Janice menatap sejenak, lalu mengiakan. Keduanya tiba di area istirahat di lobi, lalu memesan dua gelas jus.Janice mengaduk jusnya dengan sedotan, sementara Malia terus membujuknya, "Janice, terima saja nasibmu. Kita nggak bakal bisa menang melawan orang-orang kaya seperti mereka. Kalau kamu kabur, dengan kekuasaan Keluarga Hariwan, mereka pasti akan mengejarmu sampai ke ujung dunia.""Harga batu safir itu puluhan miliar. Sekalipun kamu dijual, belum tentu dapat uang segitu. Kalau kamu bisa menebusnya sendiri, ini adalah cara terbaik."Di kehidupan lampau, Malia juga seperti ini. Dia berpura-pura peduli pada Janice dan memanipulasinya selangkah demi selangkah untuk membuat Janice merasa semakin rendah diri. Namun, sekarang ....Janice berhenti mengaduk jusnya, lalu mendongak menatap Malia. "Malia, kamu merasa menyerah dan mengorbankan diri itu nggak masalah ya?""Tentu saja, kita harus sadar diri. Masa kamu merasa dirimu lebih berharga daripada batu safir itu? Pak Howard sangat kaya.
Ternyata di dalam handuk itu berisi sebuah kartu kamar!Maria menarik napas dalam-dalam. Dia tidak bisa menahan rasa cemburu yang meluap di dalam hatinya. Kenapa semua pria terpesona kepada Janice? Bahkan, pria seperti Jason juga ingin memiliki Janice. Atas dasar apa?Janice memegang kartu kamar itu dengan ekspresi cemas. "Sepertinya Pak Jason tahu kesulitanku. Pak Norman suruh aku ke kamar ini untuk mencarinya. Katanya Pak Jason akan membantuku. Menurutmu, gimana aku harus memilih? Sepertinya siapa pun akan memilih Pak Jason, 'kan?""Tentu saja pilih Pak Howard!" Suara Malia terdengar melengking dan tajam. Dia membatin, 'Jalang sepertimu nggak pantas untuk Pak Jason! Kamu pantasnya dengan bajingan seperti Pak Howard!'Janice berpura-pura tidak mengerti. Dia bertanya, "Malia, kenapa aku harus pilih Pak Howard?"Malia terdiam sejenak sebelum menghasut, "Janice, aku bicara begini juga demi kebaikanmu. Kamu harus tahu, Pak Howard klien kita. Kalau kamu nggak bisa meredakan amarahnya, gim
Hati Janice sontak terasa dingin. Dia langsung menghindari tatapan itu. Apa mungkin Jason mengetahui sesuatu? Seharusnya tidak.Ketika Janice berpikir demikian, suara Howard terdengar di tengah aula. "Terima kasih kepada semua yang hadir di pesta perayaan Grup Hariwan. Aku yakin Grup Hariwan akan semakin berkembang di masa depan."Semua orang mendongak untuk menatap Howard yang berdiri di tangga. Kini, mereka baru memahami makna sebenarnya dari menara sampanye itu. Ini bukan untuk menjamu tamu, tetapi untuk memamerkan kekuasaan.Sebagian besar tamu yang hadir adalah pebisnis. Mereka hanya menatap Howard yang tersenyum lebar di atas, tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Di bawah tangga adalah ahli strategi di balik Grup Hariwan, yaitu Yoshua. Yoshua memandang sekeliling. Tatapannya tidak lagi terlihat lembut, melainkan dipenuhi ambisi seorang pebisnis. Mungkin, ini baru wajah aslinya. Seorang pebisnis yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya.Di tengah kerumunan, Yoshua meli
