Share

7 Masih Sah Suami Istri

“Ingatan tentang bagaimana sedihnya kamu saat melihatku bersama Ririn, telah menjadi mimpi buruk bagiku selama dua bulan ini.”

Siska sama sekali tidak bereaksi, dia sengaja membiarkan Roni menikmati halus kulitnya di pahatan wajahnya yang nyaris tanpa cela.

“Aku bisa pahami kemarahan kamu terhadap keputusanku,” sambung Roni lagi. “Tapi aku tidak akan semudah itu membiarkan kamu pergi. Apa pun akan aku lakukan untuk membuat kamu tetap berada di sisiku.”

Siska sengaja tertawa kecil untuk menutupi perasaannya yang sudah tidak keruan lagi.

“Terserah kamu,” katanya. “Bukankah seorang suami bebas untuk melakukan apa saja yang dia suka?”

Siska menyingkirkan tangan Roni dengan gerakan pelan dan tidak terkesan buru-buru mendorongnya.

“Jangan memancing kesabaran aku, Siska.” Roni tidak mengizinkan Siska memegang tangannya dan segera ditariknya dagu wanita muda itu hingga bibirnya maju lebih dekat dengan bibirnya sendiri. “Ingat, kita ini masih sah suami istri.”

Dan segera dilahapnya bibir merekah Siska dengan sekali serang, sebuah pancingan yang Roni harapkan mampu untuk membuat pertahanan angkuh istrinya runtuh dalam sekejap.

Namun, Siska tak gentar semudah itu. Dia tidak membalas kecupan yang Roni berikan, tapi dia menerimanya dengan sangat dingin dan sengaja membiarkannya tanpa hasrat sedikitpun.

Sakit hati yang diukir Roni telah membekas terlalu dalam di hati Siska, hingga kini tak ada sisa ruang lagi bagi dirinya untuk memupuk kembali benih cinta yang dulu mereka tanam bersama.

“Kenapa ...?” Roni mengakhiri kecupannya, sadar jika Siska sama sekali tidak merespons tindakannya. “Kamu sudah tidak menginginkan hubungan kita diperbaiki?”

“Menurut kamu?” tanya Siska balik. “Dua bulan berlalu dan kamu ke mana saja?”

Siska yang awalnya tenang kini berubah menjadi emosional sesaat. Tanpa menunggu jawaban apa pun dari Roni, dia berbalik dan menarik pegangan pintu dengan serampangan. Jantungnya sudah tidak mampu dia kendalikan lagi lebih dari ini.

Roni mampu melihat sedikit celah yang bisa digunakannya untuk mengendalikan Siska lagi. Dibantingnya pintu mobil dengan keras dan dikuncinya, kemudian diputarnya bahu Siska hingga menghadap kepadanya.

“Kenapa buru-buru?” tanya Roni seraya mencondongkan tubuhnya. “Aku ingin tahu berapa lama lagi kamu bisa menghadapi aku.”

“Bukankah dari tadi aku sudah menghadapi kamu, Mas?” komentar Siska tenang. “Sampai sekarangpun aku masih menghadapi kamu, jadi apa masalahnya?”

Roni menyipitkan matanya tidak percaya saat melihat keangkuhan Siska yang semakin menjadi-jadi.

“Masalah ciuman tadi, aku malas membalasnya karena ...” Siska sengaja menahan kalimatnya sebentar, membuat Roni menunggu dengan geram. “Menurut aku itu hal yang biasa aku dapatkan.”

“Apa kamu bilang?” tanya Roni tajam dengan cengkeraman yang begitu kuat di kedua bahu Siska. “Hal biasa yang kamu dapatkan? Apa itu artinya kamu sudah berciuman dengan begitu banyak laki-laki?”

Siska menarik napas.

“Apa pentingnya hal itu buat kamu?” kata Siska letih. “Memangnya kamu masih peduli?”

Roni sulit mempercayai jika Siska akan semudah itu berinteraksi dengan laki-laki selain dirinya. Karena selama ini dia mengenal Siska sebagai istri yang sangat menjaga batas aman dengan lawan jenisnya.

“Kamu itu masih istri aku, Siska.” Roni menegaskan. “Itu artinya aku berhak atas kamu, tidak akan aku biarkan kamu memberikan satupun bagian tubuh kamu untuk dinikmati laki-laki lain. Paham kamu?”

Siska sama sekali tidak menganggap serius ucapan Roni barusan.

“Lucu sekali,” komentarnya. “Untuk apa kamu merasa memiliki aku kalau kamu tidak bisa mempertahankan aku sebagai satu-satunya istri kamu?”

