Share

Bab 11 Terpaksa Berbohong

Vira menghirup udara sebanyak-banyaknya begitu ia tiba diluar sambil bersandar sejenak di pintu ruangan Nathan sambil memejamkan matanya.

"Vira!" ujar seseorang yang langsung membuat Vira terkesiap.

"A-ana, kau mengagetkanku saja," gerutu Vira.

"Kenapa? Kenapa wajahmu tegang begitu? Apa Pak Nathan memarahimu?" tanya Ana.

"Tidak! Bukan seperti itu. Dia tidak memarahiku, hanya saja dia memberiku banyak sekali pekerjaan karena aku sudah libur terlalu lama," sahut Vira berbohong sambil berjalan menuju meja tempatnya bekerja.

"Oh, syukurlah! Aku kira dia memarahimu," ucap Ana yang mengikuti langkah Vira.

"Vira, aku ingin bertanya padamu."

"Apa? Katakan saja!" sahut Vira sambil berkutat dengan komputer yang ada dihadapannya.

"Darimana kamu mendapat uang untuk membayar biaya operasi ibumu? Apa Andi yang memberikannya?" tanya Ana.

Vira terdiam, ia menghela nafasnya berat saat Ana menyebut nama bajingan itu. Vira masih sakit hati saat dia mengingat penghianatan yang dilakukan oleh lelaki itu. Vira bahkan tidak sudi hanya untuk menyebut nama lelaki itu.

"Bukan," sahut Vira singkat.

"Bukan? Lalu siapa yang memberimu uang? Aku kira Andi yang membantumu," ucap Ana.

"Ana, bisa tidak jangan menyebut namanya lagi di hadapanku?" tanya Vira dengan nada jengkel.

"Kenapa Vira? Ada apa sebenarnya? Kenapa kamu marah?" tanya Ana yang merasa bingung dengan sikap Vira.

Vira menghela nafasnya.

"Maaf An, bukannya aku marah. Hanya saja aku tidak sudi untuk mendengar nama laki-laki itu lagi," jawab Vira.

Dahi Ana berkerut seakan bertanya.

"Aku sudah mengakhiri hubunganku dengannya," ucap Vira dengan suara pelan.

"Apa? Tapi kenapa? Kenapa tiba-tiba kau mengakhiri hubungan dengannya? Apa dia sudah membuat kesalahan?" Beberapa rentetan pertanyaan pun keluar dari mulut Ana.

"Ternyata dia sudah bermain gila dibelakangku, An."

"Apa maksudmu?" tanya Ana lagi.

"Kau tahu, An? Waktu itu aku datang ke apartemennya untuk meminta bantuan, tetapi kau tahu apa yang aku dapatkan?" tanya Vira. Ana pun terdiam.

"Dia sedang bermain gila dengan wanita lain disana," ucap Vira.

Ana terhenyak tidak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Vira.

"Vira, apa kamu serius? Dasar bajingan itu! Aku tidak menyangka dia akan tega berbuat seperti itu dibelakangmu," ucap Ana terdengar geram.

"Mungkin kedengarannya sulit dipercaya, tetapi aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, An!" ucap Vira.

"Vira, kami pasti benar-benar merasa kecewa dan sakit hati atas perbuatan laki-laki itu," ucap Ana merasa iba.

Vira tersenyum getir. Ya, siapa yang tidak sakit hati saat melihat kekasih yang ia cintai dan begitu ia percaya dengan tega menghianatinya.

"Iya, tapi aku bersyukur karena aku sudah melihatnya. Aku sangat bersyukur karena aku bisa mengetahuinya lebih awal bahwa dia itu bukan lelaki yang baik. Aku akan lebih sakit hati jika aku mengetahuinya disaat kami sudah saling terikat," ucap Vira.

"Sabar ya, Vira! Aku yakin diluar sana masih banyak laki-laki yang lebih baik dari sampah itu," ucap Ana sambil mengusap bahu Vira.

"Iya, kau benar, Ana. Untuk saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan terlebih dahulu, aku hanya ingin fokus dengan kesembuhan ibuku dulu," ucap Vira.

"Iya, Vira. Oh iya, kamu belum memberitahuku. Jika bukan Andi, lalu siapa yang memberimu uang?" tanya Ana lagi.

"Itu..." Vira menggantung ucapannya.

"Sebenarnya..."

"Cepat katakan, Vira! Siapa? Jangan menutupinya dariku! Apa kamu pinjam uang pada rentenir?" tanya Ana mendesak Vira.

"Ya enggaklah. Sebenarnya... Pak Nathan yang membantuku."

"Apa? Pak Nathan. Apa kau serius?" tanya Ana seakan tidak percaya.

"Aku serius, An. Dua rius malah," sahut Vira yakin.

"Wah, aku tidak menyangka Pak Nathan bisa bermurah hati seperti itu," ucap Ana.

