“Di mana Boss kalian? Kembalikan semua uangku, kembalikan!”
Seorang pria paruh baya tengah mengamuk di tengah-tengah keramaian, ia mengancam dengan pisau dan juga jerigen 30 liter berisi bensin yang ia pegang di tangan kirinya. Ia berteriak tanpa henti seperti orang yang terkena gangguan jiwa.
“Carrington, tunjukkan mukamu! Bajingan sialan, kembalikan semua uangku! Kau penipu, Carrington.”
Orang-orang mencoba melerainya tetapi satu pun tidak ada yang berhasil. Pria paruh baya itu terus berteriak marah sambil mengayunkan pisaunya dan jerigen bensin berukuran 30 liter yang ia pegang. Beberapa orang dari divisi keamaan juga mencoba melerai, namun selalu saja gagal karena pria tua itu menyiram mereka dengan bensin dan mengancam akan membakar mereka jika berani mendekat.
“Waah, kau membuat keributan di sini dan membuat karyawan-karyawanku tidak bisa bekerja, tuan Hong.”
Sebuah suara terdengar dari lantai dua. Dari balik batas teralis besi itu Joshua menampilkan dirinya. Matanya menggelap, giginya saling beradu, tangannya menggenggam gagang teralis itu kuat sampai-sampai urat tangannya menyembul kepermukaan.
“Carrington, bajingan. Kau penipu, kembalikan semua uangku atau ku bakar pabrik sialan ini.” Pria paruh baya itu berteriak ke arah Joshua dengan penuh emosi.
“Penipu?” Joshua bertingkah seperti tidak menipu siapapun, ia berlagak seperti orang yang tidak memiliki kesalahan. Nyatanya memang seperti itu.
“Jangan pura-pura lupa, kau, sialan. Kau mengambil semua uangku dan membuatku miskin seperti ini. Kau kira aku tidak tau akal bulusmu itu? Bajingan cilik, kau sama saja seperti ayahmu, penipu.” Pria paruh baya itu meludah ke lantai saat setelah ia mengucapkan kalimat terakhir dari mulutnya.
Joshua menggenggam gagang teralis besi yang ada di hadapannya itu kuat. Ia mengepal tinjunya, giginya beradu sampai mengeluarkan suara gemeretak yang kuat. Ia menyeringai bak iblis, matanya yang tajam tidak lekang memperhatikan mangsanya.
“Uang?” Joshua menyeringai, ia melipat kedua tangan di dada lalu menatap hina kearah tuan Hong.
“Apa yang kau maksud itu adalah dana korupsi yang sudah kau lakukan selama 15 tahun di pabrik ini, Semua aset yang kau pindah tangan sesuka jidatmu itu, lalu anggaran pabrik yang selalu kau potong tanpa izin dariku?” Seringaian di bibir Joshua semakin lebar, senang sekali melihat mangsanya tersulut api emosi.
Tatapan tajam, seringaian licik, lalu lisan yang tajam mampu membuat pria paruh baya itu terdiam di tempatnya dengan mengepal tinjunya sekuat mungkin. Tubuh tuan Hong bergetar, puncak emosi di dalam tubuhnya sudah tidak bisa ia kontrol lagi. Semua penuturan dari mulut licik Joshua membuat bulu kuduknya merinding.
“Uang itu milikku, pak tua tidak tau diri. Siapa yang kau katai bajingan? Seharusnya kau berkaca terlebih dahulu.” Joshua menatap tajam kearah pria paruh baya itu. Ia lalu tertawa seperti orang sakit jiwa, ia mencemooh tuan Hong melalui tawanya.
Tuan Hong benar-benar benci dengan suara tawa merendakan milik Joshua yang terus-terusan bernyanyi di telinganya. Raut wajah tuan Hong berubah menggelap, ia mendapat dorongan kuat untuk melakukan aksinya—membakar pabrik, “Mati… mati saja kalian semua!”
