Share

Melepas Marga Wijaya

“Pah! Apa Papah tidak melihat perjuangan kami membuktikan ini semua tidaklah mudah! Eve pikir dengan terbukanya semua ini membuat pemikiran Papah terhadap kami sedikit lebih baik! Kami dijebak, Pah! Skandal yang terjadi bukanlah atas dasar suka sama suka! Ternyata semua sia-sia saja! Harta serta martabat adalah hal paling penting di dalam hidup Papah!!!! Eve anak kandung Papah!!! Kenapa dengan teganya Papah seperti ini? Kurang apa Eve selama ini? Sejak kecil sampai dewasa selalu saja menuruti apa kata Papah bahkan setiap gerak gerik Eve selalu diawasi seperti CCTV berjalan!! Hanya karena satu kesalahan yang sengaja dilakukan orang lain untuk menghancurkan keluarga ini, membuat Papah menutup mata semua itu!!! Seorang Saputra Wijaya yang terkenal berwibawa, dihormati serta disegani banyak orang, hanyalah tampak luar saja! Penilaian orang-orang rupanya tidak didasari dengan sifat asli seorang Saputra Wijaya yang sebenarnya!!!!” pekik Eve dengan penuh kekecewaan dan air mata.

“Jaga ucapanmu, Eve! Semakin dewasa kelakuanmu semakin meresahkan keluarga ini! Keputusan untuk mengusirmu dari keluarga ini rupanya pilihan yang sudah tepat! Kamu benar, harta, martabat serta pujian semua orang itu sangat penting untuk mengangkat nama keluarga Wijaya supaya semakin terkenal luas! Pergi dari rumah ini dan jangan tampakkan lagi batang hidungmu!” usir Saputra Wijaya tanpa belas kasihan.

Arsenio yang mendengar pertengkaran ayah dengan anak, bergegas merelai dengan mengajak Eve pergi, sebelum masuk ke mobil, Eve mengatakan suatu hal yang membuat semua orang tercengang.

“Mulai hari ini dengan disaksikan beberapa pekerja serta Arsenio selaku pengawal pribadiku, saya-Eve Gianita Wijaya, resmi mengundurkan diri dari keluarga Wijaya, terhitung mulai hari ini akan saya tinggalkan marga Wijaya yang melekat di nama serta hidupku sedari kecil! Terima kasih, Saputra Wijaya, berkat anda, mata saya saat ini terbuka lebar jika hubungan darah yang sangat kental bisa pecah hanya demi sebuah martabat dan kekuasaan.” Setelah mengatakan itu, tanpa lagi menoleh ke ayahnya, Eve masuk mobil dan menutup pintu dengan kencang.

Arsenio bergegas melajukan mobil karena hatinya juga sakit dengan semua ini.

“Bagus! Bagus sekali kamu, Eve! Silahkan tinggalkan keluarga Wijaya! Akan saya lihat sampai mana kamu akan bertahan hidup tanpa kemewahan!!! Rasakan kebebasan yang selama ini kamu inginkan! Rasakan betapa kejamnya dunia yang sesungguhnya!! Silahkan hidup berbahagia dengan pengawal setiamu itu!” teriak Saputra Wijaya terus memperhatikan mobil Arsenio yang berjalan keluar dari halaman sampai tidak lagi terlihat.

Dalam perjalanan, Eve terus menerus menangis karena sudah mengatakan hal itu kepada ayahnya sendiri, orang yang sudah membesarkannya dengan segala kemewahan yang diberikan. Memang, beberapa waktu lalu, Eve menginginkan sebuah kebebasan, dimana sehari saja menjalani hidup tanpa ada Arsenio, namun rupanya keinginan itu membuat Saputra marah besar.

Kini keinginannya sudah terkabulkan, ia bisa hidup bebas dari pengawasan Saputra Wijaya meskipun masih ada Arsenio dalam kehidupannya.

“Apa anda baik-baik saja, Nyonya?” tanya Arsenio sungkan.

“Menurutmu? Setelah kejadian tadi, apakah bisa kamu menganalisa jika saya ini baik-baik saja?” tanya balik Eve dengan menatap Arsenio tajam.

“Ma-maaf, Nyonya, setelah ini anda ingin kemana? Apakah ada tempat yang ingin anda kunjungi?” tanya Arsenio mengalihkan obrolan. Namun Eve hanya diam saja sembari melihat pemandangan sekitar melalui jendela mobil.

Hingga akhirnya, Arsenio memiliki ide untuk sementara tinggal di luar negeri, bukan hanya untuk menghindari masalah yang ada, tapi juga untuk menenangkan pikiran.

Usulan Arsenio sebenarnya diterima baik, namun lagi-lagi ia sadar diri jika saat ini tidak memiliki uang sepersen pun, bahkan hidupnya setelah keluar dari mansion sangat bergantung kepada pengawalnya itu.

