Adam Giorgio Maxine. Namanya terdengar agung bagi para bawahanya, dia Adam, seorang lelaki yang saat ini menginjak dua puluh tahun.
Sebatang kara? Tapi kaya raya, tampan sudah pasti, cerdas? Dia itu licik. Segala keburukan terlihat kontras pada diri Adam walau hanya Keburukan, tapi semua orang memujanya. Hebat.
Perayaan! Merah.. Hitam dan.. Emas adalah hal yang paling mencolok dari pesta ini.
"Permisi tuan ... Pesanan yang anda inginkan telah sampai.. " ucap Leo, si tangan kanan Adam.
"Benarkah? Kau yang terbaik Leo... Bawakan itu kemari.. Aku tak sabar melihatnya.. " Adam menghisap dalam-dalam aroma wine merah di tanganya.
Lalu, sebuah box besar seukuran manusia di dorong oleh beberapa bawahan Adam, Apa isinya? Pikir tamu-tamu undangan itu.
"Hadiahku telah tiba.. Akhirnya.. " Adam berdiri, berjalan pelan mendekati box besar itu dengan raut wajah yang tak terbaca.
'Tuk.. Tuk.. Tuk.. '
Suara nyaring terdengar saat Adam mengetuk-ngetuk box yang merupakan hadiahnya itu, dengan senyum tipis nya yang terkesan misterius.
"Ah... Di hari spesial ini, aku ingin memberikan sebuah pertunjukan gratis pada kalian semua.. Gratis.. " Adam menatap satu persatu tamu undangannya, yang ditatap justru merinding karena aura Adam yang begitu pekat.
Adam membuka box itu, lalu tersenyum licik saat melihat isinya. Tebak.... Manusia!
'Mphhh... Mphhh'
Dia terikat dengan rantai emas yang dipesan khusus oleh Adam, Emas asli... Yang, sangat... Mahal.
"Wahh.. Ternyata dia masih sadar.. " ucap Adam dengan suara terkaget tentu saja dibuat-buat.
Mereka yang diundang disana hanya mampu menahan nafasnya, melihat hal seperti itu sudah biasa bagi mereka, Yaa.. Mereka semua tahu siapa itu Adam.
'Plak'
Suara nyaring yang mampu membuatmu menutup mata, mulut dan telingamu. Adam menampar keras wajah pria dalam box itu. Tenaga Adam tak main-main, dengan badan berototnya yang mampu membuat siapun takut walau hanya berhadapan dengannya.
"Mari kita mulai permainanya... " ucap Adam menyeringai.
Semua yang ada disana diam, atmosfer disana menjadi begitu mencengkam. Tak ada seorangpun yang berbucara bahkan bernafas saja mereka sangat berhati hati. Mereka kini hanya mampu memperhatikan Adam yang fokus pada pria malang itu.
"Satu... Mata ini sangat menjijikkan! Aku akan memberikanya untuk para anjingku! "
"Kau selalu menggunakan mata ini untuk melihat para gadis pelacur di bar menari tanpa busana kan?! Cih! Rendah sekali!"
'Akghhh!! "
Berbagai macam ekspresi terpancar dari mereka, ada yang takut, mual, jijik, bahkan menangis. Hanya Adamlah yang mampu tersenyum dengan darah yang membasahi kemeja putihnya.
"Dua... Aku benci pada orang koruptor sombong sepertimu! Kau bermain dengan jabatanmu kan?"
Adam mebuka sumpalan di mulut pria itu. 'Tuan, saya mohon... Ampuni saya.. ' ucapnya dengan suara penuh kesakitan, dengan sebelah matanya yang tergeletak di lantai marmer mahal itu.
Adam menatapnya datar, seolah enggan mendengar apapun yang keluar dari mulut pria itu.
"Kau tahu... Aku tak suka saat ada yang menggangu pertunjukanku... Dan kau... Berani sekali... " Adam mengambil sebilah pisau indah berbahan perak di samping mejanya, lalu,
'Srek'
'Arghh'
Darah segar mengalir dari leher si pria malang itu, Adam menarik pita suaranya langsung dengan tanganya dengan raut wajah tanpa ekspresi. Pria itu menangis, darah dan airmatanya menjadi satu. Jika bisa lebih baik mati saja, daripada harus mendapatkan siksaan melebihi neraka dari Adam.
Adam memang seorang psycho! Dia benci para tikus tikus itu. Dia membenci segala hal rendah yang dilakukan oleh manusia rendahan seperti mereka.