Pria paruh baya itu langsung menyiram bensin yang ia pegang ke seluruh tempat, tak jauh dari jangkauannya. Namun tempat itu merupakan kawasan yang mudah terbakar. Banyak bahan-bahan dasar peledak di sana, namun Joshua sama sekali tidak khawatir akan hal itu. Ia terus mengamati pergerakan tuan Hong dengan seringaian di bibir.
“Kembalikan, atau aku bakar tempat ini.” Ia kembali mengancam.
Tuan Hong menarik pematik korek dan membiarkannya menyala. Ia meluruskan tangan kanannya, matanya menatap ke atas, di mana Joshua berada. Tuan Hong menggeram erat korek itu, seluruh urat di tubuhnya timbul karena emosi yang sudah tidak terbendung lagi.
Joshua memijat dahinya pelan, sudah lelah dengan orang-orang keras kepala seperti tuan Hong ini. Tidak tau terima kasih dan malah membuat masalah. Jika tau tuan Hong akan seperti ini, seharusnya Joshua menghabisinya saja.
“Kalian, sia-sia bekerja untuk orang ini. Dia hanya mementingkan dirinya sendiri, bajingan tengkik, tidak punya rasa empati, monster.”
Mata Joshua memicing ketika mendengar kata ‘monster' yang keluar dari mulut tuan Hong. Giginya kembali beradu, rahangnya mengeras, dan tinjunya semakin kuat mengepal. Seringaian di bibirnya bukan lagi ia tunjukkan untuk menekan mangsanya, melainkan seringaian untuk menyerang.
“Monster,” bisik Joshua.
“Monster, seharusnya ibu tidak melahirkanmu.” Joshua mengeryitkan dahinya, suara aneh itu sekilas berbisik di telinganya.
“Kembalikan uangku!” pria paruh baya itu masih berteriak di bawah sana sambil memegang korek yang sudah menyala, tinggal ia lempar dan tempat ini akan langsung tersulut api.
Joshua geram, ia melompat dari lantai atas ke bawah. Kakinya yang sekuat besi itu menendang tangan tuan Hong sehingga korek yang tuan Hong pegang terjatuh ke permukaan yang terkena bensin.
Api menyala, begitu juga api emosi di dada Joshua. Tidak pandang sekitar, Joshua kalap. Ia menghajar tuan Hong membabi buta sampai pria tua itu tidak sanggup lagi untuk sekedar menompang badan dengan lutut.
“Mati kau, mati!” Joshua mengutuk tuan Hong, tinjunya terus memukul wajah pria paruh baya itu tanpa henti. Seringaian mengerikan terlukis jelas di wajahnya yang sudah ternodai oleh darah segar milik tuan Hong, terlihat seperti monster yang mengerikan.
“M-M-Monster.” Bibir tuan Hong berucap pelan sebelum ia menutup mata dan menghembuskan napas terakhirnya.
Seperti sampah, Joshua melempar tubuh tuan Hong ke lantai, “Tidak berguna.”
Joshua menginjak dada tuan Hong dengan kaki kanan, lalu pergi meninggalkan tuan Hong yang sedikit lagi akan dilahap api. Joshua sama sekali tidak mau tau bagaimana nasib tuan Hong di sana, hidup atau mati.
Di tengah orang-orang yang sibuk dengan kebakaran di pabrik, Joshua malah berjalan santai dengan menyalakan sebatang rokok lalu menghisapnya dalam, mulutnya dengan sangat santai menghembuskan asap ke udara. Acuh, itulah Joshua, setelah membereskan mangsanya, ia akan bertindak seperti tidak terjadi apa-apa dan pergi tanpa berpamitan.
Mobil Joshua melaju cepat membelah jalan. Tatapan dingin nan bengis itu tidak pernah lekang dari wajah tampannya. Mata tajam seolah mampu menguliti siapa saja yang lancang melihatnya.
