"Kenapa kamu diam, Zea? Berarti benar kan apa yang Mas Rama katakan?" tanyaku akhirnya pada Zea. "Apaan sih, Mbak Anin? Ikut campur aja deh urusan orang!" ketus Zea. Aku menatapnya sinis. Namun, tidak dengan mas Rama, dia tampak tidak suka dengan jawaban Zea."Hei Zea! Anin ini istriku! Istri sah secara agama dan negara! Jadi yang berhubungan denganku maka berhubungan juga dengannya. Paham kamu!" harfik mas Rama. "Sudahlah Rama, Mami rasa kalian hanya salah paham saja. Iya kan Zea? Mana mungkinlah seorang gadis baik-baik dancantik seperti Zea melakukan perbuatan hina seperti itu. Bukankah begitu Zea?" tanya ibu mertuaku sembari menatap pada Zea dan bergantian menatap ke arah kami. Zea dengan cepat mengangguk dan kembali berkata dengan percaya dirinya yang tinggi. "Tentu saja aku tidak akan melakukan itu, Mi, ini pasti bisa-bisa nya saja si Mbak Anin. Dia pasti iri karena Mami jauh lebih menyayangiku ketimbang dirinya," ucap Zea dengan pongahnya. Aku merasa tidak terima lantas aku
kini aku dapat tersenyum lega, sebab ponselku benar-benar berada di tangan mami. Zea terus saja meronta lantaran tangannya masih dicekal oleh mas Rama. "Mi jangan pernah percaya sama apa yng mereka berikan pada Mami! Mereka hanya ingin mengadu domba kita saja, Mi! Mas lepaskan aku! Akan kuberi pelajaran buat istrimu yang mandul itu!" pekik Zea sudah seperti orang kesetanan. Dapat kulihat wajah mami kini berubah menjadi pias. Warna kulitnya yang putih kini menjadi memerah mungkin saja karena malu atau marah karena video yang aku tunjukkan pada mami. Mata mami membulat sempurna melihat adegan demi adegan yang diputar di ponselku. Seketika saja mami secara tiba-tiba berjalan dengan cepat menuju kamar mandi dan dapat kudengar sura mami persis seperti orang sedang muntah-muntah. Apakah mami mual saat melihat video tak senonoh dari Zea dan rekan mainnya di ranjang? Entahlah, itu hanya mami yang tahu dan hanya mami yang rasakan. Karena aku pribadi sendiri pun sedikit mual karena melihat
POV Zea"Duduk di belakang atau kau pulang dengan berjalan kaki!"Dengan brutal perempuan sialan itu mendorongku. Untung saja tidak ada bagian tubuh yang kena luka serius. Kalau sampai kejadian demikian, aku tuntut si nenek lampir. Benar-benar perempuan titisan Dajjal. "Cepat duduk di belakang. Jangan buang-buang waktu kami!" sentak Rama. Dia meluapkan semua emosinya kepadaku. Emosi membara di hati. Ingin rasanya aku cekik nenek lampir itu. Namun, aku harus tenang. Jangan ceroboh menghadapi semua ini. Aku sudah kebobolan satu langkah. Akibat tidak hati-hati, kelakuan nekatku ketahuan mereka. Memang apes sekali hidupku. Lihat saja, seorang Z3a tidak akan menyerah begitu saja. "Bagus. Gitu dong dari tadi. Akui kekalahanmu," ujar Anin tersenyum penuh kemenangan. Bibirku melengkungkan senyum sinis. Mau tak mau, kali ini harus mengalah. Bukan karena takut menghadapi Mak lampir. Akan tetapi, saat ini, tak ada pilihan lain. Mereka berdua harus mengantarkanku ke rumah. Setidaknya, jika di
Rencana licik Zea"Tugas apaan, Ze? lu mau gua jual ke mucikari lagi, hahaha?""Eh, sialan mulut lu. Gak butuh gua kaya gitu. Duit gua dah banyak. Lu harus meneror seseorang.""Hah? neror siapa?" "Nanti malem gue jelasin rencananya. Temuin gua di tempat biasa.""Oke siap." Sambungan telepon langsung aku matikan. Malas berlama-lama menelepon Reno. Otak pria itu mirip tong sampah. Isinya busuk semua. Sembarangan sekali merekomendasikan mucikari untukku. Dia pikir aku semurah itu? tentu tidak. Aku bukan wanita penghibur biasa. Kelas tinggi. Hanya tertarik dengan pria berdompet tebal saja. Tak mau terikat dengan komplotan germo. Tidak menguntungkan. "Zea, buka pintunya. Mamah harus bicara."Mamah menggedor pintu sangat kencang. Perempuan tua itu pasti belum puas memarahiku. Kalau soal uang saja, selalu gerak cepat. Harusnya dia juga tahu, bahwa anaknya memiliki pemikiran yang sama. Aku tak akan membiarkan Rama lepas begitu saja. "Mau bicara apa, Mah? Zesa capek mau tidur, nanti saja."
