Di sana Handoko masih berusaha tetap tenang. Akan tetapi, ketika melihat sorot mata milik sang wanita, Handoko bergidik.Tatapan itu tampak tajam sekilas, namun sedetik kemudian itu jelas tak memiliki titik fokus orang pada umumnya.Ditambah lagi, dengan kesunyian di bibir mungil yang serangkai dengan air mata mengalir deras, jelas wanita di depannya tidak sedang dalam kondisi baik.Menyadari keanehan itu, dengan langkah cepat ia mendekati samping mobil bagian belakang kemudi, dan berbicara sedikit berbisik. "Tok..tok..tok"Suara kaca mobil di ketuk."Sreeeeet."Suara kaca mobil terbuka."Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal." Ucap Handoko pelan.Mendengar bisikan tersebut, Anggara masih bersikap acuh tak acuh.Baginya apapun atau siapapun di depan sana tidak ada sangkut pautnya dengan diri sendiri, lalu apa pedulinya?.Ia adalah Anggara prawira, sosok realistis tinggi dalam segi apap
*Flash back on*Waktu berlalu dengan cepat, setelah beberapa bulan pertengkaran diantara Angel dan Bagas. Pada akhirnya kasih sayang yang kuat di antara ke duanya, mampu menemukan titik penyelesaian yang baik.Angel memutuskan untuk memaafkan kesalahan sang suami, meski perkataan itu belum sepenuhnya mampu ia jalankan dengan benar.Setidaknya, ia akan mencoba untuk bersabar, serta berupaya sebaik mungkin, memberi harapan untuk cinta mereka dahulu, dengan cara memperbaiki keretakan rumah tangga mereka.Sudah hampir dua bulan ini, mereka berusaha sebaik mungkin untuk menjadi sosok lebih sabar dan memahami pasangan.Tak ada lagi perkataan saling tuding, serta tindakan melempar tanggung jawab untuk masalah beberapa waktu lalu.Bagas membuktikan dirinya dengan memblokir no telepon WIL-nya, dan juga benar-benar menyesali apa yang telah ia perbuat.Sesungguhnya, wanita yang tak lain adalah Vanesa tersebut, tak dapat di katakan sebagai WIL milik Bagas.Sebab pria tersebut memang tidak pernah m
"Ayah...Ibu, kapan datang?." Sapa Angel sembari menyeruak kedalam pelukan sang ibu mertua.Wanita paruh baya itu, telah berdiri dari duduk, dan merentangkan kedua tangan untuk menyambut tubuhnya dengan pelukan.Ia mereka adalah kedua orang tua Bagas, yang sengaja datang dari kampung halaman, setelah pria tersebut, mengakui kesalahannya beberapa hari yang lalu.Melihat sang menantu yang tampak tertekan, Hanum ibu Bagas memeluk Angel dengan erat, tanpa menjawab pertanyaan sang menantu barusan.Bukan hanya itu saja, menyaksikan kedua wanita di sana berpelukan Hartono ayah Bagas, juga ikut membaur memeluk keduanya."Kau sudah pulang...Bagus..Pulang saja, jangan pikirkan apapun." Ucap Hartono lembut, sembari mengusap kepala sang menantu.Entah mengapa begitu tubuhnya yang lelah, menerima kehangatan pelukan dari Hanumi, air mata yang ia tahan kembali meleleh.Bulir bening tersebut, seolah ingin berteriak kepda kedua orang tua di sana, dan mengadukan keburukan Bagas putra mereka.Sebagai seor
Ada sedikit kebimbangan dalam benak Bagas saat ini. Namun, perkataan sang ayah memang benar adanya.Bagaimana mungkin, ada orang lain yang berada di ruangan itu, yang bahkan leluasa mengambil gambar kejadian di malam tersebut.Bagas kembali mengingat rekaman gambar Vidio, di telepon genggam Angel. Ia memikirkan dari sudut mana pose Vidio dirinya dan Vanesa di ambil.Dan dalam sekejap saja wajah Bagas menghitam, dadanya bergemuruh hebat."Sial...sial...ternyata ini benar ulahnya. Sial...sial.."Rahang Bagas mengeras, telapak tangan itu rapat mengepal menahan kemarahan yang besar atas kebenaran yang baru ia sadari.Dengan cepat, ia meraih ponselnya di dalam saku celana, menempelkan sidik jari jempol kanan miliknya pada layar ponsel.Ia membuka deretan kontak disana, setelah menemukan apa yang di cari, jarinya bergerak membuka kembali pemblokiran pada sebuah nama kontak yang tertera di layar."Tut...Tut...Tut..." Nada ponsel menyambungkan ke suatu alamat IP seseorang. "Ceklek...Hallo..
