Malam semua <( ̄︶ ̄)> Terima Kasih Kak Yudi, Kak Rubei', Kak Gurun, Kak Kombet, Kak Purwanto, Kak Asengnuwar, Kak Hari, Kak Babe, Kak Dedy, Kak Surya, Kak Yanbro, Kak Yan, Kak Aldi, Kak Sharidatul, Kak Syamsir, Kak Tulisan Arab, Kak Pengunjung1432, Kak Zainal, Kak Alberth, Kak Aiyub, Kak Ahmad, Kak Muhyil, Kak Muhammad, Kak Alka, Kak yrhtif, Kak Suria, Kak Jajang, Kak Ayub, Kak Sultan, Kak Ahmad, Kak Supriyadi, Kak Ham, Kak Incog, Kak Alle, Kak Bambang, Kak Pengunjung6321, Kak M Nur, Kak Marsel, Kak Tiana, Kak Zul, Kak Mjjaya2Z, Kak ahotman, Kak Sigiorlok, Kak Agus, dan Kak Ma Tibun atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) Ini adalah bab terakhir hari ini. Selamat Membaca (。•̀ᴗ-)✧ Bab Bonus: 3/3 Bab (komplit)
Meski tidak keras, suara itu mengandung otoritas yang tak terbantahkan. Tubuh Yovie Zola bergetar hebat, dia bahkan tak pernah berlutut di hadapan ayahnya sendiri, namun kini harus berlutut pada bocah yang jauh lebih muda? Meski harga dirinya memberontak, ketakutan telah mencengkeram jiwanya hingga ke tulang sumsum. BRUK! Tanpa sadar, tubuhnya telah berlutut di hadapan Ryan. Air mata mengalir di pipinya yang memar–dia tak punya pilihan lain. Dia tidak ingin mati! Melihat musuhnya berlutut, Ryan tersenyum dingin. Meski ia telah memutuskan membiarkan Yovie Zola tetap hidup, bukan berarti ia akan melepaskannya begitu saja. Ryan akan membuat Yovie Zola mengalami ketakutan yang sesungguhnya, mimpi buruk yang akan menghantuinya seumur hidup. Ini adalah harga yang harus dibayar atas tindakannya! Dengan tenang, Ryan mengalirkan qi pembantaian dari dantiannya. Bayangan samar naga darah muncul, memancarkan aura kematian yang pekat. Yovie Zola adalah satu-satunya yang bisa mel
Sammy Lein mengambil dokumen dari tangan Patrick dan menyerahkannya kepada Ryan dengan sikap formal. "Tuan Ryan, ini hasil penyelidikan kami," ujarnya sambil tersenyum puas. "Seperti yang diharapkan, kami menemukan bukti yang membebaskan Golden Dragon Group dari tuduhan." Dia membuka beberapa halaman sebelum melanjutkan, "Pendapat publik untuk sementara sudah terkendali. Menariknya, banyak konsumen setia Golden Dragon Group justru semakin mendukung produk kita. Bahkan muncul teori konspirasi bahwa ini adalah rencana jahat para pesaing." Ekspresinya berubah serius saat menambahkan, "Namun yang terpenting saat ini adalah kondisi para pasien di ICU. Mereka sebenarnya tidak bersalah, tapi para dokter tak berdaya menyelamatkan mereka. Saya bertanya-tanya apakah Tuan Ryan..." "Bawa aku ke rumah sakit," Ryan memotong dengan tenang. "Baik, Tuan Ryan." Awalnya Ryan tak berniat campur tangan dalam masalah ini. Namun setelah pertimbangan matang, ia sadar orang-orang itu menderita tanpa al
Wajah dokter itu memucat mendengarnya. Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Grandmaster Rendy, saya dengar di Lembah Pengobatan ada ramuan berharga bernama Rumput Jiwa! Saat ini hanya tersisa satu di seluruh Nexopolis. Dengan itu, mungkin Tuan Muda masih bisa diselamatkan!" "Kau yakin?" "Y-ya, saya yakin!" Mata Rendy Zola menyipit saat ia menghubungi Conrad Max. Setelah berbasa-basi sejenak, ia langsung menyatakan maksudnya. Namun begitu mendengar jawaban Conrad Max... PRANG! Ponsel itu hancur berkeping saat membentur lantai. Ternyata satu-satunya Rumput Jiwa telah diambil Ryan beberapa waktu lalu! Darah Rendy Zola mendidih. Ryan tidak hanya menghancurkan mental putranya, tapi juga merampas satu-satunya kesempatan untuk pulih! Setelah beberapa saat, ia menekan tombol di mejanya. Seorang lelaki tua berjubah hitam segera muncul dan berlutut hormat. "Tuanku, apa perintah Anda?" "Umumkan ke seluruh komunitas seni bela diri Nexopolis," Rendy Zola berkata dingin. "Departemen Pen