[Cepetan, Ze. Kunci sudah di gua. Gak usah dandan cantik-cantik lu. Nanti juga lu bakal buka baju.]Sialan pria itu. Dasar kepala preman tidak punya otak. Aku membayar dia untuk mengawasi gerak gerik Mas Rama. Bukan untuk mengkritikku. Sebelum pria itu mengeluarkan seisi kebun binatang, aku bergegas menuju hotel Mas Rama. Aku juga tak mau rencana yang sudah disusun rapi ini malah gagal. Maka, sebisa mungkin, diriku harus tepat waktu. "Mana kuncinya?" tanyaku sesudah sampai di parkiran. Aku sengaja masuk ke dalam mobilnya. Agar tidak ada yang mencurigai gerak-gerik kami. "Nih, gua bakal jaga dari luar. Lu bisa 'kan sendirian di kamar itu? atau harus gua bantu video kelakuan mesum lu nanti?""Sialan. Gua bisa sendiri. Lu cukup ngamanin dari luar." Reno hanya merespon dengan anggukan. "Oh, iya, gimana caranya lu dapetin kunci cadangan ini?""Gampang. Gua bilang aja lu istri Si Rama. Nunjukin foto pernikahan kalian, dan bilang kalau lu mau ngasih surprise sama Si Rama. Ditambah uang p
Mataku membulat sempurna. Aku benar-benar yakin tadi paket itu berserakan di lantai halaman depan. Namun, sekarang paketnya sudah digantikan dengan sebuah boneka. "Tapi ... tadi ... isi paketnya bukan itu, Pak. Tadi ada di sini. Potongan jari manusia. Saya gak bohong, Pak.""Orang gak ada apa-apa, Mbak Anin. Kayaknya Mbak kurang tidur, hanya halusinasi. Banyak-banyak minum, Mbak biar psikisnya tetap sehat," ujar Bu RT seakan menyindirku. Wajahnya menelisik ke arahku. Seakan mengira kalau aku kena gangguan mental. "Tadi paketnya ada di sini, Bu, Pak. Saya benar-benar melihat dengan mata kepala sendiri. Tidak halusinasi. Paketnya benar-benar ada.""Sudah Mbak Anin. Lebih baik Mbak istirahat. Saya dan istri pamit balik lagi ke rumah. Kalau Mbak butuh apa-apa, silakan datang lagi saja ke rumah.""Tapi pastikan dulu, yah, Mbak Anin. Biar gak tipu-tipu kaya gini. Saya udah kaget, eh, ternyata cuman boneka kaya gini. Anak saya saja suka boneka. Masa Mbak ketakutan cuman gegara boneka.""Su
"Dasar pria bajingan!" teriakku membanting bantal dan guling. Semua barang yang ada di kamar menjadi sasaran amarah. Hatiku remuk redam. Tak menyangka suamiku bisa berbuat demikian. Dia bilang dijebak, dia pikir aku bodoh bisa percaya begitu saja? kalau yang dikirim orang misterius itu berbentuk file foto, mungkin aku masih bisa percaya alasan Mas Rama. Foto bisa diedit dan di akali supaya mirip. Namun, tidak dengan video. Rekaman itu benar-benar asli wajah suamiku dengan mantan maduku. Gila Mas Rama. Jangan-jangan selama ini dia juga berbohong. Bilang kalau tak pernah menyentuh Zea. Namun, bisa saja di belakangku main kuda-kudaan dengan pelacur itu. Dasar pria brengsek."Tega kamu, Mas ...."Napasku berderu tak karuan. Akibat menahan kekesalan dan amarah yang membludak. Tumpah ruah bagai banjir bandang. Istri mana yang tak sakit hatinya menyaksikan adegan perzinahan suaminya dengan pelacur? pasti semua perempuan akan terluka. Hatinya hancur lebur bagai sebuah kertas yang dilahap Ap
"Apa! Zea kabur?" tanya Mas Rama kaget. Begitu pula denganku. Ke mana perempuan titisan Dajjal itu. Dia pasti sengaja tak mau menemui kami berdua."Iya. Jangan ganggu keluarga saya lagi!" teriak Mamahnya Zea sambil menutup pintu sangat keras."Buka pintunya Tante. Saya belum selesai bicara," teriakku terus menggedor pintu. "Percuma, Nin. Pasti Zea sengaja kabur. Dasar perempuan gila. Lebih baik kita pulang dulu, untuk memikirkan cara agar perempuan gila itu keluar dari tempat persembunyiannya."Aku tak menanggapi ucapan Mas Rama. Berjalan menuju mobil. Berusaha menegakkan emosi jiwa. Aku harus tenang. Agar masalah ini menemukan titik terang. "Kita coba cari Zea di tempat nongkrong atau di mana gitu. Tempat yang biasa dia kunjungi."Mobil segera di arahkan menuju tempat yang biasa dikunjungi Zea. Hanya sebagian kecil saja tempat yang aku ketahui. Hasilnya, sampai sore tetap saja kami tidak menemukan keberadaan Zea. Aku dan Mas Rama memilih pulang ke rumah. Biarkan saja kalau perempua