Napas panas Jason mengenai wajah Janice, membuatnya terasa seperti terbakar. Dia merasa agak bersalah sehingga langsung mengalihkan pandangannya. Ternyata, dia tahu segalanya.Janice menjauh dengan hati-hati. Dia berusaha menghindari napas Jason. Namun, begitu berbalik, sebuah lengan muncul di hadapannya. Janice terpaksa berdiri diam di tempat. Lagi pula, mereka akan segera tiba.Jason tampaknya tahu apa yang ada di dalam pikiran Janice. Dia membungkuk dan napasnya yang panas mengenai wajah Janice lagi.Janice bisa merasakan napas panas itu mengalir di bawah hidungnya. Jarak keduanya sangat dekat, membuatnya merasa gerah hingga berkeringat.Tiba-tiba, Jason mengangkat tangan dan menyentuh rambut Janice yang tergerai di wajah. Jason memegang pipi Janice dengan lembut. "Hm?" tanyanya dengan pelan."Aku ... aku ...." Janice merasa bingung dan tidak tahu harus mengatakan apa."Karena kamu sudah bilang aku memberimu kartu kamar, bukankah kita seharusnya melakukan sesuatu?"Janice mendongak
Janice yang panik menghindar karena ada 2 pelayan di dekat mereka. Jason berhenti dan wajahnya menegang."Nggak apa-apa," ucap Jason. Dia duduk tegak dan memandang ke luar."Iya," sahut Janice. Dia menyentuh bibirnya, lalu menjaga jarak dengan Jason dan memandang ke depan.Cahaya matahari terasa panas. Setelah Janice minum 2 cangkir teh, keramaian di lantai bawah pun dimulai.....Di aula acara, Yoshua dan Tracy menyapa para tamu. Setelah berkeliling cukup lama, mereka tetap tidak melihat Howard.Yoshua merasa ada yang tidak beres. Dia melihat Tracy seraya bertanya, "Bu, mana Paman? Ini hari yang penting, kenapa dia menghilang?"Tracy memegang gelasnya sambil mengamati sekeliling. Dia baru menyadari Howard tidak muncul lagi setelah keluar."Apa dia mabuk? Coba aku tanya bibimu," sahut Tracy. Dia mencari Ivana, tetapi Ivana tidak tahu apa pun.Tracy dan Yoshua bertatapan. Mereka mulai gelisah. Keduanya hendak mencari Howard setelah menyapa para tamu.Siapa sangka, Vania dan Bella datang
Saat Janice minum teh, muncul notifikasi siaran langsung dengan judul yang menghebohkan.[ Karyawan magang studio perhiasan terkenal bermarga Sinclair menggoda suami orang ]Kebetulan hanya Janice yang bermarga Sinclair di studio. Apa bedanya dengan mengekspos nama lengkapnya?Sayangnya, Vania terlalu terburu-buru. Dia sengaja menyuruh orang melakukan siaran langsung untuk menangkap basah Howard dan Janice. Namun, belum tentu siapa yang celaka.Dalam siaran langsung, situasi di kamar sangat kacau. Selain suara makian, samar-samar terdengar suara desahan. Lilin-lilin yang terletak di sudut tidak cukup untuk menerangi kamar, tetapi bisa membangkitkan hasrat seseorang.Janice menyiapkan lilin ini khusus untuk Howard dan pemeran utama wanita hari ini. Tiba-tiba, seseorang membuka tirai jendela. Situasi di kamar langsung terpampang jelas.Ivana tetap berniat menjaga martabatnya. Dalam situasi yang kacau ini, dia masih sempat menyuruh Howard memakai jubah mandi.Jadi, hanya ekspresi masam Ho
Kemudian, Howard yang bekerja sama dengan mereka berdua akan mendesak Janice untuk menyerah. Janice akan dianggap berinisiatif mengorbankan dirinya. Ditambah dengan siaran langsung ini, semua kesalahan akan dilemparkan pada Janice.Howard sudah puas dan bisa bersembunyi, sedangkan wanita yang berhubungan intim dengan Howard pasti celaka. Jadi, apa kali ini Malia tetap setia?Malia menggila saat menyadari ada yang melakukan siaran langsung. Dia menerjang paparazi dan berseru dengan mata memerah, "Bukan aku! Va ...."Sebelum Malia menyelesaikan ucapannya, siaran langsung dihentikan karena melanggar aturan. Janice mengernyit. Dia mendongak dan kebetulan melihat Jason mengetuk layar ponselnya.Janice langsung paham. Dia berujar, "Jason! Ternyata ini perbuatanmu!""Iya," sahut Jason. Dia meletakkan ponselnya, lalu meminum teh.Janice terpaku di tempat. Padahal dia hampir berhasil. Asalkan Malia menyebut nama Vania di depan umum, Vania pasti akan dihujat netizen biarpun tanpa bukti.Angin be
