Share

Negosiasi

Celine menatap sekeliling ruangan itu. Terakhir kali dia bertamu ke sini suasananya sudah berbeda. Sekarang terlihat lebih mewah. Wallpapernya berbeda motif. Ada sofa baru terletak di sudut dan menempel di dinding.

Ada pot bunga yang diletakkan di sudut ruangan. Satu hal yang paling mencolok, foto Bisma bersama keluarganya yang dibingkai indah dengan ukuran ekstra, bepat berada di belakang meja kerja lelaki itu.

Jika Bisma duduk, foto itu akan terlihat melatar belakangi meja kerja. Kontras sekali dengan pemandangan indah di yang berada seberangnya. Kaca transparan yang memperlihatkan sibuknya ibu kota jika dilihat ke bawah.

Di foto, istri Bisma terlihat anggun dan berkelas, itu terpancar dari gestur tubuh dan penampilannya . Sekalipun memakai gaun dengan model sederhana, wanita itu tetap saja cantik. Harganya pasti mahal, sesuai dengan isi dompet orang yang memakainya.

"Ehem." Suara batuk Bisma menyadarkan Celine. Dia melamun sedari tadi.

"Hai, Kak." Sapa Celine kaku. Sekalipun dia hanya gadis biasa, tetapi lelaki di hadapannya ini adalah seseorang dari masa lalunya.

"Ayo duduk," ucap Bisma mempersilakan.

Celine bersandar lega di sofa karena merasa nyaman. Ini lebih empuk daripada kasur di rumah panti mereka.

"Kamu udah makan?" tanya lelaki itu perhatian. Matanya menatap Celine dari atas hingga bawah dengan penasaran.

"Sudah. Terima kasih, Kak," jawabnya sopan. .

Celine memang sudah mengisi perut sebelum berangkat ke sini. Hanya untuk berjaga-jaga jika perbincangan mereka akan menyita waktu. Sehingga dia bisa lebih leluasa bernegosiasi.

"Kamu mau teh atau snack?" tawar Bisma lagi.

"Boleh." Celine mengangguk. Kalau yang ini dia pasti mau. Bagi orang yang biasa menikmati hidangan ala kadarnya, ditawari makan itu memang cukup menyenangkan.

"Gimana kabar panti?"

Bisma sekedar berbasa-basi. Padahal sejak tadi dia sebenarnya ingin menerkam gadis itu di sofa.

"Lancar. Kami masih beraktifitas seperti biasanya."

Celine menjawab semua dengan tenang. Padahal dalam hatinya sedang tak karuan. Biasanya dia paling pandai menghadapi lawan jenis. Entah mengapa saat bertemu Bisma, semuanya menjadi kacau.

Lelaki yang ini berbeda, Celine. Dia lebih dominan dari lawan bicara. Kamu tidak bisa menguasainya. Jangan coba menaklukan, nanti kamu yang akan terbawa arusnya. Begitulah benaknya mengingatkan.

"Syukurlah. Setidaknya kami masih memberikan waktu bagi kalian untuk mencari tempat pengganti."

Bisma mencoba bersikap ramah. Saat ini posisinya berada di tengah dan begitu serba salah, karena harus segera mengusir mereka sesuai dengan rencana. Hanya saja lelaki itu menggunakan cara yang halus.

Bisma tidak boleh gegabah jika ingin menangkap kelinci. Apalagi kelincinya imut, cantik, menggemaskan seperti Celine.

Asyik berbincang mengenai panti, pintu ruangan Bisma diketuk. Seorang OB membawa nampan yang berisikan snack juga minuman hangat.

"Ayo, dimakan!"

Dengan senyum manis dan tatapan lembut, Bisma menyodorkan sepiring snack. Isinya berbagai macam jajanan pasar. Namun yang ini keluaran bakery ternama. Bukan yang di pasar induk seperti yang biasanya Celine beli.

"Mau tambah minumannya?" Bisma menawarkan kembali.