Atensi Joshua terganggu saat dengung ponselnya. Tangannya yang menganggur ia gunakan untuk menggeser tombol hijau yang ada di layar ponselnya, panggilan masuk dari tuan tangan kanan, Elliot.
“Maaf tuan, saya mendapat kabar dari para maid, Nona kabur dari mansion.”
Rangang Joshua mengeras seketika mendengar kabar dari tangan kanannya. Ia langsung memutar setirnya, berjalan berlawanan arah menuju mansionnya.
“Bodoh,” Joshua mengumpat, “Bukannya aku suruh kau untuk menjaganya hari ini?!” Suara Joshua meninggi.
“Maafkan saya, Tuan.” Tuan tangan kanan tidak memberikan pembelaan apapun, karena itu akan menjadi umpan kemarahan Joshua.
“Cari dia sampai dapat! aku tidak peduli, mau hidup atau mati.”
Tangan Joshua mencengram kemudi kuat, urat-uratnya menyembul kepermukaan kulit. Beberapa kali ia memukul stirnya dan mengumpat dengan kata-kata kasar.
Saat sampai di mansionnya, Kaki Joshua menendang pintu dengan kuat. Ia masuk ke dalam ruangannya dengan perasaan marah yang berapi-api, tangannya tidak berhenti meninju meja berbahan dasar kayu itu untuk melampiaskan amarahnya.
“Jalang sialan, mati kau di tanganku.” Joshua merutuk, matanya menatap tajam, emosinya tidak dapat ia kendalikan.
“Aaakh, ampun, saya tidak ada niat untuk kabur, maafkan saya.”
Dari lorong Joshua mendengar suara Karina yang berteriak meminta mengampunan dari para algojonya. Tubuhnya diseret paksa masuk ke dalam ruangan Joshua.
Tubuh Joshua langsung berbalik ketika mendengar suara benda jatuh di lantai. Tatapan mata murka, bibir yang terus bergumam kata-kata kasar, serta tinju yang mengepal sempurna. Mata itu seolah menghardik Karina, ia melihat Karina tengah tersungkur di hadapannya dengan penampilan yang acak-acakan, banyak luka di sekujur tubuh, air mata yang mengalir deras membasahi pipinya, serta tatapan yang memelas.
“Tuan, saya tidak kabur, saya, tidak,” ucapan Karina terpotong, rambutnya dijambak sampai kepalanya mendongak menghadap ke wajah Joshua.
“Kau rubah licik. Sengaja bersikap baik lalu menusukku seperti ini. Apa tantemu mengajarimu seperti itu, Nona?” Suara bariton itu terdengar sangat dingin di telinga Karina. Sekujur tubuhnya merinding hebat.
Karina menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia mengusap kedua telapak tangannya kepada Joshua, “Saya benar-benar tidak ada niat untuk melarikan diri, Tuan. Saya hanya—hanya,”
Joshua menaikkan satu alisnya, “Hanya apa?”
“akhh—sakit, Tuan.”
Joshua semakin kuat menjambak rambut Karina, wajah bengis itu membuat tubuh Karina mengigil saat melihatnya. Sorot mata tajam itu terus mengitimidasi Karina, ia merasa sangat takut dan berada di bawah telapak kaki Joshua. Sangat mudah untuk diinjak dan dihancurkan, ia lemah dan tidak punya kuasa sama sekali.
“Bicara dengan benar, sialan!” Suara Joshua meninggi, bahu Karina langsung bergidik, ia menutup kedua matanya rapat-rapat, memegang kepalanya dengan kedua tangan yang tidak berhenti gemetar.
“Saya hanya disuruh, saya tidak ada maksud untuk melarikan diri, Tuan.” Suara Karina bergetar, telapak tangannya masih terus ia usap, memohon belas kasih dari sang tuan.
“Kau kira aku akan percaya? Penipu, rubah licik!”