Ryan mengerutkan dahi. Ia segera mencari alasan untuk meninggalkan dapur. "Aku ada urusan sebentar di atas. Kalian lanjutkan saja makannya." Tanpa menunggu jawaban, Ryan bergegas menaiki tangga menuju lantai tiga vila. Begitu sampai di kamarnya, ia mengunci pintu dan mengeluarkan batu giok naga dari sakunya. Dalam sekejap, ia telah berpindah ke Kuburan Pedang. Lelaki tua berjubah hitam telah menunggunya di sana. Ryan menyadari aura pria itu tampak lebih lemah dari biasanya. Mungkinkah ini akibat kejadian di Lembah Pengobatan kemarin? "Apakah kau masih ingat janjimu kemarin?" tanya lelaki tua itu tanpa basa-basi. Ryan mengangguk. Tentu saja ia ingat. Ia telah meminjam kekuatan lelaki tua itu untuk menghancurkan segel di tubuh Conrad Max. Sebagai gantinya, Ryan setuju untuk memenuhi satu syarat darinya. "Aku tidak lupa," jawab Ryan mantap. Lelaki tua itu mengangguk puas. "Bagus. Aku telah mengamati bintang-bintang beberapa hari terakhir. Malam ini akan terjadi fenomena lang
Hal ini mengejutkan Ryan, membuatnya menjadi sangat fokus. Bisa mengaktifkan dua Nisan Pedang sekaligus? Informasi ini membuat jantungnya berdegup kencang, pikirannya berpacu memikirkan berbagai kemungkinan. Saat ini, Nisan Pedang di Kuburan Pedang terbuka berdasarkan kekuatan Ryan. Artinya, Nisan Pedang berikutnya pasti lebih mengerikan dibanding Nisan Pedang sebelumnya. Ryan tak bisa membayangkan betapa kuatnya kultivator yang tersegel dalam nisan keempat dan kelima. Waktu lelaki tua berjubah hitam itu hampir habis, tetapi tidak ada tanda-tanda Nisan Pedang keempat akan terbuka. Tanpa bantuan lelaki tua itu, peluang Ryan untuk menang melawan Rendy Zola dan musuh-musuhnya yang lain di Ibu Kota sangatlah tipis. Namun jika ia bisa mendapatkan dua kultivator sekaligus di sisinya, situasinya akan berubah drastis. Ryan tak akan gentar menghadapi siapapun, bahkan praktisi terkuat di Nexopolis sekalipun. "Senior, apa sebenarnya benda itu?" tanya Ryan penasaran, berharap mend
Juliana mengangguk tanpa ragu. Ia berpaling pada Lotte dengan ekspresi menyesal. "Lotte, maafkan aku. Aku akan datang berkunjung ke rumahmu lain kali. Aku ingin menemani Tuan Ryan ke Gunung Seribu Puncak."Lotte terperangah mendengar jawaban itu. Ia menatap Ryan dengan sorot mata menyelidik. "Karena kamu ingin pergi, aku akan menemanimu ke sana juga," ujarnya akhirnya.Ryan hanya mengangkat bahu. Semakin banyak orang yang ikut, semakin sulit baginya untuk bergerak bebas nanti. Namun ia tak punya alasan untuk menolak.Lotte menyiapkan kendaraan off-road, dan mereka bertiga segera berangkat menuju Gunung Seribu Puncak. Sepanjang perjalanan, Ryan mengamati pemandangan Provinsi Greenery yang dipenuhi pegunungan hijau. Gunung Seribu Puncak menjulang di kejauhan, puncak-puncaknya saling tumpang tindih menciptakan siluet yang megah dan menakjubkan.Kendaraan off-road berhenti di tengah jalan menuju puncak, di kaki sebuah tangga curam yang membelah lereng gunung. Dari sini mereka harus mel