Roni tak berkutik selama beberapa saat lamanya.

“Kamu tidak perlu mengungkitnya, aku masih ingat keputusan aku saat itu.” Roni tidak mengelak. “Tapi sekali lagi aku tegaskan sama kamu kalau kamu masih istri aku dan selamanya akan tetap begitu.”

Siska menggeleng prihatin.

“Jadi itu sebabnya kamu merasa aku harus membalas ciuman tadi?” komentarnya. “Oke, aku akan memberikan ciuman paling eksklusif untuk kamu.”

Siska mencondongkan tubuhnya juga dan mengulurkan kedua lengannya ke leher Roni. Dia memiringkan wajahnya dan dengan malas menyatukan bibirnya sendiri ke bibir suaminya dan mengecupnya pelan tanpa hasrat.

“... dengan gratis,” ucap Siska setelah mengakhiri perbuatannya yang bagi Roni sungguh tak terduga. Segera ditariknya wanita itu dalam dekapannya seakan tidak ingin melepasnya lagi untuk yang kedua kalinya.

Siska membiarkan Roni mendekapnya tanpa berniat berontak untuk melepaskan diri. Sama seperti ciuman tadi, dia tidak ingin menunjukkan kepada suaminya itu jika dia masih lemah dengan status hubungan mereka.

Dengan tidak bereaksi apa-apa terhadap pelukannya ini, Siska ingin membuat Roni tahu bahwa dirinya sudah tidak berarti apa-apa lagi untuknya.

“Aku akan melakukan apa saja untuk membuat kamu tetap berada di sisiku,” ucap Roni di telinga Siska.

“Tadi kamu sudah mengatakannya,” sahut Siska datar. “Kamu tidak tahu saja kalau aku sengaja datang ke seminar ini untuk kepentingan anak-anakku.”

“Kamu harus tetap di sisiku, tidak bisa tidak.” Roni masih mempertahankan Siska dalam pelukannya.

“Silakan kamu berkhayal setinggi langit,” kata Siska. “Kalau memang mendekap aku bisa membuat kamu merasa mendapat kekuatan, silakan saja. Aku kasihan melihat kamu begitu sulit melepaskan aku. Apa istri kamu tidak berusaha membuat kamu setuju untuk menggantikan aku?”

Roni merasa ingin melarikan Siska ke rumah mereka dan memberinya pelajaran atas kekurangajaran ucapannya ini.

“Puas-puaskan saja kamu mendekap aku,” ujar Siska ringan, “Karena belum tentu besok kita akan bertemu lagi. Mungkin Pasha juga sedang menunggu aku.”

Roni langsung melepas Siska dan mendorongnya dengan keras sampai punggung Siska terantuk pintu.

“Sejak kapan ada Pasha di antara kita?” katanya tajam.

Siska tertawa kecil.

“Sejak beberapa waktu yang lalu,” sahutnya ringan. “Entahlah ... biarpun aku tidak bisa mencintainya, tapi Pasha selalu saja berada di samping aku setiap kali keadaan aku susah. Laki-laki seperti dia tidak bisa aku sepelekan begitu saja, bukankah begitu?”

Roni tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia membuka kunci dan memandang Siska dengan sorot mata tajam bagai pisau yang siap memotong leher musuhnya.

“Keluar sekarang,” perintahnya.

Siska dengan tenang merapikan rambut panjangnya dan mendorong dirinya keluar dari mobil Roni. Dia menoleh dan melayangkan senyuman manisnya ke arah Roni sebelum pergi.

“Terima kasih atas pertemuan istimewa kita malam ini, Mas. Harus aku akui kalau pelukan kamu masih sama eratnya seperti dulu. Tapi maaf, kamu bukan lagi tujuanku,” ucap Siska seraya memutar wajahnya dan berlalu pergi dari mobil Roni yang terparkir.

Roni meninju dasbor dengan keras. Sepatu hak tinggi yang dikenakan Siska beradu keras dengan lantai di area parkir dan terdengar seperti bunyi genderang perang yang membuka pertarungan ego mereka berdua.

Di luar, Siska cepat-cepat menghubungi Pasha karena khawatir kalau pria itu sedang mencarinya.

“Halo, Pasha?” sapa Siska.

“Sis, kamu ke mana saja?” seru Pasha dengan nada khawatir. “Aku mencari kamu ke mana-mana, aku pikir terjadi sesuatu sama kamu!”

Bersambung—

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Juniarth
suwer, novel ini bagus!!!!!!!!!!
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Dasar Roni laki² menjijikan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status