Begitu melihat Janice datang, Howard yang sudah membuat persiapan mengeluarkan perhiasan dan menjelaskan, "Aku sudah menyuruh orang mengeceknya, batu safir di bros ini bukan batu safir yang kuberikan pada Janice. Aku punya sertifikat batu safir dan surat konfirmasi yang ditandatangani Janice waktu serah terima batu safir."Howard menambahkan, "Semua ini membuktikan Janice mengincar batu safirku sejak awal. Semua yang terjadi hari ini memang jebakan yang disiapkannya."Vania yang berdiri di tengah kerumunan menatap Malia dengan aura mengintimidasi. Tadi Malia hampir menyebut nama Vania di siaran langsung. Dia sudah berpesan kepada Malia saat mereka turun ke lantai bawah.Sementara itu, Malia juga tidak mengecewakan Vania. Dia yang memakai jubah mandi menatap Janice dengan ekspresi muram.Kemudian, Malia tiba-tiba menangis dan berteriak, "Bukan aku! Aku juga dicelakai Janice! Aku nggak tahu dia mencuri batu safir Pak Howard! Janice, kenapa kamu berbuat seperti itu kepada Pak Howard? Aku
Janice menggandeng pria bayaran itu masuk ke dalam ruang VIP. Baru saja duduk, pria itu sudah tidak sabar memesan sebotol anggur seharga sekitar 60 juta. Sepertinya dia memang bekerja sama dengan tempat ini. Jadi, semakin banyak minuman yang dipesan, semakin besar komisinya.Saat memesan anggur, dia sempat melirik Janice. Dia sedang menguji apakah Janice benar-benar punya uang atau tidak. Janice menatapnya dengan senyum menggoda. Matanya yang memicing dan senyumannya yang manis, cukup untuk membuat orang terpesona."Satu botol saja mana cukup? Atau kamu cuma mau menghabiskan sebotol anggur sama aku?" Kata-katanya memiliki makna tersirat yang cukup berani dan memalukan.Untungnya, pencahayaan dalam ruangan cukup redup sehingga menyamarkan sedikit rasa canggung dalam dirinya. Ini adalah trik yang dia pelajari dari Amanda.Menurut Amanda, cara tercepat untuk membuat pria masuk ke dalam perangkap adalah mengambil inisiatif lebih dulu. Dia harus mengatakan apa yang ingin dikatakan para pria
Arya menyadari ketidakpercayaan Janice dan segera membela Jason. "Janice, bagaimanapun juga, dia sudah banyak membantumu. Kalau dia benar-benar ingin sesuatu terjadi padamu, kenapa dia harus repot-repot mengambil risiko? Jangan langsung menghakiminya begitu saja."Mendengar ucapan itu, Janice sedikit mengernyit. Bulu matanya yang panjang bergetar halus dan di antara alisnya tersirat kesedihan serta ejekan terhadap dirinya sendiri.Janice mengatupkan bibir pucatnya, lalu tertawa pelan."Baiklah, kalau kamu percaya sama dia, pergilah dan beri tahu dia siapa yang sedang kucari. Tapi jangan katakan semuanya. Aku nggak yakin sama hubungan antara Thiago dan Elaine. Kalau aku bicara terlalu banyak, bisa-bisa Rachel malah salah paham dan mengira aku menuduh bibinya tanpa alasan.""Aku mengerti. Nah, begitu lebih baik. Jason pasti bisa menemukan orang itu tanpa kesulitan. Tunggu kabar dariku." Arya menghela napas lega dan segera pergi.Janice menatap punggungnya yang semakin menjauh dengan tata
