Hari sudah menjelang siang ketika Reynard terbangun dengan suasana hati yang luar biasa tenang, meski lengan kanannya terasa mati rasa karena Zevanya menjadikan lengannya itu sebagai bantalan kepalanya.Atau memang Reynard lah yang mengarahkan Zevanya seperti itu, setelah mereka kehabisan tenaga akibat bercinta tanpa henti?Entahlah. Satu hal yang pasti, belum pernah sebelumnya Reynard tidur selelap itu. Ia merasa puas dan damai, ia bahkan tidak dapat menguraikan suasana hatinya itu dengan kata-kata. Karena rasa itu amatlah asing untuknya.Seharusnya setelah kegiatan fisik yang teramat melelahkan itu tubuhnya akan terasa luar biasa pegal. Tapi nyatanya tidak, Reynard malah merasakan dorongan semangat yang luar biasa, seolah ia siap memulai harinya tanpa beban sama sekali.Reynard yang semula berbaring terlentang perlahan memiringkan tubuhnya agar dapat melihat fitur wajah Zevanya dengan seksama. Bulu mata tebal dan panjang Zevanya seolah menyatu dengan pipinya ketika terpejam, sementa
"Sudah siang. Apa kamu lupa sekarang kita berada di mana?"Zevanya bergerak turun dari tempat tidur, tapi Reynard menahan tangannya,"Peduli setan! Berbaringlah sekarang!" perintah tegas Reynard, dan mau tidak mau, meski dengan dongkol Zevanya pun mematuhinya."Belum ada satu hari kamu janji akan menuruti apapun keinginanku, apa kamu terbiasa mengingkari janjimu?""Siapa yang mengingkari janji? Aku mematuhimu sekarang," elak Zevanya."Lalu tadi disebut apa? Memberontak? Merajuk?""Tidak keduanya.""Dengar, kenyataan aku bersikap lunak padamu bukan berarti menjadi alasanmu untuk tidak menghormatiku, atau mengabaikan keinginanku. Aku masih atasan langsung kamu! Dan ingat, aku sudah bersedia menjadi pelindung untukmu dan juga keluargamu! Atau kamu mau membatalkan perjanjian kita?""Tidak, Tuan.""Kalau begitu jangan pernah membantah aku lagi, dan panggil namaku!""Baik, Rey.""Bagus, sekarang ulangi lagi yang kamu lakukan padaku tadi!""Saya turun dari tempat tidur?" Zevanya berpura-pur
"Siapa wanita itu?" tanya kakek Nicolas ketika Reynard dan Zevanya memasuki ruang makan, sorot mata tajamnya terus terarah pada Zevanya. Daddy Nicolas sangat tidak menyukai orang asing yang masuk ke Mansionnya tanpa izin darinya."Dia sekretarisku," jawab Reynard dengan santai, tangannya mengarahkan Zevanya untuk duduk di salah satu kursi sementara Reynard sendiri duduk di samping kakek Nicolas."Sejak kapan kamu memiliki sekretaris? Bukankah kamu sendiri yang menolak setiap kali Ded carikan sekretaris untukmu dengan alasan Marcosaja sudah cukup?"Setelah memastikan Zevanya duduk nyaman di samping Nada, barulah Reynard melepas kancing jas hitamnya sebelum duduk di kursinya. Ia tahu betul pastinya Zevanya akan merasa tidak nyaman karena duduk bersebelahan dengan saudari yang tidak mau mengakuinya itu.Dan Reynard memang sengaja menempatkan Zevanya seperti itu, sebagai pelampiasan dendamnya hari ini pada wanita itu. Meski mereka telah bercinta semalaman, tidak menjadikan dendam Reynard
Reynard mengajak Zevanya ke salah satu restoran mewah tidak jauh dari Mansion kakek Nicolas. Sekarang ini, mereka sedang berada di ruang VVIP dan Reynard sedang meminta Zevanya yang berdiri di sampingnya untuk memotong steaknya, agar Reynard lebih mudah memakannya. Meski niat Reynard sebenarnya hanyalah memberikan wanita itu tugas tambahan yang selalu berhasil membuatnya dongkol. Ia tersenyum puas saat melihat Zevanya memotok steaknya menjadi potongan kecil yang siap untuk dimakan. "Tidak seharusnya anda melawan Kakek anda seperti itu, Tuan," saran Zevanya, ia memekik pelan saat tiba-tiba Reynard menariknya hingga terduduk di atas pangkuannya. Reynard menarik lepas piasu yang masih berada di tangan Zevanya, "Sudah aku bilang, tanggalkan formalitas di antara kita kalau kita sedang berdua saja! Berapa kali aku harus mengulangnya supaya kamu bisa mengerti, Nya? Aku harus melakukan apa agar kamu bisa mengingatnya dan tidak melupakannya lagi?" "Ma ... Maaf. Tapi, ada ... " Zevanya melir