Namun tepat saat tangan Bobby Cork nyaris menyentuh Riselotte, sebuah tangan lain tiba-tiba terjulur entah dari mana dan mencengkeram leher Bobby Cork dengan kuat. Tubuh Bobby Cork mendadak berhenti di udara. Tangannya hanya berjarak kurang dari tiga sentimeter dari Riselotte dan Juliana! Wajah Riselotte memucat karena ketakutan. Matanya menelusuri tangan penyelamat itu, kembali ke pemiliknya. Dia terkesiap saat menyadari bahwa tangan itu milik Ryan! "Bagaimana mungkin?" bisiknya tak percaya. Melihat ada yang berani menghalanginya, Bobby Cork melepaskan niat membunuh yang lebih pekat. Tanpa ragu dia mengeluarkan belati dari balik lengan bajunya. Dengan gerakan cepat, Bobby Cork mengayunkan belati ke arah tangan Ryan, berniat memotongnya! Akan tetapi, sebelum belati itu sempat menyentuh kulit Ryan, sebuah suara tenang terdengar, "Kau bahkan menggunakan belati dengan cara yang salah. Kau seharusnya malu. Sini, biar aku yang menghukumnya." Bersamaan dengan itu, tangan Ryan yang l
Lelaki tua itu ditemani enam atau tujuh praktisi bela diri kuat lainnya. Mereka semua menatap tajam ke arah Ryan, sorot mata mereka dipenuhi kebencian dan niat membunuh. Ryan paham betul alasan di balik tatapan itu. Mereka semua telah menderita amukan amarah Rendy Zola, dan orang yang menyebabkan semua kekacauan itu adalah dirinya! Lelaki tua berjubah panjang itu mengepalkan tinjunya erat. Dia melangkah perlahan ke arah Ryan, diikuti para ahli Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural lainnya. Ketika mereka berhadapan, lelaki tua itu berkata dengan nada dingin, "Ryan Pendragon, kamu juga ingin memiliki harta karun ini? Apakah kamu yakin kamu memiliki kualifikasi?" Dia berhenti sejenak, membiarkan ancaman tersirat dalam kata-katanya. "Grandmaster Rendy sudah sangat marah dengan apa yang terjadi pada Tuan Muda Zola. Jika kau terus mencampuri urusannya, Kau akan mati dengan menyedihkan!" Ryan mengabaikan ancaman itu. Ia bisa merasakan naga darah di tubuhnya bergerak gelisah, s
Para ahli yang tersisa langsung menyadari ada yang tidak beres. Mereka bergegas menuju kedua gadis itu, berniat menjadikan mereka sandera. Namun baru beberapa langkah...SWISH!Bilah angin tajam menyambar ke arah mereka! Pupil mata mereka mengerut saat mereka buru-buru melompat mundur. Bilah angin itu meninggalkan bekas goresan dalam di tanah tempat mereka berdiri asedetik lalu."Siapa di sana?" teriak salah satu dari mereka."Berhentilah menyembunyikan dirimu seperti seorang pengecut dan keluarlah menghadapi kami!"Di tengah kekacauan itu, seorang lelaki tua dengan jubah abu-abu tua bergerak cepat dan tiba-tiba muncul di hadapan Lindsay."Orang-orang dari Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural ini tidak berguna," dengusnya meremehkan. "Aku harus mengambil tindakan sendiri. Gadis kecil, maafkan aku, tapi kau tidak boleh pergi!"Tangannya bergerak cepat, melayangkan pukulan telapak tangan ke arah punggung Lindsay.Namun sebelum serangannya mendarat, sebuah siulan tajam membela
Sepuluh menit berlalu dengan cepat. Ryan kini sudah semakin dekat dengan koordinat yang dimaksud. Semakin dalam ia masuk ke Pegunungan Qiroud, semakin pekat aroma darah yang tercium. Mayat-mayat berserakan di mana-mana, beberapa di antaranya bahkan terpotong-potong dengan cara yang brutal. Pertarungan besar jelas telah terjadi di sini belum lama ini.Seratus meter di depan, Ryan melihat sekelompok orang membentuk perimeter keamanan. Mereka terdiri dari anggota Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural Nexopolis dan beberapa kultivator yang memiliki aura luar biasa kuat.'Kultivator ranah Golden Core?' Ryan menganalisis. 'Mungkin mereka dari Gunung Langit Biru. Masuk akal, mengingat Dragon Vein adalah harta yang sangat berharga bagi praktisi bela diri dan kultivator.'Saat Ryan masih mengamati situasi, sebuah keributan menarik perhatiannya. Di kejauhan, dua sosok gadis muda berusaha menerobos masuk namun dihalangi dengan kasar oleh para penjaga. Para ahli dari Departemen Pen