"Wah! Aku senang melihatmu menangis.. Sangat.. Indah.. Airmatamu.. Dan.. Darah itu, sangat, sangat memikat! " ucap Adam memainkan pisau di tanganya.
Tak ada yang menghentikan Adam, semuanya bungkam. Mereka terlalu takut walau hanya memanggil nama Adam dan mengatakan untuk mengakhiri pemderitaan si pria malang itu.
"Ah, aku sampai melupakan pertunjukanku.. Mari.. Kita buat kau semakin sempurna dengan senyuman.. "
'Brett'
Adam menarik ujung pisaunya dari sudut bibir pria yang masih menangis darah itu garis yang panjang... Dan.. Dalam. Rahang merah muda bercampur darah terlihat sudah.
Pria mlang ity semakin menangis, sungguh demi apapun, mati tertembak jauh lebih baik, daripada tersisksa perlahan seperti ini.
"Yang ketiga dan terakhir... Aku mau jantungmu.. " Adam tertawa dengan mengerikan.
'Argh! '
Suara tercekat dan sedikit lirih keluar dari pria malang itu, hembus nafas terakhirnya hilang sudah. Ia tewas melepaskan rasa sakit sesaat setelah Adam menusuk jantungnya.
"Berikan itu pada Stanly! " Adam melempar jantung basah di tanganya pada Leo, dengan sigap Leo menangkap jantung itu, dengan tangan yang bergetar ia membawa jantung itu pada Stanly yang terikat di pojok ruangan ini. Stanly.. Srigala peliharaan Adam.
Adam menatap pria yang telah menjadi jasad itu dengan senyuman tipis.
"Yang ketiga belas... " ucapnya lirih.
"Dengar ini... " Adam menatap satu persatu dari mereka yang berada disana.
Mereka menunduk, sangat takut untuk bersitatap dengan Adam. Adam bak dewa kematian kini.
"Ini salahnya, dia menjijikan. Dia berkhianat! Dan kalian harus tanamkan iniz aku membenci sampah rendahan sepertinya. Jadi..." Adan mendekati seorang wanita dengan gaun merah menyala yang sangat terbuka, menampilkan payudara implan miliknya yang begitu terlihat mejijikan bagi Adam.
"Jika kalian ingin bekerja padaku, singkirkan segala hal rendah itu dari hadapanku!" Adam menunjuk payudara su wanita itu dengan matanya.
"Itu menjijikan! Rendahan!" ucap Adam sarkas di hadapan wanita minim pakaian itu. Sedangkan si wanita hanya bisa diam dan menunduk serta berusaha untuk menutupi payudaranya dengan rambut blonde miliknya.
"Sopanlah! Maka kalian akan selamat bekerja padaku!" ucap Adam lantang dan kemudian melemparkan sekantong koin emas begitu saja.
"Upah kalian bulan ini! Kalian semua kupecat!" ucap Adam singkat dan dingin.
Ya.. Ini adalah pesta.. Pesta penyiksaan dan pesta pemecataan orang orang rendahan seperti mereka.
Adam berlalu meninggalkan ruangan, darah menetes dari tanganya, menyisahkan ribuan jejak tetesan di lantai.
Menaiki tangga yang gelap lalu hilang di ujung lorong. Semua tamu menatapnya tanpa berkedip, mereka menyadari jika kini tak akan lagi bisa bekerja dan mendapatkan uang dari Adam yang kaya raya itu.
"Sialan! Tunggu saja nanti.. Tuan Adam!" batin salah seorang disana dengan penuh kebencian.
Di kamarnya, ruanganya yang temaram berhiaskan lilin-lilin yang mulai meleleh, Adam berdiri di hadapan sebuah lukisan besar.
"Eva.. Sudah tiga belas tahun.. " Adam menatap sosok gadis mungil cantik pada lukisanya, gadis dengan rambut coklat bergelombang, bergaun merah usang, dan bekas luka memanjang di mata kirinya.. Eva.
"Eva, aku tak akan berhenti sebelum kau kembali.. Kembali dan bersamaku.. Selamanya.. "
"Eva.. Segera setelah ini.. Kau hanya akan melihatku, bersamaku.. Hanya kita.. Selamanya.. "
"Aku pasti akan menemukanmu... My Eva.." gumam Adam lirih di depan lukisan Eva. Dia menangis lirih di hadapan lukisan gadisnya itu. Sungguh.. Hanya Eva seorang yang mampu membuat Adam meneteskan airmatanya.