Celine menggeleng. "Makasih. Aku gak bisa lama, Kak. Sudah terlalu sering izin."

Bisma memandang wajah cantik dihadapannya. Celine masih sama seperti dulu tidak banyak berubah, hanya sekarang dia terlihat lebih dewasa. Cara bicara gadis itu lebih tertata, tidak polos seperti dulu yang dia kenal.

"Kamu sudah punya pacar?"

Celine mendongak, kemudian menggeleng. Dalam hatinya bertanya apa maksud dari lelaki ini menanyakan hal itu. Dia jadi curiga apakah ini ada hubungannya dengan panti atau tidak.

"Aku tidak punya waktu menjalani kisah romantis, Kak. Aku sibuk bekerja dan mengurus anak-anak," jawabnya jujur.

Memang itulah kenyataan yang tidak bisa Celine pungkiri. Seberapa kuatnya dia ingin memiliki pasangan, selalu dikalahkan oleh kepentingan anak-anak yang menjadi prioritas utama.

Selama ini lelaki yang mendekatinya keberatan jika harus dilibatkan dengan urusan panti. Mereka hanya ingin memiliki Celine saja dan tidak mau bersama dengan anak-anak sekaligus.

Untuk itulah Celine memilih menetap dengan kesendirian. Selama sehat, dia akan berusaha. Sekalipun tidak diberikan jodoh, dia akan menghidupi anak-anak semampunya sampai ajal memanggil.

"Begini. Aku punya penawaran untukmu. Itu juga kalau kamu mau. Tapi, aku gak bisa maksain," tawar Bisma hati-hati. Dia tak mau gegabah dalam mengambil sikap. Bisa saja itu membuat rencanya gagal total.

"Maksud Kakak?" tanya gadis itu tidak mengerti.

"Aku mau ngasih sebuah tawaran yang menguntungkan buat kalian," lanjut Bisma.

Tentu saja menguntungkan aku juga, ucap Bisma dalam hati. Sebuah rencana licik sedang tersusun di kepalanya saat ini.

"Apa kalau boleh tau?" tanya Celine penasaran. Sejak tadi Bisma terlihat menyimpan banyak rencana.

"Begini--" Bisma menggeser duduknya mendekati Celine.

"Ya, Kak?"

"Kamu kan tau dari aku suka sama kamu. Mungkin dulu ada sedikit kesalah-pahaman di antara kita. Jadi, Aku mau minta maaf," ucap Bisma jujur. Dia memang sedikit menyesal telah mencabut beasiswa gadis itu.

Celine mengangguk dan terus menyimak setiap kata yang Bisma ucapkan.

"Aku mau memperbaiki semua. Kamu masih marah sama aku karena beasiswa dicabut?" tanya Bisma lagi. Matanya menatap Celine lekat dan berharap gadis itu sudah melupakan perbuatannya.

"Aku udah lupa, Kak. Itu udah lama, kan?" jawab Celine jujur.

"Begini. Aku bersedia menjadi donatur di panti yang kamu kelola. Aku juga akan mencarikan tempat tinggal yang layak untuk anak-anak."

Bisma mengatakan dengan sungguh-sungguh. Matanya menatap Celine dengan tajam, berusaha untuk meyakinkan.

Celine balas menatap Bisma dengan lekat. Dalam hatinnya menyimpan ragu apakah lelaki itu benar ingin membantu, atau diam-diam mempunyai maksud lain.

"Kakak serius? Aku memang sedang butuh donatur. Beberapa bulan ini sepi."

"Iya, tapi aku juga ingin ada sesuatu yang diberikan untukku. Yah, semacam timbal balik yang saling menguntungkan kita bersama."

Bisma tersenyum, seperti serigala yang sedang mengincar si gadis berkerudung merah.

Tiba-tiba perasaan Celine menjadi tidak enak. "Maksud kakak?"