Joshua mendorong tubuh Karina. Tubuh ringkih itu tersungkur di lantai, gemetar, menangis, perasaan takut mendominasi. Joshua melepaskan sabuknya dan langsung melibas tubuh Karina tanpa ampun, terlihat bola matanya yang menggelap itu, tangan yang menggenggam sabuk dengan erat, lalu caranya mengayunkan sabuk itu tanpa ada rasa empati di sorot matanya.
“Bad kitten!”
Cambukan itu terus Karina dapat di punggungnya, sangat sakit. Gadis itu hanya mampu meringkuk, menangis dan terus meminta ampun pada sang majikan. Namun, Joshua tidak mau menghentikan kegiatan mencambuknya.
“Kau membuatku murka, sialan!”
“Akhh, Tuan, ampun.”
“Tidak mendengarkanku, itu sama saja meminta nyawamu dihabisi, sialan.” Joshua terus mencambuk, nada bicaranya semakin meninggi, ia tidak pandang bulu, menghukum Karina sesuai dengan hukum yang ia ciptakan di depan para algojonya.
Tubuh Karina melemah, tangan yang saling mengusap itu sekarang terkulai tidak berdaya di lantai. Suara Karina semakin melemah, ia kehilangan arah pikirannya, pandangannya yang semula jelas kini perlahan mengabur dan hilang.
Puas dengan hukuman yang ia berikan, Joshua akhirnya berhenti. Ia menatap bengis ke arah Karina yang sudah terbaring lemah di lantai, seperti seekor binatang buas yang puas akan buruannya. Ia berjongkok dan memeriksa kondisi Karina. Tidak mati, hanya lemas saja. Joshua kembali menjambak rambut Karina kuat, bibir Joshua menyeringai melihat betapa menyedihkannya ekspresi itu.
“Masih mau kabur?” tanya Joshua dengan seringaian di bibirnya.
Karina dengan susah payah menggerakkan lehernya untuk menggeleng. Ia tidak bisa membuka suara sedikitpun, tangannya gemetar bukan main. Joshua adalah manusia terkejam yang pernah Karina temui setelah tantenya.
Semua manusia yang ia temui di sepanjang hidupnya mempunyai sifat yang sama. Mereka kejam, tidak memiliki belas kasih, suka menindas mereka yang lemah, serta memainkan kekuasaan yang mereka punya. Yang baik di dunia ini hanyalah kedua orangtuanya. Tetapi, orang baik itu sudah tidak ada di dunia ini dan Karina tinggal sendirian di dunia yang teramat kejam dan hina ini.
“Good kitten.” Joshua membelai pipi Karina lembut, “Tidak ada yang bisa kabur dariku, tidak terkecuali, kau, Nona Elizabeth.” Joshua menekan di setiap kata yang ia ucapkan, sangat mengerikan, dan menusuk. Tubuh Karina langsung mengigil ketika mendengarnya.
“Maafkan saya, Tuan.” Karina susah payah mengucapkan kalimat itu, “Saya akan mematuhi semua perintah Tuan, ampuni saya, Tuan.” Ia mengakhiri kalimatnya, setelah itu terkulai lemas dan kesadarannya perlahan menghilang.
Patuh adalah kata utama yang membuat Joshua senang. Ia senang semua orang patuh akan perintahnya, mengikuti semua aturan yang ia buat, dan tidak melanggarnya untuk kepentingan diri sendiri. Penjahat kejam, berhati dingin, Joshua Rionard Carrington.
“Sudah seharusnya seperti itu, kitten.”
Joshua mengecup pipi Karina lembut, tangannya yang ia gunakan untuk mencambuk Karina mengusap lembut surai acak-acakan milik Karina. Gadis menyedihkan, takdir buruk selalu menghampirinya, tidak akan ada akhir yang bahagia.
“Aku mengasihimu.” Joshua mencium bibir bengkak Karina singkat.