Adam mengulang-ulang kalimat yang sama, tampak seperti seorang yang benar -benar terobsesi pada sesuatu.
"Eva... Eva.. Eva.. "
"Kau hanya tercipta untukku.. Adam dan Eva.. "
"Hanya untuku.. " Adam mengecup dalam lukisan Eva.
*=*=*=*=*=*=*=
Gimana? Ada yang udah benci ke Adam??
-Obsessive Psychotic Man-Vote+Comment = Next
See yaa!!♡
Happy Reading! ♡*-*-*-*-*-*-*-Hiruk piruk keramaian di kota besar adalah hal biasa bagi seorang gadis yatim piatu yang kini tengah bekerja keras menjajakan jualanya.Dia.. Eva. Evalina Wilson. Gadis yatim piatu yang mengadu nasib sebatang kara di keramain kota. Dia si cantik dan sederhana dengan segudang bakat yang menganggumkan."Mari.. Kue beras, cupcake, mari.. " dia berdiri di stan tempatnya berjualan, dia berteriak sehingga orang yang berjalan di sekitarnya tertarik dan ingin membeli salah satu dari dagangannya.Syukurlah, ia cukup terkenal disini, banyak pelanggan yang jatuh hati dengan rasa kue buatanya.Dia baik, cantik dan ramah hampir semua pelangganya bahkan jatuh hati bukan hanya pada rasa kezat kue buatan Eva, tapi juga paras Eva yang bak dewi."Wah.. Nak Eva.. Sudah hampir habis nih.. Bibi mau cheesecake nya ya.. " uja
Pagi yang cerah membuat sebagian orang merasa bahagia, tapi tidak dengan Adam. Ia sangat membenci suasana yang cerah dan panas. Memuakan.Semua orang hanya akan mendatangimu jika kau diperlukan.. Itu yang Adam pikirkan. Tak ada yang benar benar tulus dalam segala hal."Tapi tidak denganmu.. Eva.. Evaku adalah yang paling tulus.. " gumam Adam seraya meminum teh chamomile , di belakang mansionya yang menampilakan pemandangan penuh hamparan bunga lavender.Lavender.. Padang lavender bahkan Adam membuat nya begitu indah hanya demi mengenang Evanya.. Eva adalah lavender yang begitu menenangkan bagi Adam."Eva.. Bahkan sekarang aku memiliki lavender itu.. Aku akan mewujudkan segala keinginanmu.. Eva.. " Adam memejamkan matanya menikmati desiran memori lama yang membara tentang Eva.-Flashback On-Dua anak kecil terlihat begitu bahagia, tawa sederhan
Senja menjadi saksi antara Adam dan Eva, mereka menumpahkan segala rasa rindu dalam pelukan tanpa kaca. Eva yang sama sekali tak menyangka akan bertemu dengan Adam di sini. Dan Adam yang begitu terkejut menyadari Evanya ada di mansion miliknya.Awalnya Adam sedikit tak mengenali Eva, awalnya ia kira gadis yang sedang membelai lavendernya adalah salah satu pelayan, namun.. Saat Adam menyadari tatapan mata Eva. Dia yakin dan tak akan pernah salah untuk mengenali Eva.. Teman kecilnya.. Cintanya.. Eva miliknya.."Hiks.. Adam..kau.. Aku tak menyangka.. " tangis Eva yang sedari tadi di pelukan Adam."Eva.. My Eva.. Akhirnya.. " Adam mempererat pelukanya. Sungguh ia begitu merindukan gadis kecilnya itu. Berkali kali Adam menyesap harum rambut Eva yang berbaur dengan lavender.Adam menatap Eva, menatap bagaimana mata sayu itu memerah karena tangis. Tanganya secara perlahan menghapus jejak airmata di wajah manis Ev
"Bibi.. Apa Eva belum pulang? Sedari tadi aku menghubunginya tapi tak tersambung.. ""Bibi juga tak melihatnya sedari tadi Rean, bibi pikir Eva sedang bersamamu mengigat sekarang hari libur.. ""Tidak bi.. Astaga dia dimana? Sekarang sudah larut.. "Si pria bernama Rean, ya... Dia adalah tunangan yang Eva maksud. Pria baik, sederhana, dan penyayang itulah Rean.Sedari sore Rean mencari Eva mengelilingi tempat yang sering didatangi Eva, namun tak sama sekali ia menemukan keberadaan Eva. Ditambah lagi Eva yang tak bisa dihubungi, Rean sangat khawatir akan keadaan gadis tunangannya itu."Rean.. Apa kau sudah mencari ke tempat Armita? Siapa tahu Eva mengibap disana.. " usul nenek Rene, seorang wanita tua yang tinggal di sebelah kontrakan sederhana Eva."Ah.. Kau benar bi.. Aku akan mencoba menemui Armita.. Terimakasih sarannya bi.. Aku pergi dulu.. "Lal
