Taylor termenung di depan pintu kamar Dave, ragu ingin meminta pertolongan. Selagi kaki Taylor belum sembuh, Taylor tidak bisa pergi ke mana-mana, kecuali harus ke sekolah.
"Sedang apa di sini?" tanya Dave sedikit terkejut. Tiba-tiba, rasa takut muncul. Apa Taylor mendengar Dave mendesahkan nama Taylor?
"Paman, kakiku belum sembuh total. Jadi, bolehkah aku meminjam ponselmu untuk belanja?" Kedua tangan Taylor menarik ujung baju sendiri. Takut ditolak oleh Dave.
Dave mengelus dada, ketika mendengar jawaban Taylor yang berbeda. Ponsel pun diambil dari meja, bersiap membuka aplikasi belanja. "Ingin belanja apa?"
Ponsel Dave langsung direbut oleh Taylor. "Ini perlengkapan perempuan, dan laki-laki tidak boleh tahu." Setelah diijinkan, Taylor menjauh dari kamar Dave.
Sedang asik memilih, notifikasi pesan muncul dari Madonna. Salah satu model yang pernah menuduh Taylor.
Kesopanan nomor satu, tetapi rasa penasaran lebih besar. Tanpa sepengetahuan Dave, Ta
Dave berniat ingin membangunkan Taylor di pagi hari, tetapi pintu kamarnya sudah terbuka lebar. Tidak biasanya Taylor bangun pagi, mungkin alarm dinyalakan.Melihat Taylor sedang menulis sesuatu, Dave mendekat untuk memperhatikan. "Tulis apa kamu?" tanyanya dengan seksama.Ada lima inhaler yang Dave beli saat itu. Taylor berniat menandai inhaler dengan stiker yang telah diberi nama. "Kalau inhaler-ku hilang, orang yang menemukan ini bisa langsung mencariku.""Orang di mana? Bagaimana mereka tahu wajahmu?" tanya Dave sambil memakai sticker nama di dahi."Maksudku, orang yang di sekolah- Apa yang Paman Jo lakukan?" Taylor heran dengan perilaku Dave yang terlihat seperti anak-anak. Sticker namanya tertempel di dahi Dave. Apa Dave berubah haluan menjadi sebuah barang?Sambil menunjuk ke arah sticker di dahi dan tersenyum, Dave meminta hal aneh, "Tulis namamu. Supaya semua orang tahu, kalau aku milikmu."Taylor terkekeh sambil menggelengkan kepal
"Sudah ditemukan? Baiklah, saya akan segera ke sana. Di rumah sakit dekat bandara? Ya, saya tahu tempat itu. Terima kasih."Dave baru saja mendapat kabar dari bandara, bahwa jasad Tina telah dibawa ke rumah sakit dekat bandara. Ini saatnya untuk menguatkan hati lagi. Terutama Taylor."Taylor. Apa dia sudah bangun?" tanya Dave pada diri sendiri, sambil menuju ke kamar Taylor.Pintu kamar dengan nama Taylor Spark yang tergantung di pintu sudah terbuka lebar. Dave melihat Taylor sedang menutup koper. Taylor juga sudah terlihat rapi."Kamu sudah bawa semua barang yang diperlukan? Kita akan ke rumahku dulu, baru ke rumah sakit. Pegawai bandara sudah mengabari." Dave mendekat pada Taylor, yang baru duduk di tepi ranjang."Sudah. Kalau memang ada yang kurang, aku bisa kembali ke sini," jawab Taylor dengan lesu."Ayo, aku tidak ingin membuang waktu." Taylor langsung pergi meninggalkan kamar dengan membawa koper dan ransel, membiarkan Dave berdiri di sana.