Setelah puas mengamati tubuh Karina yang sudah tidak berdaya itu, Joshua memutuskan untuk menggendong tubuh lemah itu kembali ke kamarnya. Untuk beberapa hari kedepan, akan sulit untuk Karina bisa melakukan aktifitas normal. Tubuhnya akan terasa sangat sakit di keesokan harinya.
Tidak ada raut penyesalan di wajah Joshua. Ia mengamati Karina dengan mata datar, tidak ada sorot menyedihkan di sana. Ia menatap dengan tegas, tidak tergoyahkan sama sekali.
“Kau milikku, dan akan menjadi milikku selamanya.”
Di akhir, Joshua menyelimuti tubuh Karina sampai batas dada. Ia mematikan lampu lalu melangkah keluar, meninggalkan Karina sendirian di dalam kamarnya. Ia berharap, Karina akan merenungkan kesalahannya hari ini. Saat pintu tertutup rapat, Joshua menghembuskan napas panjang.
“Tuan.”
Kepala Joshua terangkat dan melihat kearah Elliot yang baru saja tiba di hadapannya. Tidak lupa membungkuk 45 derajat sebelum berbicara hal yang begitu penting untuk Joshua ketahui.
“Ada apa?”
“Saya menemukan rekaman Nona saat ia keluar dari mansion. Ternyata benar, Nona tidak pergi karena keiinginannya sendiri. Seseorang telah menjebak Nona.” Penjelasan Elliot membuat alis Joshua tertaut.
“Dia dijebak katamu?”
Elliot mengangguk cepat, “Silakan menonton rekaman yang saya kirim via chat.”
Tanpa tunggu, Joshua langsung merogoh sakunya, mengambil ponsel pintarnya dan membuka chat dari Elliot. Saat video diputar, Joshua langsung memasang wajah serius.
“Di menit, 23.09, Tuan.” Elliot mengarahkan Joshua untuk mempercepat videonya.
Joshua menyeringai setelah menonton bukti yang Elliot berikan, “Cecunguk itu berani bermain-main denganku ternyata.”
“Seret dia ke ruang mainku, sekarang!” Titah Joshua“Baik, Tuan.”Elliot membungkuk lalu segera pergi dari hadapan Joshua. Niat hati ingin beristirahat punah sudah, ada hal yang lebih menyenangkan untuk Joshua lakukan malam ini. Hidangan penutup untuk makan malamnnya.Sepertinya akan seru, Joshua berjalan keluar dari bangunan tempat Karina tinggal. Berjalan cukup jauh ke ujung jalan setapak, sebuah bangunan berukuran sedang yang sekilas terlihat seperti banguna rumah biasa, namun isi dalam rumah itu sangat menengangkan. Siapapun tidak akan bisa membayangkan, sudah barapa nyawa yang minta di ampuni di dalam ruangan itu.Bibir Joshua bersiul santai, kakinya menapak di ruangan. Pintu yang menjulang tinggi itu tertutup rapat setelah Joshua masuk ke dalam, pintu itu di jaga oleh dua orang algojo bertubuh besar. Tidak sembarang orang boleh datang. Tempat ini sama seperti penjara yang Joshua buat untuk menghabisi para tawanannya.Tempat ini hanya di peruntukkan para penghiatan di dalam mansi
Air hangat sudah tidak lagi menjadi obat untuk menenangkan diri. Semakin air itu mengenai permukaan kulit yang penuh guratan luka, sakit yang luar biasa langsung menyerbu ke sejujur tubuh. Tubuh ringkih itu bergetar, penuh amarah dan denam di dalamnya. “Segitu hinanya kah aku, sampai-sampai harus diperlakukan seperti ini?” Karina menatap langit-langit kamar mandi. Kepalanya ia sandarkan pada ujung bathtub dan tubuhnya sengaja ia tenggelam di dalam air hangat. “Akhh.” Kadang luka-luka itu terasa sangat perih ketika terkena sapuan gelombang kecil yang diakibatkan oleh pergerakannya. Di tangan kanannya ia menggenggam sebuah tusuk konde berwarna emas yang memiliki ujung yang tajam. Sudah berulang kali ia memikirkan hal ini, berulang kali juga ia meyakinkan diri. Jika bukan jalan ini, jalan seperti apa yang harus ia tempuh untuk mendapastkan keadilan. “Ma, Pah, tunggu Karin, ya.” *** Di lorong panjang menuju kamar Karina sangat ricuh. Para maid berbondong-bondong berlari menuju kama