Tetua Meng tertawa dingin meski darah masih mengalir dari sudut bibirnya. "Aku orang yang sedang sekarat. Aku akan menyimpan rahasiaku selamanya. Haha! Jangan pernah berpikir bahwa kau bisa mendapatkan informasi apa pun dariku!"Ryan menggelengkan kepalanya. Dengan gerakan santai, ia mengeluarkan selusin jarum perak dari sakunya.Jarum-jarum itu berkilau dingin di bawah sinar matahari."Kau tahu, ada banyak cara untuk membuat seseorang bicara," ujar Ryan sambil tersenyum tipis. Dalam sekejap mata, jarum-jarum itu melesat dan menancap di titik-titik vital tubuh Tetua Meng. Begitu tertanam, jarum-jarum itu mulai bergetar dengan frekuensi tertentu."ARGHHHH!" Jeritan memilukan terdengar dari mulut Tetua Meng. Wajahnya yang tadinya pucat kini merah padam. Rasa sakit yang dia rasakan sekarang jauh melebihi apapun yang pernah ia alami sebelumnya. Seolah ada ribuan semut api yang menggerogoti setiap inci tubuhnya, dari permukaan kulit hingga sum-sum tulang."Kau... Apa yang kau lakukan p
Di bawah, lelaki tua berjubah–Tetua Meng–mengamati sekeliling dengan dahi berkerut. "Ada praktisi bela diri di sekitar sini. Mereka yang membunuh orang-orang ini–bahkan tidak sempat melawan.""Semuanya waspada," dia melanjutkan. "Kita belum tahu siapa lagi yang berkeliaran di sini. Kali ini bukan hanya para praktisi dari Gunung Langit Biru yang berebut Dragon Vein. Tapi Grandmaster Rendy bertekad mendapatkannya.""Tetua Meng," seorang pria paruh baya berkata ragu, "bukankah Dragon Vein selalu dijaga para praktisi kuat? Lagipula letaknya tersembunyi di bawah tanah. Bagaimana bisa merebutnya? Apa Grandmaster Rendy benar-benar akan..."Sebelum dia menyelesaikan pertanyaannya, Tetua Meng melambaikan tangan. Seketika lubang menganga muncul di dada pria itu, membunuhnya seketika."Ada orang yang mati karena terlalu banyak bicara," Tetua Meng menatap mayat itu dingin. "Kalian mengerti maksudku? Jika ingin bernasib sama, silakan terus mengoceh. Sekarang, temui Grandmaster Rendy!""Baik, Tetua
Tak lama kemudian Ryan dibawa ke sebuah jet pribadi canggih. Setelah beberapa jam penerbangan, pesawat mendarat mulus di bandara kecil dekat Pegunungan Qiroud di Provinsi Xivi.Begitu turun, Ryan langsung merasakan kehadiran intimidating gunung-gunung raksasa yang menjulang ke langit. Kabut tipis menyelimuti puncak-puncaknya, menciptakan pemandangan yang misterius sekaligus mengancam. Area ini tampak sepi dan tak tersentuh–mungkin karena belum dikembangkan untuk pariwisata. Ryan bahkan tidak melihat satu pun tanda kehidupan.Ryan memeriksa koordinat yang dikirim ke ponselnya, menunjukkan lokasi terakhir Larry Brave dan timnya terdeteksi. Jaraknya masih puluhan kilometer ke dalam pegunungan, membuat Ryan menggeleng dan segera mengaktifkan teknik gerakannya menuju kedalaman hutan pegunungan.Sepanjang perjalanan dia menemukan jejak-jejak pertarungan dahsyat yang masih baru. Bekas-bekas energi spiritual yang kuat masih terasa di udara. Tim Larry Brave jelas bukan orang sembarangan–