Zevanya menghempaskan dirinya di atas tempat tidur setelah lelah seharian menemani Reynard. Pria itu seolah tidak ada lelahnya, menarik Zevanya kemanapun pria itu ingin pergi, tanpa memberikan kesempatan Zevanya untuk menolaknya. Lagipula, kalau pun Zevanya sempat menolaknya, apa Reynard akan mendengarkannya? Sudah pasti tidak! Pria itu akan tetap menyeret Zevanya ikut dengannya. Zevanya mematikan ponselnya, ia curiga Marco sudah menyadap ponselnya itu saat meminjamnya tadi. Jadi, ketika Zevanya akan menghubungi Dira, ia akan mematikan ponselnya lebih dulu. Zevanya mengeluarkan ponsel jadul dari laci nakasnya. Ponsel yang jauh dari kata pintar, tapi jauh lebih aman tanpa bisa disadap. Ia pun melangkah keluar kamar saat Dira sudah menerima panggilan teleponnya, sebagai pencegahan siapa tahu meski dalam kondisi tidak aktif, ponselnya yang telah disadap itu masih bisa menangkap suara di sekitarnya. "Halo, Van! Kok diam saja sih?" Dira mulai terdengar tidak sabar. Setelah dirasa ama
Keesokan paginya, Zevanya tengah bersiap mengantar Abercio ke sekolahnya ketika Reynard menghubunginya. Ia menatap tidak percaya pada nama yang tertera di layar ponselnya, karena tidak biasanya pria itu menghubunginya lebih dulu.Mr. Arrogant! Itulah nama Reynard yang Zevanya simpan di contactnya."Di mana kamu?" tanyanya tanpa basa-basi lagi."Di rumah, ada apa, Tuan? Tumben anda menghubungi saya sendiri, biasanya selalu melalui Pak Marco.""Ah, berarti kamu sudah menyimpan nomor telepon saya. Kamu mendapatkannya dari mana?""Tuan pernah menghubungi saya, jadi saya langsung menyimpannya.""Benarkah? Kenapa saya tidak mengingatnya?"Entah Reynard benar tidak mengingatnya, atau pria itu hanya berpura-pura tidak mengingatnya?"Tuan ada perlu apa hingga menghubungi saya di pagi sebuta ini?" tanya Zevanya."Saya membutuhkanmu, cepat datang ke apartment saya!""Astaga, Tuan Reynard. Sekarang hari libur. Tidak bisakah saya menikmati hak saya?""Bukankah sudah tertera jelas di surat kontrak
"Kenapa Mommy baru datang? Telat satu menit saja kita sudah terlambat," keluh Abercio sambil memberengut kesal dan melipat kedua tangannya di depan dadanya. Untuk sejenak hal kecil yang putranya itu lakukan, mengingatkan Zevanya pada kebiasaan yang juga Reynard lakukan tiap kali pria itu memperlihatkan ketidaksukaannya. "Mommy!" Teriakan Abercio menyadarkan Zevanya dari lamunannya. Ia sedikit menunduk untuk bicara pada putranya itu, "Mommy minta maaf. Dan apa yang Mommy lakukan sekarang, tidak untuk kau tiru ya sayang. Kita tidak seharusnya membiarkan seseorang menunggu kita, terlebih lagi jika orang itu teramat berarti untuk kita," balas Zevanya sambil menepuk ringan hidung mancung Abercio. "Aku tahu. Itu makanya aku menegur Mommy. Tadi aku takut Mommy tidak bisa datang lagi." Zevanya memeluk erat Abercio yang langsung berontak melepaskan diri darinya. Abercio selalu malu jika Zevanya memeluk atau menciumnya di depan umum. Terutama saat di depan teman-temannya. "Mommy, aku bukan
"Wanita itu mengabaikan perintahku!" raung Reynard ketika Marco mengabarkan kalau Zevanya tetap memilih pijat di rumahnya. "Sepertinya begitu, Tuan. Karena hingga saat ini, wanita yang menjadi tukang pijatnya tidak juga keluar dari rumahnya." "Sial! Berani sekali dia mengabaikanku! Aku akan membuat perhitungan dengannya! Segera siapkan kendaraan, kita menuju ke rumah wanita sialan itu!" Marco mengangguk pelan. Ia memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan mobil, sementara ia dan Reynard menuju lobby yang hanya dikhususkan untuk pemilik penthouse termewah di apartement itu. Tidak butuh waktu lama untuk anak buahnya sampai ke area lobby, dan tanpa buang waktu lagi Reynard segera masuk ke dalam mobil mewah itu. "Saya akan memotong gajimu bulan ini kalau tidak bisa sampai ke rumah wanita itu dalam lima belas menit!" ancamnya. Lima belas menit? Sementara jarak dari apartment itu ke rumah Zevanya setidaknya membutuhkan waktu lebih dari tiga puluh menit, bisa jauh lebih lama kalau traf