Saat tubuh Janice hampir jatuh menimpa pecahan kaca di lantai, seseorang menariknya tepat waktu. "Janice, kamu kenapa?"Itu Arya.Melihat seseorang yang dikenalnya, Janice langsung mencengkeram lengan bajunya erat-erat, seolah-olah Arya adalah satu-satunya penyelamatnya.Arya menyadari wajah Janice tampak pucat, lalu segera membantunya duduk dan membuka pintu agar udara segar masuk. Setelah memastikan dia dalam posisi yang aman, Arya mengerahkan keterampilannya sebagai dokter dan memeriksa kondisi Janice.Tak lama kemudian, dia mengernyit dan menggerutu, "Sebelumnya sudah kuingatkan kamu kan, tubuhmu sangat lemah. Sekarang malah jadi memburuk! Kalau terus begini, aku tinggal tunggu pemakamanmu saja."Janice yang sudah merasa lebih baik langsung melotot padanya. Sementara dari sudut matanya, dia melihat Ivy hampir menangis karena panik.Arya terkekeh, "Aku cuma bercanda. Ini caraku untuk mengingatkanmu agar lebih menjaga kesehatan."Ivy mengusap air matanya dan bertanya, "Apa yang terja
"Ya."....Rumah Sakit Swasta.Janice membeli beberapa camilan yang disukai Ivy dan membawanya ke sana. Bekas luka di wajah Ivy sudah memudar cukup banyak, tetapi karena terus merasa ketakutan dan tidak bisa tidur nyenyak, dia tampak sangat lelah."Ibu, makan sedikit dulu. Masalah ini sudah ada perkembangan."Mendengar ucapan Janice, Ivy akhirnya memberikan sedikit respons. "Janice, kamu sudah nemu pria itu?""Belum, tapi sebentar lagi." Janice menyelipkan sendok ke tangan ibunya, lalu bertanya, "Ibu, aku boleh nanya sesuatu?"Ivy mengangguk lemah, "Tanya saja.""Kalau Vania nggak mengalami insiden itu dan terus menargetkanku, apa yang akan Ibu lakukan?"Mendengar pertanyaan Janice, mata Ivy langsung memerah dan bahkan hampir saja menjatuhkan sendok yang dipegangnya."Janice, apa kamu juga menganggap Ibu nggak berguna? Sebenarnya, waktu melihat kamu mengalami begitu banyak masalah, aku sudah nekat mau nyari Vania untuk buat perhitungan. Waktu itu, pamanmulah yang menghentikanku.""Pama
Janice menatap punggung Jason yang menjauh. Tatapannya tiba-tiba menjadi dingin, meskipun ekspresinya tidak menunjukkan keterkejutan sedikit pun.Dia memandang langit yang kelabu, senyuman pahitnya terasa begitu hampa. Akhirnya, semua berjalan seperti yang dia duga.Di kehidupan sebelumnya, kecelakaan Ivy dan Zachary pasti berkaitan dengan kerja sama ini. Jason telah membohonginya.Dia bilang kecelakaan itu terjadi karena Ivy dan Zachary membantunya mencari bukti kejahatan Vania. Padahal, itu hanya cara untuk mengalihkan perhatiannya.Dengan demikian, dia tidak menyadari bahwa suami misterius yang dinikahi Elaine adalah Zachary, juga tidak memperhatikan bahwa Jason langsung menjalin kerja sama besar dengan Elaine setelah kecelakaan itu.Sebenarnya, semua tanda sudah ada sejak awal. Vania sama sekali tidak pernah menyebut soal kecelakaan itu di hadapannya.Dengan kepribadian Vania yang bermuka dua, jika dia tahu sesuatu sebesar ini, dia pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk menyak
Selesai makan, Janice berdiri dan bersiap pergi. Namun, Rachel tiba-tiba menggamit lengannya dengan akrab. "Janice, kenapa tiba-tiba mau menikah dengan Thiago? Aku kira kamu dan kakakku ....""Nggak, kamu sudah salah paham." Janice langsung memotong perkataannya, tidak ingin Rachel mengaitkan masalah ini dengan Landon.Rachel melirik ke sekeliling, lalu menarik Janice ke sudut ruangan. "Janice, meskipun Thiago bukan pria yang buruk, menurutku ibunya kurang baik. Saat menikah, kamu bukan hanya menikahi pria itu, tapi juga keluarganya.""Pikirkan baik-baik. Setidaknya cari seseorang seperti kakakku atau Jason. Kamu juga nggak kalah dari mereka kok."Mendengar itu, hati Janice terasa semakin getir. Kadang, dia berharap Rachel bisa menyombongkan diri dengan bangga, sehingga Janice bisa menemukan alasan untuk menjauh darinya atau bahkan membencinya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.Seorang anak yang tumbuh dalam kasih sayang, meskipun tidak sempurna, tetap akan ada orang yang memujiny