Meskipun harus memandikan sang putra dengan air comberan, ia tidak peduli.Hanum berpikir itu sah-sah saja, karena Bagas putranya memang telah menyelam dan berenang di dalam comberan tersebut.Sementara itu, mendengar setiap detil pembicaraan ibu dan istrinya dari luar. Wajah Bagas menghitam dengan kemarahan.Dan tentu saja, itu tidak di tujukan untuk kedua orang di balik pintu, melainkan untuk sosok di luar sana.Tangan besarnya yang kokoh mengepal kuat, Bagas mengingat air mata serta kekecewaan di mata Angel beberapa waktu lalu, ketika menerima Vidio dari sosok tak di kenal.Bagas mengakui segalanya adalah kesalahan bodohnya, yang berpikir bahwa ia akan dapat mencuci segalanya, dengan pengakuan dan permintaan maaf.Ia naif sesaat, bahwa semua akan mudah bagi mereka jika mengaku dan memohon pengampunan. Namun, yang tidak ia sadari, bahwa luka itu akan selalu bersama sang istri di sepanjang hidup ini.Bagas mengacak rambut cepak rapi miliknya kasar. Pria tersebut frustasi atas kesediha
Meninggalkan kedua pria disana, dengan percakapan serius tentang usaha menyelamatkan biduk rumah tangga Bagas, dan beralih di suatu sisi tempat lain.Di sebuah rumah mewah, berlantai dua dengan gaya klasik, kokoh serta halaman yang luas, seorang wanita cantik dengan penuh kebahagiaan meraih kunci mobil di atas meja."Akhirnya kau bersedia menemui ku, lihat apa kali ini kau akan bisa menghindar?." Ucap Vanessa, sembari mengusap lembut perutnya yang rata.Vanessa Aditama Prawirya, seorang wanita modis, dengan materi kelengkapan yang berjut-jut melekat di tubuhnya, setiap kali ia berdandan.Baju, tas, sepatu, bahkan mungkin juga dalaman, semuanya adalah barang-barang ekslusif terbaik di brand-nya.Sosoknya yang tegas, cantik, ramping semakin membuatnya bersinar dengan balutan barang-barang kece bade, yang akan menggetarkan jiwa-jiwa cemburu kaum hawa di sekitarnya.Maklum, terlahir dengan sendok emas di tangan memang membuatnya semakin percaya diri.Ingin ini gesek, ingin itu gesek, tak a
Di rumah makan Palma.Vanesa yang datang lebih cepat 10 menit, tampak tengah menikmati minuman dingin yang ia pesan.Maklum dengan rasa gerogi yang ia miliki, tenggorokannya seolah jauh lebih cepat kering.Bahkan belum sepuluh menit ia duduk di sana untuk menunggu kedatangan Bagas, minuman dingin yang ia pesan telah tinggal sepertiganya saja."Kau sudah datang." Sapa nya lembut, ketika melihat sosok Bagas mendekat."Mengapa tidak memesan ruangan pribadi?." Tanya balik Bagas dengan datar, sebagai tambahan, rasa kurang puasnya untuk wanita itu.Sebenarnya tadi ketika baru datang, Vanesa hendak memesan ruangan pribadi untuk mereka.Akan tetapi, entah mengapa ia urungkan itu.Vanesa tidak tersinggung dengan perkataan Bagas barusan, ia hanya tersenyum kecil dan menjawab."Baik...kita pindah."Setelah memanggil pelayan rumah makan, dan memintanya mengatur ruangan khusus di sana, keduanya dengan dipandu pelayan tadi, menuju ruangan khusus rumah makan tersebut."Ingin memesan apa?, apa aku yang
"Mengapa kau lakukan itu?, apa tujuanmu?."Suara Bagas terdengar dalam, serta penuh penekanan.Vanesa terkejut sejenak, namun dengan cepat berusaha menghilangkan perasaan takut yang mulai hadir di hati, dan kembali berkata. "Apa lagi?, aku cemburu melihatmu begitu perhatian kepadanya."Vanesa mengakui itu tanpa menutupi sama sekali."Aku pikir semua akan baik-baik saja, selama kau memberiku sedikit perhatian, tapi Aku ingin lebih, aku menginginkan yang sama seperti dirinya."Mendengar perkataan itu, Bagas melebarkan mata tak percaya, ada kemarahan semakin membesar dalam hatinya.Kemarahan untuk sosok di depannya, dan kemarahan untuk diri sendiri. Ia menyesal telah bermain api dan telah tergoda, untuk datang ke sangkar madu Vanesa."Bukankah di awal kau tidak menyebutkannya, mengapa sekarang jadi seperti ini?." Bagas."Iya..Aku tahu semua memang salahku. Tapi kenyataannya, aku semakin menginginkanmu." Vanesa.Wajah itu berusaha dengan kuat menjadi tetap tenang, sehingga yang tersampaika