Pada akhirnya, lelaki tua itu tetap menolak dengan tegas. "Berapa pun yang kau berikan padaku, jawabanku akan tetap sama. Kau boleh pergi sekarang.""Gons, antar tamu kita keluar!"Tak lama kemudian, seorang pria beraura kuat melangkah masuk. Meski berpakaian kasual, setiap gerakannya menunjukkan latihan bertahun-tahun. Dia melirik Ryan dengan tatapan menilai. "Tuan Ryan, silakan."Ryan menyipitkan mata, berdiri, dan pergi dengan jentikan lengan bajunya yang anggun. Jika orang tua ini tak mau bicara, dia akan mencari cara sendiri–dengan atau tanpa bantuan.Namun baru beberapa langkah, deringan tajam telepon memecah keheningan. Lelaki tua itu merogoh saku, melirik ID penelepon, dan ekspresinya langsung berubah drastis begitu mendengar suara di seberang."Ryan, berhenti!" serunya setelah menutup telepon dengan tergesa. "Jika kau ingin tahu lokasi kediaman Keluarga Ravenclaw, aku bisa mengatakannya. Tapi kau har
"Daun teh ini baru dipetik dari Gunung Merah. Rasanya enak. Cobalah," ujar lelaki tua itu sambil menyesap tehnya dengan anggun.Ryan langsung menghabiskan tehnya dalam satu tegukan dan meletakkan cangkir di atas meja batu. Saat dia melepaskannya, cangkir itu seketika hancur menjadi bubuk–bukti nyata betapa mengerikannya kekuatan serangan sebelumnya.Pupil mata lelaki tua itu mengecil melihat sisa cangkir yang hancur."Ryan," dia menatap tajam, "sepertinya aku meremehkanmu. Mari langsung ke intinya. Aku memanggilmu kemari untuk meminta pertanggungjawabanmu! Sudahkah kau pikirkan akibat dari keributan besar yang kau timbulkan?"Aura lelaki tua itu meningkat pesat, jelas menunjukkan kemarahannya. Dia mengamati Ryan, mengira pemuda itu akan gentar.Namun Ryan justru tetap tenang dan kalem, seolah seluruh masalah itu tak layak dibicarakan."Anak ini terlalu ambisius!" batin sang lelaki tua.Sudut bibir Rya
Keesokan paginya di Universitas Negeri Riverdale, Ryan menerima telepon dari Sammy Lein dan bersiap menuju pintu gerbang kampus. Sebelum pergi, ia memberikan beberapa pil dan teknik bela diri pada ibunya. Ryan tahu ibunya bertekad untuk melangkah di jalur kultivasi, jadi tentu saja dirinya harus mendukung.Di depan gerbang, sebuah mobil modifikasi sederhana terparkir mencolok di antara deretan mobil mewah. Pintu mobil terbuka menampakkan Sammy Lein di dalamnya."Tuan Ryan, silakan masuk," dia melambai pada Ryan.Ryan mengangguk dan masuk ke dalam mobil yang langsung melaju ke arah selatan."Tuan Ryan, ada hal penting yang harus saya sampaikan," Sammy Lein memulai dengan nada serius. "Saat bertemu orang itu nanti, mohon kendalikan diri Anda."Dia khawatir Ryan akan membuat masalah. Meski sangat kuat, pemuda ini seperti magnet masalah yang tak ada habisnya."Aku tahu apa yang kulakukan," Ryan menenangkan. "Aku akan menaha
"Ada apa? Jangan-jangan tentang calon menantuku?" godanya sambil tersenyum jenaka.Ryan terkekeh dan menggeleng. "Bukan, Bu. Coba lihat ini," dia menyerahkan tabletnya. "Menurut Ibu lokasi mana yang terbaik?"Eleanor Jorge mengamati isi tablet dan langsung paham maksud Ryan."Kamu benar-benar serius mau mendirikan Keluarga Pendragon di ibu kota? Sudah memilih lokasi segala?" dia memandang Ryan. "Menurutku apartemen ini sudah cukup bagus. Lingkungannya tenang, tidak ada yang mengganggu.""Ibu," Ryan menatap ibunya serius. "Sejak Ibu meninggalkan Keluarga Jorge, kita selalu dipandang rendah. Mereka menghina Ayah dan menganggapku anak haram. Bahkan Ibu pun tidak luput dari hinaan mereka.""Terkadang daripada menyingkirkan orang-orang seperti itu, lebih baik kita tunjukkan dengan tindakan nyata untuk membungkam mulut mereka!""Jika mereka begitu bangga dengan keluarganya, kita akan tunjukkan bagaimana membangun keluarga yang sesunggu