, ada satu yang tidak bisa ia gambar. Poppy selalu merasa jika ia tidak bisa menggambar masa depannya sendiri.
Masa depan yang ia rasa suram. Sangat suram karena hubungannya dengan Lexy benar-benar menemui jalan buntu. Bertahun-tahun.
Jika Alexion Carloz adalah calon orang nomor satu di Spanyol, meski ia menjadi arsitek nomor satu di Spanyol pun, hal itu masih tidak cukup untuk dijadikan jembatan penyebrangan agar ia bisa menjangkau Lexy. Ia hanya rakyat biasa, meski orang tuanya juga pengusaha yang bisa dibilang sukses, tetapi itu juga tidak berguna. Kecuali ada keajaiban Tuhan.
Mereka menjalin hubungan bukan satu atau dua tahun. Tetapi, sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah atas. Tidak ada yang tahu hubungan mereka, mereka menjalani dengan sangat rapi. Percintaan yang dibalut dengan kedok persahabatan.
Poppy meletakkan gelasnya ke atas meja, ia menarik kursi lalu membuka laptopnya. Biasanya Lexy akan memanggilnya pagi-pagi sebelum melakukan aktivitas, sekedar mengobrol atau hanya untuk menanyai apa rencana Poppy hari ini. Tetapi, karena ponsel Lexy tertinggal, Poppy hanya bisa menunggu sampai Lexy datang untuk mengambilnya.
Sembari menunggu laptopnya siap digunakan, ia meraih remote control televisinya. Beberapa kali ia memindah chanel televisi karena acara yang tersaji tidak sesuai dengan keinginannya.
Ibu jarinya berhenti saat ia sebuah chanel televisi memberitakan sebuah kecelakaan, ia melepaskan ear phone di telinganya lalu mengamati dengan saksama tulisan di layar televisi.
Air mata terjatuh bersamaan dengan romote control di tangannya. "Ya Tuhan," erangnya.
Ia terduduk sembari kedua tangannya mencengkeram sisi meja hingga kulitnya memerah. Ada banyak penyesalan yang langsung menghantam perasaannya seperti badai topan.
Andai saja aku tidak menampakkan kecemburuan kepada Sunny.
Andai saja kami tidak bercinta, tentu saja Lexy tidak perlu terburu-buru mengemudikan mobilnya.
Andai saja.
Namun, tidak ada andaikan di dunia ini. Semua telah terjadi dan tidak ada siapa pun yang tahu apa yang akan terjadi dalam hitungan detik kemudian.
Menyeka air matanya, Poppy mengambil ponselnya. Mengusap layarnya dengan perlahan untuk menghubungi seseorang agar ia tahu kabar terbaru Lexy, atau jika memungkinkan ia bisa mengunjungi Lexy di rumah sakit.
***
Beck merasakan kepalanya berdenyut-denyut, seolah otaknya menabrak tengkorak kepalanya berulang-ulang. Ia menekan pelipisnya berusaha meredakan nyeri di kepalanya. Ia juga berulang kali menghela napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan kasar.
Ia menatap Sophie yang duduk di kursi seberang meja kerjanya. "Kau tahu aku telah bertunangan dengan Charlotte," ucapnya dengan nada jengkel.
"Ya," sahut Sophie pelan. "Tapi, bagaimana nasib anak ini?"
Beck kembali menghela napasnya. "Beri aku waktu untuk memikirkannya."
"Beck, kandunganku akan segera membesar," erang Sophie.
"Usianya baru dua bulan, itu masih memerlukan waktu untuk membesar, dan lagi pula...." Beck mencubit batang hidung di antara kedua alisnya. "Ini Barcelona, siapa yang peduli dengan kehamilan tanpa pernikahan?"
"Kau mudah saja mengatakan itu," ujar Sophie ketus. "Aku tidak bisa bekerja dengan perut besar."
"Bukankah kau telah berhenti dari pekerjaanmu?" Sophie mengundurkan diri dari perusahaan Lucy sehari setelah pertunangan mereka berakhir.
"Maksudku, aku tidak bisa mencari pekerjaan dengan perut membesar nanti."
"Kau tidak perlu memikirkan pekerjaan, aku akan membiayai semua keperluannya," cetus Beck.
"Beck, bukan itu yang aku inginkan." Sophie mengerutkan kedua alisnya.
Ia tidak ingin anak yang ada di dalam rahimnya bernasib seperti dirinya yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah.
"Kau menjebakku malam itu, dan lihat sekarang, kau hamil." Untuk pertama kalinya Beck merasa sangat kesal kepada Sophie setelah bertahun-tahun mengenal mantan kekasihnya.
Ia menelan ludah, meski ia menyesali tindakannya, tetap saja semua telah terjadi. Andai Sophie tidak mengajukan syarat konyol saat ia mengajukan perpisahan, pastinya ini tidak akan terjadi. Tetapi, yang paling benar adalah seharusnya ia tidak menyetujui permintaan Sophie yang bersedia berpisah darinya dengan syarat mereka bercinta untuk terakhir kalinya.