Karina terbangun dari tidurnya. Wajahnya sangat pucat dan penuh dengan peluh. Kali ini mimpinya menjadi lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Bukan hanya tentang kecelakaan di masa lalu, ia juga melihat sosok yang tak asing di dalam mimpinya.“Lelah sekali.”Gia mengusap dahinya dengan punggung tangan. Ia melihat ke sekitar yang masih sepi. Langit juga belum terlalu terang. Ia melihat lengannya yang masih terpasang jaum infus. Dengan kasar ia mencabutnya dan membiarkan darah di tangannya menetes.Perlahan ia turun dari kasur, kakinya melangkah perlahan keluar dari dalam kamar. Kakinya menyusuri lorong panjang yang masih sangat sepi dari aktifitas orang-orang.“Nona?”Langkah Karina terhenti ketika mendengar suara tuan tangan kanan. Ia menoleh ke sumber suara. Elliot sedang duduk di sofa ruang tengah, ia sepertinya berjaga semalaman.Laki-laki itu berdiri, melangkah ringan ke arah Karina, raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran yang besar. Elliot memperhatikan wajah Karina, tatapan w
Mari kita tarik undur dulu sebentar ke kejadian beberapa hari lalu saat Karina ditinggal begitu saja oleh Joshua setelah menghancurkannya untuk yang kesekian kalinya. Karina sungguh putus asa dengan hidupnya. Sekeras apapun ia mencoba untuk melawan, pada akhirnya ia akan dijatuhkan lagi oleh Joshua.Tidak mudah untuk mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal itu. Melawan, bukanlah hal yang bisa Karina lakukan. Ia selalu hidup dalam tekanan dan selalu di tuntut untuk selalu menuruti perintah.Namun, kemalangan itu bukanlah akhir dari segalanya. Disaat Karina hampir putus asa dengan perjalanan hidunya. Secercah cahaya muncul dari kegelapan. Sebuah tangan mengulur kearahnya untuk memberikan pertolongan. Sebuah suara familiar menusuk indera pendengarannya dan membuat kepalanya mendongak ke atas.“Izinkan saya untuk patuh kepada Nona, saya berjanji akan menolong Nona dari segala macam penderitaan. Tolong izinan saya untuk patuh pada anda, Nona.”Apa yang sedang manusia gila ini bicaraka
“Aku ingin penampilanku jadi sorotan, aku akan menunjukkan kepada tuan sombong itu kalau aku ini sangat cantik dan penuh karisma.”Wanita bergaun indah itu memutar dirinya beberapa kali untuk melihat penampilan sempurnanya di depan cermin. Wajah cantik yang riasan yang sedikit mencolok, gaun panjang berwarna merah menyala dengan bagian dada yang sedikit terbuka mampu membuat dirinya puas.“Nona sangat menawan, mau pakai apapun Nona tetap jadi juaranya.” Sang kepala pelayan berucap dengan percaya diri, ia melihat sang majikan yang terus memandang dirinya yang sempurna di depan cermin besar.“Benar, aku selalu menawan, aku adalah putri tuan tuan Barnard yang paling cantik.”Rebecca Barnard adalah putri bungsu dari pengusaha ternama bernama Wiliams Barnard. Seorang putri yang selalu menjadi pusat perhatian dan rebutan kaum adam pada abad ini. Namun, walaupun begitu, ia sudah memantapkan hatinya untuk satu pria, Joshua Rionard Carrington.“Oh, ya, Tuan Carrington akan datang ke pesta mala