Di sana, di sebuah ranjang yang nampak sangat nyaman, Adam memeluk Eva dengan penuh rasa."Eugnhh.. " Eva mulai membuka matanya, rasanya ia tertidur begitu nyenyak.Eva menelisik dan menemukan Adam disebelahnya tertidur damai dengan tangannya memelul pinggang Eva penuh kepemilikan. Eva bersemu malu, sungguh Eva tak suka berdusta, tapi,"Adam tampan sekali.. " gumam Eva mengamati wajah Adam, lalu tanpa Eva sadari, sedari tadi Adam sudah terbangum.'Cup'"Adam! " rajuk Eva kaget, pasalnya Adam tanpa permisi mengecup bibirnya bahkan dengan mata yang masih tertutup.Kecupan ringan yang sedikit renyah. Ah.. Sebut saja frenchkiss"Kau.. ""Kau manis Eva.. Sangat manis.. " Adam membuka matanya, dan kini jarak diantara mereka sudah kandas, bahkan hidung mereka bersentuhan.Eva dapat dengan jelas melihat bagaimana rupawanya seorang
"Eva!! " panggil seseorang dari belakang Adam dan Eva."Siapa? " ucap Eva lirih sambil menatap wajah orang itu."Aku Rean.. Tunanganmu.. "'Deg'"Rean? " beo Eva binggung, lantas bangkit dan mengamati Rean.Adam mengepalkan jarinya, ini di luar perkiraan. Ia tak menyangka akan ada orang yang mengenal bahkan mengatakan jika dia adalah tunangan Eva?! Hell no!! Eva akan selalu menjadi milik Adam."Eva.. Kau kemana saja? Aku mencarimu semenjak tiga hari yang lalu.. Eva.. " Rean mendekati Eva yang menatapnya penuh tanya.'Grep'Rean memeluk Eva secara reflek, baru satu detik Adam sudah menendang keras tulang kering Rean hingga membuat Rean jatuh ke tanah dan meringis kesakitan."Akkhsss""Rean" Amrita mendekati Rean dan membantu temanya itu.Amrita mema
"Bi, aku akan membantumu... " Eva saat ini sedang berada di dapur mansion itu dengan niat ingin membantu Helen dan pelayan lain menyiapkan makan malam."Eva, tak perlu... Kami akan mengerjakanya.." tolak Helen secara lembut, bukan apa-apa, mereka hanya takut jika Eva tergores pisau, atau terciprat minyak panas saat membantu mereka di dapur, bisa-bisa Adam akan mencambuk mereka satu-persatu."Ayolah bi, aku sangat bosan... Aku juga akan memasak saja bersama kalian.. ""Tapi tuan Adam akan marah nanti.." celetuk salah seorang pelayan muda disana."Kalian tenang saja, aku nanti akan berbicara pada Adam. Lagipula aku kan calon istri Adam, aku harus memasak untuknya" senyum Eva secerah matahari p
Happy Reading!!♡♡♡♡♡♡♡"Bibi.. Hisk, Adam bi.. " Eva menangis, ia merasa bersalah pada Adam. Masakanya membuat Adam terluka seperti ini."Hisk.. Aku membuat Adam sakit karena makanan itu.. Bibi.. Adam ..hiskk" tangis Eva tak kunjung henti sedari tadi.Helen tak bisa berbuat apapun, ia memeluk Eva dan mencoba menenangkan gadis muda itu, 'Eva ini bukan salahmu, dokter sedang memeriksa tuan Adam, dia akan baik-baik saja' ucap Helen meyakinkan.'Cklek'Pintu kamar Adam terbuka, seorang dokter muda keluar dari sana, 'dok, bagaimana kondisi Adam?' Eva langsung bertanya dengan penuh kekhawatiran."Tuan Adam bukanlah orang yang lemah, ia tentu baik-baik saja.. Kau tenang saja" ucap si dokter muda tadi-- Smith."Ah.. Syukurlah..." Eva mengelus dadanya dan bernafas lega.Ia merasa sa