"Murah hati katanya? Dia itu juga sama saja seperti lelaki lainnya. Dia hanya memanfaatkan keadaanku saja," batin Vira merasa miris. Ditambah lagi saat dia membayangkan apa yang akan terjadi padanya malam nanti, Vira pun bergidik.

"Tapi bagaimana bisa Pak Nathan mau membantumu? Apa yang kau lakukan? Apa kau merayunya?" tanya Ana.

Vira mendelik tajam.

"Cih, yang benar saja! Apa aku terlihat seperti seorang wanita penggoda?" tanya Vira, dan Ana pun menggeleng pelan.

"Lalu?" ucap Ana lagi.

Ana memang sahabatnya, namun Vira juga masih berpikir dua kali untuk memberitahukan kepada Ana tentang bayaran yang harus ia berikan kepada Nathan sebagai ganti biaya operasi ibunya.

Entah apa yang akan dipikirkan oleh Ana jika dia sampai tahu bahwa Vira menukar harga dirinya dengan sejumlah uang.

"Entahlah An, mungkin itu hanya karena aku sedang beruntung. Mungkin saat itu suasa hati Pak Nathan sedang bagus jadi dia mau membantuku," sahut Vira berbohong, Ana pun mengangguk pelan.

"Ya sudah An, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu. Jangan sampai Pak Nathan marah padaku," ucap Vira.

"Iya kau benar. Aku juga masih banyak pekerjaan," ucap Ana lalu kembali ke meja kerjanya.

"Maafkan aku Ana, aku belum bisa berterus terang padamu," gumam Vira lirih.

***

Malam ini Vira benar-benar gugup, dia tampak mondar-mandir di kamarnya bak setrikaan.

Kedua tangannya tampak berkeringat, ingin sekali rasanya waktu berhenti saat ini juga agar Vira tidak perlu datang ke apartemen milik Nathan.

"Vira, tenangkan dirimu!" ucap Vira sembari mengatur nafasnya.

"Kau tidak bisa lari, Vira. Jadi mari kita lakukan supaya semuanya cepat berakhir," gumamnya lagi.

Vira mengambil tasnya lalu keluar dari kamarnya untuk pergi ke apartemen Nathan.

Ceklek! Vira membuka dan menutup kembali pintu kamarnya.

Vira mendapati ibu dan adiknya sedang duduk di ruang tamu.

"Vira, kamu mau kemana, Nak? Tidak biasanya kamu dandan rapi malam-malam begini?" tanya Ningrum.

"Iya, kakak terlihat rapi dan cantik sekali. Apa kakak akan bertemu dengan pacar kakak?" goda Panji.

"Ssst! Diam anak kecil!" sentak Vira sedikit kesal.

"Bu, aku izin pergi ke tempat Ana ya, malam ini aku akan menginap disana," ucap Vira berbohong.

"Iya Vira, pergilah! Titipkan salam ibu pada Ana," ucap Ningrum.

Vira mengangguk sambil tersenyum masam. Dia merasa bersalah karena telah membohongi ibunya. Namun, apa boleh buat, tidak mungkin juga Vira berterus terang.

Vira pergi menuju ke alamat apartemen Nathan. Dengan membawa kartu akses yang sudah diberikan oleh Nathan, Vira pun berjalan ke unit milik Nathan.

Unit nomor delapan puluh delapan, jantung Vira semakin berdebar saat ia melihat pintu apartemen atasannya itu. Kini Vira berdiri sambil menatap pintu yang masih tertutup itu dan kartu akses yang ada di tangannya secara bergantian.

Hati Vira benar-benar merasa ragu untuk masuk ke dalam sana. Namun, Vira harus tetap melakukannya.

Dengan tangan yang bergetar, Vira memegang kartu akses tersebut lalu menempelkannya disana untuk membuka pintu apartemen Nathan. Pintu apartemen itu langsung terbuka begitu Vira menempelkan kartu tersebut.

Melangkah dengan begitu ragu-ragu, Vira masuk ke dalam apartemen milik Nathan.

Brak! Vira menutup kembali pintu apartemen itu, kemudian ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan yang begitu luas tersebut.

Ruangan bernuansa abu-abu yang tertata dengan begitu rapi. Ruangan tersebut sangat mencerminkan kepribadian pemiliknya, harus Vira akui bahwa Nathan itu adalah orang yang sangat cinta dengan kebersihan.

Namun, Vira merasa ada yang sedikit aneh karena sejauh matanya menelisik, dia tidak melihat sosok Nathan disana.

"Dimana dia?" tanya Vira didalam hati.

"Apa yang kau lihat?" Terdengar suara nyaring yang langsung membuat Vira menoleh.

Dia mendapati Nathan yang baru saja muncul dari arah balkon sambil menatap dan berjalan ke arah Vira dengan segelas wine di tangannya.

"Apa kau sedang mencariku?" tanya Nathan sembari menatap lekuk tubuh Vira yang terlihat begitu sempurna bahkan saat masih mengenakan pakaian yang lengkap.

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status