Share

Part 5

Nicky berjalan memasuki ruangannya dan mendapati Arisa sudah sibuk di mejanya dengan 'to do list' yang ia tempelkan di sekitar meja dan layar komputernya.

"Eh, selamat pagi Pak." Sapa Arisa setelah menyadari kehadiran atasannya itu.

"Pagi." Sapa Nicky sambil tersenyum dan segera memasuki ruangannya sendiri dan menutup pintu ruangannya. 

Belum sempat duduk, suara ketukan pintu ruangannya membuat Nicky berbalik dan menyuruh yang di luar ruangan membuka pintu tersebut.

"Iya, ada apa?" Tanya Nicky yang kembali berjalan ke kursinya dan meletakkan tas kerjanya di atas meja.

"Hari ini mbak Maya tidak masuk kerja Pak."

"Oh, kenapa?" 

"Anaknya katanya lagi sakit, dan hari ini dia mau nganter ke rumah sakit." Jelas Arisa detail membuat Nicky mengangguk mengerti.

"Baik. Berarti kamu yang menggantikan dia, kan?" Tanya Nicky lebih ke memutuskan.

Arisa mengangguk mantap. "Iya, Pak."

"Kalau begitu kamu harus siap-siap karena dua jam lagi kita akan ada meeting di luar kantor. Tapi saya yakin kamu sudah tau soal itu."

"Iya, Pak. Saya juga sudah menyiapkan bahan meeting untuk Bapak presentasikan disana." 

"Bagus. Kalau begitu kamu bisa pergi." Kata Nicky kemudian dan mempersilahkan Arisa kembali ke kursinya.

"Baik, Pak. Saya permisi dulu." Kata Arisa dan kembali menutup pintu ruangan tersebut.

Nicky hanya bergumam singkat dan kembali melanjutkan kegiatannya. 

Dan Arisa kembali sibuk dengan pekerjaannya sebelum keduanya meninggalkan kantor untuk meeting diluar.

Meeting tidak berlangsung lama, karena saat makan siang selesai, keduanya sudah kembali ke kantor dan melakukan pekerjaan masing-masing mereka. 

"Arisa, bisa keruangan saya, sebentar?" Tanya Nicky pada sebuah panggilan di telpon. 

Arisa menekan tombol untuk menjawab pesan Nicky dan segera menuju ruangan atasannya itu.

"Kamu bisa mengirimkan catatan meeting yang tadi ke saya? Saya butuh dalam 30 menit." Jelas Nicky santai. 

"Baik pak, akan saya kirimkan ke email bapak segera." Balas Arisa dan segeea permisi untuk meninggalkan ruangan tersebut. Tapi belum sempat menutup rapat pintu, Nicky kembali menahan.

"Kalau boleh saya minta tolong kasih tau pak Joko kalau saya ingin di bikinkan kopi."

"Baik, Pak." Setelah menjawab itu, Arisa segera kembali ke meja kerjanya dan menyampaikan pesan atasannya pada petugas pantry yang bernama Joko itu melalui interkom. 

Setelahnya, ia kembali mengerjakan tugas dari atasannya. 

Pukul 15.00, saat pekerjaannya telah selesai, ia berencana untuk beristirahat sebentar di pantry karena merasa mengantuk. Tapi sebelumnya, kakinya melangkah menuju toilet untuk sekedar mencuci muka.

"Kok bisa ya orang kayak Arisa jadi sekertaris Pak Nicky. Padahal kan dia B aja mukanya." Baru ingin mendorong pintu toilet, gerakan Arisa terhenti karena mendengar sebuah suara yang menyebut namanya di dalam tempat tersebut.

"Iya sih, tapi mungkin emang dia punya nilai lebih kali di mata Pak Nicky makanya dia bisa kepilih."

"Nilai plus yang lu maksud adalah tidur sama Pak Nicky, gitu?" 

Dan selanjutnya hanya suara tawa yang terdengar dari dalam ruangan itu. Dengan langkah kesal dirinya kembali ke ruangannya. Melupakan niatnya untuk cuci muka dan membuat kopi di pantry.

Ia memikirkan ucapan dua orang di toilet yang dirinya tidak tau wajahnya seperti apa. Tapi, mendengar dirinya seperti di rendahkan membuatnya kesal, tapi dirinya tidak bisa mengatakan apapun untuk melawan. 

Apa? Tidur dengan Pak Nicky? Saya bahkan tidak pernah bertemu beliau di malam hari kecuali hari pertama ia bekerja. 

Tapi kenapa orang-orang itu bisa mengambil kesimpulan seperti itu? 