Saat Janice kembali ke meja makan, matanya merah dan bengkak. Siapa pun yang melihatnya pasti tahu bahwa dia baru saja menangis.Rachel segera meletakkan sendoknya dan menyerahkan selembar tisu. "Janice, ada apa?"Janice menggenggam tisu itu, lalu berkata dengan menahan diri, "Nggak apa-apa, sabun cuci tangan terciprat ke mataku tadi."Mendengar itu, Elaine melirik mata Janice yang memerah dan bengkak, lalu tersenyum sinis. Sambil menyeruput supnya, dia melirik Penny dengan penuh arti.Penny meletakkan sendoknya, lalu merapikan mantel bulu di bahunya. Dia menatap Janice dengan ekspresi penuh belas kasih. "Janice, kami sudah berdiskusi dengan Jason dan yang lainnya. Minggu depan kalian akan menikah. Nggak perlu acara yang terlalu mewah."Janice mengangkat matanya perlahan, lalu menatap Jason dengan dingin. "Nggak perlu kasih tahu aku.""Bagus kalau kamu mengerti. Seorang wanita harus mengikuti dan mematuhi suaminya. Wanita zaman sekarang terlalu dimanjakan, seharusnya diajari untuk patu
Rupanya begitu. Bulu mata tebalnya menutupi kilatan di matanya, lalu dia menyahut dengan suara dingin, "Aku nggak suka."Akhirnya, Rachel memesan ronde. Thiago sudah tiga kali mendesak, barulah pelayan mengutamakan untuk mengantarkan pesanan mereka.Rachel membagikan ronde itu kepada semua orang, kecuali Janice. Setelah mencicipi sesendok, dia mendekat ke Jason dan berkata, "Nggak seenak yang kamu beli.""Hm." Jason hanya menanggapi dengan datar.Janice tetap terlihat tenang, tetapi Penny yang duduk di seberang tampak kurang puas. "Janice, kamu harus makan lebih banyak daging. Kalau nggak, gimana bisa melahirkan nanti? Nih, ini potongan yang berlemak. Aku ambilkan untukmu. Jangan bilang keluarga kami nggak memperlakukanmu dengan baik."Janice mengernyit. "Nggak perlu."Namun, Penny sama sekali tidak mendengarkannya. Dia langsung mengambil sepotong besar daging berlemak dan berminyak, lalu menaruhnya ke piring Janice.Thiago meliriknya dari samping. "Dengar kata ibuku."Janice menggigit
Mendengar suara itu, Thiago segera melepaskan tangan Janice, lalu merapikan jasnya sebelum bangkit dengan senyuman ramah. "Bu Rachel, sudah lama nggak bertemu.""Thiago?" Rachel terlihat agak terkejut.Kemudian, dia sedikit memiringkan tubuhnya untuk memperkenalkan kepada orang di belakangnya, "Saat aku menjalani perawatan di luar negeri, Thiago juga dirawat di rumah sakit karena cedera. Kami menjadi teman. Tak disangka, kami bertemu lagi."Saat itulah, Janice baru menyadari bahwa Rachel tidak datang sendirian. Jason dan Elaine juga ada di sana.Dia perlahan mengangkat pandangannya, tepat bertemu dengan tatapan Jason, seperti menatap ke dalam jurang yang dalam dan tak berujung.Wajah Jason tetap tanpa ekspresi, tetapi aura dinginnya membuat orang merasa seolah-olah jatuh ke dalam gua es.Thiago dan Penny juga melihat Jason. Mereka buru-buru mengangguk memberi salam. "Pak Jason.""Hm." Jason hanya merespons dengan suara dingin, tanpa menunjukkan emosi.Janice mengangguk ringan sebagai b