"Begini. Kamu sekarang juga lagi gak punya pacar. Artinya kamu free. Kalau aku bersedia menjadi donatur tetap untuk panti, apakah kamu mau menjadi milikku?" Bisma mengucapkannya tanpa ragu-ragu.

Suasana menjadi hening. Celine terdiam tak percaya. Wanita itu masih berusaha mencerna kata-kata yang diucapkan Bisma barusan.

"Milik kakak? Aku gak ngerti," ucapnya kebingungan.

"Ya, jadi milik aku. Kita nikah," jawab Bisma bersemangat.

Celine tertegun sesaat, lalu menggeleng. "Kakak sudah punya istri. Aku gak mungkin--"

"Sssttt ... pikirkan baik-baik. Aku kasih kamu waktu," ucap Bisma meyakinkan. Dia masih berharap Celine mau menerima tawaran ini sehingga urusan mereka menjadi rumah.

"Apa yang kamu harapkan dariku, Kak?" tanya Celine kesal. Tadinya dia datang dengan banyak harapan agar lelaki itu mau membantu dengan ikhlas, tanpa embel-embel seperti ini.

"Aku mau kamu jadi istri keduaku." Bisma mengatakannya dengan gamblang.

"Maksudnya, aku jadi simpanan Kakak begitu?"

Nada suara Celine mulai meninggi. Napasnya naik turun karena menahan emosi. Jika Bisma bukan pemilik proyek ini, mungkin dia sudah menamparnya.

"Hei, tenang dulu. Aku belum selesai bicara," bujuk Bisma. Dia sedikit panik saat melihat reaksi Celine yang tak dia duga.

"Katakan jangan berbelit-belit!" bentaknya.

Kesabarannya mulai habis. Celine sudah menduga. Bisma masih sama seperti dulu, licik dan penuh tipu muslihat.

"Istriku, Tiara lagi ada di Jerman satu tahun ini. Dia sedang menyelesaikan penelitian untuk mengambil gelar S-2. Putra kami juga dibawanya. Aku di sini sendirian," jelas Bisma dengan ekspresi menyedihkan. Dia harus terus bersandiwara agar menyakinkan.

Celine menarik napas. Ini permintaan gila.

"Lalu?"

"Aku laki-laki normal. Berjauhan dengan istri rasanya gak enak. Gak ada tempat berbagi."

Celine menelan ludah. Sudah mengerti ke mana arah dan maksud perkataan Bisma.

"Aku akan buat perjanjian. Kamu sama aku cuma satu tahun ini sampai dia pulang. Setelah itu kamu bebas."

Celine menbuang pandangan lalu mengumpat dalam hati. Bisma mengajukan sebuah penawaran yang merendahkan harga dirinya sebagai seorang wanita.

"Kamu ngertikan maksuda aku? Aku butuh penghangat ranjang," bisik Bisma mesra.

Celine kembali mengumpat dan seketika berdiri dengan penuh amarah.

"Kamu dendam sama aku, ya?"

Celine menunjuk dada Bisma dengan lantang dan berani. Dia sudah tidak menyebut kata "kakak" lagi untuk menghormati lelaki itu.

"Aku gak dendam sama kamu Celine." Bisma membalas tatapan wanita itu dengan dingin.

"Kalau begitu apa maumu?"

"Kamu taukan apa mauku dari dulu?" Sebelah alis Bisma terangkat dan nenantang.

"Aku gak ngerti jalan pikiran kamu. Kotor!"

"Hei. Ini bisnis. Win-win solution. Kita sama-sama diuntungkan. Why not?"

"Sia--!" umpat Celine lagi.

"Sudahlah. Terima saja tawaranku. Kamu dapat panti asuhan itu. Aku dapat--"

Celine melangkah keluar.

"Pikirkan baik-baik, Celine. Aku kasih kamu waktu satu minggu. Kalau kamu gak mau, maka kosongkan rumah itu!" teriak Bisma.

Blam!

Celine menutup pintu dengan kasar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status