"Aku tidak menjebakmu! Sama sekali tidak!" Sophie membela dirinya. "Kau bercinta denganku seperti biasa, kau sangat bergairah."
Beck mengutuk dirinya, bercinta adalah aktivitas yang menyenangkan baginya. Tentu saja ia bergairah karena malam terakhir ia bercinta dengan Sophie, wanita yang sedang mengandung itu menggodanya habis-habisan. Ia bahkan hanya cukup berdiam dan Sophie melakukan hal gila terhadap tubuhnya, mengendalikannya seperti seorang joki menunggangi kuda. Ia memang menikmati saat itu, tentu saja ia memejamkan matanya untuk membayangkan Charlotte.
Bukan hanya mengutuki dirinya yang bodoh karena termakan syarat konyol dari Sophie, ia juga mengutuk dirinya yang membayangkan Charlotte sedangkan dirinya menyelinap di dalam tubuh Sophie dan parahnya ia benar-benar seolah bercinta dengan Charlotte hingga bisa melupakan jika ia seharusnya menjauhkan dirinya hingga benihnya tidak tumpah di rahim Sophie.
Itu adalah sebuah kesalahan yang lebih fatal dibandingkan dengan kesalahannya menolak Vanilla berulang-ulang. Ia pernah menyesal dan sekarang ia harus merasakan penyesalan sekali lagi.
Terhadap Vanilla, ia dan Vanilla berakhir dengan baik karena Vanilla berakhir bahagia bersama Nick. Tetapi, bagaimana ia menghadapi Charlotte Danish, tunangannya?
Tidak akan ada wanita yang memaafkan tunangannya yang menghamili mantan tunangannya.
Tamatlah kau, Beck!
"Beri aku waktu untuk memikirkan ini, aku akan membicarakan dengan calon istriku." Beck sendiri tidak yakin jika Charlotte akan mengerti.
"Tidak," sahut Sophie ketus. "Charlotte tidak sedang mengandung, ia tidak memerlukan tanggung jawabmu."
"Dia calon istriku!" Beck tampak tidak suka dengan ucapan Sophie. "Kau merencanakan ini semua, 'kan?"
Sophie berdiri. Ia menatap Beck dengan tatapan mengancam. "Aku tidak merencanakan apa pun, kau menghamilku dan kuharap kau bertanggung jawab!"
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE.Btw itu cogan bukan Nick, itu Lexy. Emang miriiiiiiipppp banget. 80% miripnya.
Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.
🍒Chapter 4FriendsSunshine menyilangkan kedua lengannya di depan dada, matanya menatap Lexy yang terbaring di atas ranjang pasien. Selang medis yang entah berapa jumlahnya berada di sana sini guna membantu pria malang itu mempertahankan nyawanya. Wajah tampannya menderita beberapa luka memar, juga alat bantu pernapasan dan monitor untuk memantau detak jantungnya membuat semakin membuat suasana batin Sunshine berawan.Andai ia tidak mendesak Lexy di malam penobatan dirinya sebagai ratu kecantikan di Spanyol, Lexy tidak perlu mengalami semua ini. Alexion Carloz yang tampan seharusnya masih segar bugar sekarang, paling tidak ia bisa menyaksikan tatapan dingin dari mata berwarna cokelat itu.Sekarang, setelah tiga hari terbaring di atas tempat tidur, Lexy belum juga sadarkan diri. Dokter mengatakan jika efek dari berbagai macam operasi yang dijalaninya mungkin menyebabkan Putra Mahkot
Chapter 5GratefulnessBerita buruk. Menurut Sunshine begitu. Ia mendapatkan kabar dari Dimitri jika ada seseorang yang akan menggantikan posisi Lexy untuk sementara hingga pria malang itu terbangun dari koma. Lebih buruk lagi, Dimitri mengatakan jika kemungkinan buruk terjadi, pria itu juga yang akan menggantikan takhta Lexy.Ya Tuhan. Sunshine benar-benar merasa jika ia berada dalam situasi sulit. Garis keturunan yang membuatnya tidak bisa memilih sendiri pria yang akan bersamanya menghabiskan sisa hidup.Sunshine meletakkan telapak tangan Lexy di satu telapak tangannya, satu tangannya mengelus punggung telapak tangan Lexy. Pria itu adalah kunci atas hidupnya karena jika Lexy tidak juga sadarkan diri, bisa dipastikan ia harus menikahi pria asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Meski
Chapter 6 Lots of Secret Demi Tuhan. Sunshine mengakui jika pria yang menggantikan Lexy sangat tampan, memikat, memiliki aura yang sangat kuat. Tetapi, yang lebih dari itu adalah pria itu benar-benar menyerupai Lexy. Rambut Lexy palsu ditata rapi seperti biasa setiap kali tunangannya tampil di depan umum. Nyaris tanpa cela. Kecuali di bagian alisnya. Lexy palsu memiliki bentuk alis yang lebih tebal dan tegas, selain itu ia belum menemukan yang lain. Tetapi, ia akan menemukannya agar kelak ia tidak salah mengenali. Andai saja beberapa menit yang lalu ia tidak keluar dari kamar yang ditempati Lexy, Sunshine pasti mengira jika Lexy memang telah bangun dari koma. Ia masih tidak mempercayai sepenuhnya jika pria yang menggantikan tunangannya memiliki kemiripan 95%. Ke