Arisa mendesah pelan. Semua minatnya bekerja seketika hilang akibat ucapan tak beralasan kedua wanita itu.

"Arisa! Kamu tidak dengar saya manggil kamu?" Tegur Nicky membuat Arisa terlonjak dari duduknya, dan refleks merapikan rambut dan bajunya.

"Oh, maaf Pak. Saya tadi melamun." Katanya yang sedetik kemudian merutuki dirinya karena tidak profesional menjawab pertanyaan atasannya.

Nicky mengabaikan ucapan Arisa dan kembali berucap. "Bisa buatkan saya teh? Saya ada tamu."

"Tamu? Siapa Pak? Perasaan di jadwal hari ini bapak tidak ada yang mau datang?" Arisa bertanya kebingungan dan segera memeriksa catatannya membuat Nicky menggeleng-gelengkan kepala.

"Kamu bikinkan saja dulu. Bisa kan?" Tanya Nicky masih tenang. Membuat Arisa refleks menghentikan kegiatannya dan kembali menegakkan tubuhnya.

"Baik, Pak. Kalau begitu tunggu sebentar." Dan dengan langkah cepat, Arisa berjalan menuju pantry.

Sementara Nicky sudah kembali ke ruangannya dan duduk di sofa tamu bersama Ben di hadapannya.

"Kayaknya dia gak nyadarin kalo lu datang deh." Seru Nicky pada pria di hadapannya itu.

"Gue gak pernah di kabarin sama dia kalau dia keterima makanya gue coba datang kesini." Sahut Ben menjelaskan. 

"Kenapa gak lu hubungin aja?"

"Lu liat gak, gue bawa hp?"

"Sialan." Keduanya tertawa kemudian.

"Buang gih hp lu. Gaada gunanya lu milikin."

"Hp tuh kayak cewek tau, kalau lu bitih baru deh lu cariin. Iya, kan?" Sahut Ben lagi menampilkan sisi dirinya yang sesungguhnya.

"Bangs*t emang lu. Kurang-kurangin deh mainin anak orang. Kena karma baru tau rasa lu."

Ben baru mau mengambil rokoknya tapi segera di tegur Nicky. "No smoking area, Ben. Ntar aja kalau lu balik." 

Dan pria itu tampak sedikit tidak suka tapi tetap kembali memasukkan rokok dan koreknya ke dalam kantong celanannya.

Tepat setelah itu, terdengar suara ketukan dari pintu dan disusul dengan terbukanya benda tersebut dan menampilkan sosok Arisa yang sedikit terkejut karena mendapati seorang Ben yang duduk di hadapan Nicky dan balik menatapnya sambil tersenyum.

"Loh, Ben? Kamu ngapain kesini?" Tanya Arisa yang tidak beranjak dari tempatnya berdiri karena masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Eh, duduk dulu aja, sini. Ngapain berdiri disitu." Ucapan Ben barusan membuat Arisa terbelalak dan langsung beralih memandang atasannya yang juga ada disitu. 

"Eh, maafkan saya Pak. Saya cuma bawain minuman untuk anda." Ucap Arisa kembali sopan setelah nada bicaranya yang terlalu santai barusan. Gadis itupun berjalan mendekat ke arah mereka dan meletakkan cangkir berisi teh ke hadapan Ben dan kembali menjauhkan diri.

"Gapapa. Duduk aja, Ris. Ben juga kesini nyariin kamu, kok." Jelas Nicky sambil menepuk-nepuk kursi di sebelahnya yang kosong. 

Arisa yang melihat itu tampak terkejut. Apalagi dengan kalimat Nicky barusan yang bilang kalau Ben kesini untuk menemuinya. 

Tunggu! Sejak kapan dirinya jadi sedekat ini dengan Ben? Sampai pria iru dengan senang hati mendatanginya ke tempat kerjanya? 

Mengabaikan pemikirannya, gadis itu segera duduk di sofa panjang tempat Nicky duduk. Namun tetap memberi jarak agar dirinya tidak terlalu berdekatan dengan atasannya itu. 

"Ngomong-ngomong kok kalian bisa saling kenal?" Tanya Nicky memulai percakapan karena sunyi yang cukup lama.

"Dari teman ke teman." Ucap Arisa.

"Gue udah merhatiin dia sejak lama." Kalimat barusan membuat Arisa terbelalak kaget. Gadis itu menatap Ben dengan tatapan bingung.

Selama dia memperhatikan pria itu, tidak pernah terlihat kalau pria itu juga menaruh perhatian pada dirinya. Dan apa? Barusan pria itu bilang kalau selama ini dia selalu memperhatikan dirinya? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status