“Tidak usah memikirkan biayanya, Nyonya, saya memiliki rumah di sana yang bisa digunakan sebagai tempati tinggal sementara. Setelah situasi nantinya aman dan banyak orang yang lupa dengan skandal tersebut, barulah kita kembali,” ucap Arsenio membuat Eve kaget setiap mengetahui fakta tentang pengawal setianya itu.

“Kamu itu sebenarnya siapa sih? Kok sepertinya sangat kaya raya sekali? Memiliki rumah pula di luar negeri yang harganya sudah pasti sangat mahal,” tanya Eve merasa curiga namun hanya dijawab senyuman tipis oleh pengawal setianya itu.

Karena tidak mendapat jawaban yang pasti, Eve hanya mendengus kasar sebagai bentuk rasa kesalnya. Ia lebih fokus menatap pemandangan di sepanjang jalan melalui kaca mobil, meskipun begitu, jauh di dalam lubuk hatinya tersimpan kesedihan yang teramat dalam namun dirinya terlalu gengsi untuk mengungkapkan, apalagi di depan mantan pengawalnya.

Siapa yang tidak akan sedih, karena skandal yang sudah terbukti karena dijebak, tidak juga membuka mata hati serta pikiran ayah kandungnya untuk berdamai dengan keadaan, bahkan membantu anak semata wayang untuk membersihkan nama baiknya saja tidak mau. Hati Eve sangat sakit, orang tua yang selalu ia patuhi serta hormati, rupanya menganggap dirinya adalah keluarga yang tidak ternilai harganya, bagi ayahnya, harta, martabat, kekuasaan menjadi poin penting yang harus dipegang secara erat meskipun di balik itu harus melengserkan anak kandungnya sendiri.

Tanpa terasa, mereka sudah tiba di kediaman Arsenio, sebuah rumah yang bisa dibilang nyaman untuk ditinggali meskipun masih besar kediamannya dulu, namun, di rumah ini, Eve lebih bisa merasakan kebebasan. Karena di rumah ini, tidak perlu baginya untuk menjaga image apalagi selalu bersikap sopan.

Melihat Eve sedang bersedih, Arsenio memintanya untuk beristirahat di kamar agar nantinya bisa leluasa meluapkan perasaan yang ada di hati. Tak hanya itu saja, di satu sisi, Arsenio juga harus kembali ke markas untuk melihat bagaimana Emir Ansel saat ini.

Setelah memastikan masuk ke kamar, Arsenio berpesan kepada semua pekerja yang ada di rumahnya untuk menjaga Eve dengan baik dan memenuhi apapun keinginannya, setelah mengatakan itu, barulah Arsenio bergegas mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.

****

Di markas tempat dimana Emir Ansel diberi pelajaran.

Dari jauh, ia melihat sebuah mobil mewah yang tidak asing. Setelah diamati, ternyata mobil yang berhenti di markasnya adalah mantan bosnya dulu, ya, siapa lagi kalau bukan Saputra Wijaya.

“Darimana beliau tahu tempat ini? Apa yang sedang dilakukannya di dalam sana?” gumam Arsenio sembari menuju markas lalu memarkirkan mobil yang juga tak kalah mewah.

“Bos, untung saja anda datang lagi,” ucap salah satu anak buahnya yang bernama Jack.

“Siapa yang datang dan apa tujuannya?” tanya Arsenio dengan serius.

“Beliau bilang namanya Saputra Wijaya, mantan bos anda, tujuannya ingin menemui Emir Ansel, namun sayang sekali, dia pingsan karena mendapat pukulan yang tiada hentinya,” jawab Jack lalu Arsenio berjalan menuju ruang penyekapan mantan kekasih majikannya.

“Kamu apakan anak ini, Arsenio? Apakah kamu sudah memikirkan semua konsekuensinya?” tanya Saputra dengan penuh penekanan.

“Jika perusuh dalam hidup saya sudah ada di sini, itu artinya dia memiliki dua kemungkinan yang pasti, yaitu cacat permanen atau menghembuskan nafas terakhirnya, berhubung saya tidak terima jika dia meninggal dengan begitu mudahnya, maka dari itu, membuatnya cacat permanen dan menjadi manusia yang tidak berguna adalah tujuan utama saya, perihal konsekuensi, sudah saya pikirkan secara matang. Saya yakin dia tidak akan berani membuka mulut karena semua ini terjadi karenanya,” jawab Arsenio dengan tenangnya.

“Sejak kapan kamu menjadi gangster? Ini seperti bukan dirimu,” tanya Saputra kaget karena mantan pengawal anaknya memiliki anggota gangster yang terkenal di negeri ini.

Darimana Arsenio bisa mengenal mereka? Itu adalah hal yang ingin ditelusuri Saputra Wijaya.

Say sheeva

Hai semuanya.... jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komen dan buka bab ya satu dukungan kalian sangat berarti bagi author untuk lebih giat menulis salam sayang author Say sheeva

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status