Chapter 7 A Naive Girl Sunshine memasuki kamar di mana Lexy masih terbaring, ia menghentikan langkahnya karena mendapati Jessie berada di sana. Sesuatu yang asing karena Jessie sangat jarang meluangkan waktunya untuk datang ke rumah sakit meski kakaknya telah berbulan-bulan berada di sana. Sederhana saja, ia beralasan aroma desinfektan di rumah sakit sangat mengganggunya. "Jessie," desah Sunshine seraya melangkah mendekati Jessie yang duduk di tepi ranjang pasien. "Aku tidak tahu jika kau di sini." Jessie tersenyum seraya mengulurkan satu tangannya ke arah Sunshine. "Aku merindukan kalian." Sunshine juga tersenyum, ia menyambut uluran tangan Jessie. "Kau rindu padaku?" "Ya." Jessie meng
Chapter 8 Anger & Jealously Charlotte mengerutkan kedua alisnya karena menyadari jika Beck terlihat tegang mendapati mantan tunangannya di depan pintu. Ia yakin, jika asa yang tidak beres. Apa lagi perut Sophie yang buncit membuatnya langsung menebak jika ada sesuatu yang mereka sembunyikan. "Aku harus bicara dengan Beck," ujar Sophie tanpa menatap Charlotte. Ia menatap langsung mata Beck dengan tatapan mengintimidasi. Charlotte mengedikkan bahunya. "Silakan saja." Ia hendak berbalik meninggalkan Beck dan Sophie. Tetapi, Beck menangkap pergelangan tangannya. "Aku tidak akan mencampuri kepentingan kalian," ucapnya dengan nada sangat santai. Beck benar-benar hanya bisa bernapas menggunakan sebelah paru-parunya. Sepertinya begitu karena oksigen yang ia hi
Chapter 9 End of a Friendship Sunshine merasa aneh dengan sikap Poppy yang tidak seperti biasanya, Poppy menatapnya seolah mereka adalah musuh. Dan aura ketegangan yang menyelubungi keduanya membuat Sunshine semakin tidak nyaman. Ia berdehem. "Poppy, apa kau baik-baik saja?" "Aku sangat baik andai aku ada di posisimu," jawab Poppy ketus. "Maaf, maksudmu?" Poppy justru tertawa. "Kau tegang sekali. Aku hanya bercanda." Sunshine menghela napas karena lega lalu tertawa seperti Poppy. "Jadi, apa pertemuan ini sangat penting?" "Menurutmu?" Sunshine tersenyum. "Aku yakin penting. Jika tidak, kau bisa berbicara lewat telepon." Poppy tersenyum, ia menekan bel untuk memanggil pelayan seraya berucap, "Kurasa kita harus memesan sesua
Chapter 10 broken Heart Beck menggeram seraya menutup laptopnya dengan kasar, ia konsentrasinya benar-benar payah hingga ia tidak bisa bekerja dengan benar. Padahal semua pekerjaannya harus selesai hari ini karena ia akan menikah besok kemudian berbulan madu. Masalahnya dengan Sophie belum selesai karena tadi malam saat Charlotte memberikan kesempatan untuk berbicara berdua dengan Sophie, mantan kekasihnya tidak mengambil kesempatan itu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sophie justru berbalik dan melarikan diri dan membuat Beck semakin yakin jika ia adalah korban permainan Sophie. Beck bersumpah ia akan membuka kedok Sophie dengan tangannya sendiri, akan ia buktikan kepada Charlotte jika janin di dalam kandungan Sophie bukan miliknya bagaimanapun caranya. Sophie pernah bersamanya lebih dari lima tahun, Sophie kehilangan pekerjaan ju
Chapter 11 The Real Queen Lamunan Sunshine terjeda karena Jessie masuk ke dalam ruangan, Jessie memberitahu jika Raja ingin bertemu. Lima belas kemudian Sunshine kembali ke ruang rawat dan mendapati Nick sedang berbincang-bincang dengan Jessie, bukan hanya Jessie karena di sana juga ada Ratu. Ada yang menarik menurut pandangan Sunshine, keakraban di antara mereka terlihat tidak dibuat-buat. Cara Ratu memperlakukan Nick, seperti layaknya seorang ibu. Sedangkan Jessie, caranya bersikap selayaknya seorang adik perempuan kepada kakak laki-laki. Berbanding terbalik dengan sikap Raja yang cenderung dingin terhadap Nick, juga tatapan sinis Nick terhadap Raja. Bahkan untuk berbicara menanyakan kabar saja, Raja lebih memilih berbicara secara pribadi dengan Sunshine padahal beberapa kali Raja berada di ruang rawat yang ditempati Lexy bersamanya, mengobrol seperti biasa selayaknya c