“AARRRGGHHH…!” Benda berbahan dasar kaca itu hancur lebur ketika menghantam dinding. Semua perabotan yang ada di ruangan itu dilempar ke sembarangan tempat. Hancur lembur tidak berbentuk. Para pelayanan hanya bisa menundukkan kepala, takut. Tidak ada yang berani melerai kemarahan dari sang majikan. “Arrghh! Joshua sialan. Akan ku bunuh dia.” Tangan Rebecca menggenggam kuat beling dari pecahan gelas. Ia menggenggamnya kuat sampai tidak sadar tangannya berlumuran darah. “Huh, bagaimana bisa dia melakukan ini padaku? Memangnya aku kurang apa? Aku lebih cantik dan mepesona dari wanita rendahan itu—Arrgh, sialan!” Rebecca kembali melempar benda-benda rawan pecah itu ke dinding dan lantai. Ia melampiaskan kemarahannya dengan sangat brutal. Sampai-sampai melukai dirinya sendiri. Rebecca diselimuti api kemarahan yang besar, ia tida segan menghancurkan apapun yang ada di hadapannya saat ini.“Tunggu saja, kau akan menjadi milikku, apapun yang terjadi. Kau harus jadi milikku, Joshua.” Re
Kaki jenjang Joshua melangkah menyusuri koridor rumah sakit di tengah malam. Langkah kakinya yang santai itu terlihat seolah ia tidak mengkhawatirkan apapun kondisi yang akan menantinya di hadapan.Sampai pada di mana ia tiba di sebuah kamar VVIP yang sudah di hadiri banyak orang yang tengah berduka. Orang-orang tampak bersedih, mereka menangis dan saling berpelukan untuk menguatkan satu sama lain.Namun, Joshua bisa melihat kalau tangisan itu adalah tangisan palsu. Tidak ada yang tulus mencintainya, mengingat perilakunya semasa hidup sangatlah buruk. Tidak ada kesan baik yang ia tinggalkan kecuali hartanya yang melimpah ruah.“Kau sudah datang?” Seseorang menepuk pundak Joshua pelan. Seorang laki-laki memakai setelan jas hitam, berwajah lonjong dengan mata sedikit sipit, kalau tidak salah dia adalah kakak Joshua dari ibu yang bebeda.Joshua menoleh sinis, ia tidak suka di sentuh oleh siapapun kecuali oleh orang yang ia cintai. Tangan itu pun menjauh, merasa tidak nyaman dengan tatapa
“Kau lihat dia? Dia adalah pembunuh kedua orantuamu. Kau yakin ingin hidup bersamanya selamanya, hmm?” “Haha…hahaha, bodoh!”“Karin, tolong kami nak.” “Kemarilah nak, ikut dengan kami.” “Karin…” “Mama!” Napas Karina berantakan usai bangun dari mimpi buruknya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk. Matanya basah, tangannya memijat pelipis dengan kuat, rasanya pening menyerbu dan membuat Karina tidak bisa berpikir jernih. “Mimpi itu lagi,” ucap Karina dengan napas yang masih terengah-engah. “Ada apa, sayang?” Tubuh Karina bergetar pelan saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Kemudian beberapa menit kemudian ia menghela napas pelan. Ia tau, yang memeluknya saat ini adalah Joshua. Mereka baru menghabiskan malam panas bersama dan memutuskan untuk tidur bersama malam ini. Kepala Karina menggeleng pelan, ia tidak ingin membicarakan pasal mimpinya kepala Joshua. Lagian, untuk apa juga laki-laki itu tau tentang mimpinya.“Hanya mimpi buruk biasa.” Karina menepuk-nepuk pelan punggu