Mobil hitam Fortune kembali berhenti di halaman sekolah. Taylor yang sudah bersiap keluar mobil, ditahan sementara oleh Dave."Hubungi aku, kalau sudah selesai, dan fokus pada pelajaran. Kalau asmamu kambuh, lebih baik pulang cepat saja.""Iya, aku mengerti. Tepat setelah bel pulang sekolah, akan langsung kukabari. Aku duluan." Taylor langsung keluar, dan berlari kecil, karena bel masuk telah berbunyi.Ketika Dave ingin memanggil, Taylor lebih dulu menoleh. "Berhenti memberi wajah genitmu. Itu menggelikan." Setelah itu, pergi begitu saja ke sekolah.Dave tertawa, karena Taylor mengerti apa yang dimaksud. Melihat Taylor tidak sampai mengurung diri berhari-hari, membuat Dave merasa tenang. Akan tetapi, dengan masuknya kembali ke sekolah, Dave merasa ada yang akan terjadi pada Taylor.Ketika Taylor sudah menghilang dari pandangan, Dave mulai menjalankan mobil ke perusahaan.Taylor memasuki kelas dengan santai, karena guru belum datang. "Selamat
"Beruntung sekali, Nona Spark akan pulang siang ini. Perhatikan kembali kesehatanmu. Terlalu banyak berpikir dan emosi berlebihan, juga menyebabkan asmamu kambuh," lekas dokter pada Dave dan Taylor. "Ingat, pelajari cara-cara menangani diri tanpa inhaler." "Baik, dok. Akan saya ajarkan dia," balas Dave sopan, setelah menaruh gelas kosong yang baru diminum Taylor. Taylor merasa lega, tidak tinggal di rumah sakit berhari-hari. Dulu, saat masih anak-anak, Taylor sempat dirawat hampir satu bulan. Itu karena tubuh Taylor belum kuat menahan asma, dan itu cukup membuat Taylor bosan. Lebih baik dirawat di rumah, daripada rumah sakit. "Aku bawakan jaket untukmu. Aku juga menemukan inhaler di meja belajarmu. Kemarin, kamu bilang inhaler hilang." Dave menatap Taylor dengan intens. "Hilang atau ketinggalan?" "Sepertinya, ketinggalan. Kemarin aku terburu-buru, tapi aku merasa sempat memasukkan inhaler ke tas," jawab Taylor, dengan ingatan yang sedikit lupa.
Mobil hitam Fortune kembali berhenti di halaman sekolah. Dave tidak pernah bosan mengantar Taylor sekolah. Melihat wajah semangat Taylor, membuat Dave juga ikut bersemangat."Gadis dingin," panggil Dave, ketika Taylor baru saja keluar dari mobil. "Dengar, jangan dekati lagi Brian dan Riley. Mereka sudah membuatmu kambuh parah."Ada sedikit ketidaksetujuan Taylor. Mengapa hanya menyalahkan Brian dan Riley, jika pelaku utama adalah Dave?"Aku tahu, aku yang memulai segalanya. Tapi, mereka bahkan melakukan hal buruk yang lebih besar," lanjut Dave, yang mengerti dengan tatapan tidak setuju Taylor."Paman Jo fokus saja dengan pekerjaan. Masalah sekolah, aku bisa menanganinya. Aku duluan." balas Taylor, langsung pergi meninggalkan Dave.Ada sesuatu yang kurang. Taylor menoleh pada Dave, berharap diberikan sesuatu seperti dulu. Namun, Dave terlihat bingung, ketika Taylor memberi tatapan."Sudahlah. Dia tidak peka," gumam Taylor, lalu melanjutkan ja
Sudah seperti bodyguard, Sally menemani Taylor pulang hingga Dave datang menjemput. Padahal, Taylor sudah menolak, tetapi Sally memaksa."Terima kasih, sudah menjaganya." Dave berbicara pada Sally melalui jendela mobil yang terbuka."Sama-sama, Paman. Aku sebagai ketua kelas harus bertanggungjawab juga akan kesehatan murid kelas," balas Sally dengan sopan.Melihat perilaku Sally yang begitu baik dan peduli, Dave memilih mempercayai Sally untuk menjaga Taylor di sekolah. Tidak ada lagi bersahabat dengan murid laki-laki. Boleh saja, tetapi jangan terlalu dekat."Terima kasih ....""Sally, namaku Sally.""Terima kasih, Sally. Saya harap, kamu mau menjaga Taylor selalu."Sally dengan senang hati akan melakukannya. "Tenang saja, Paman. Ingat, saya ketua kelas, dan itu sudah jadi tanggungjawab. Aku tidak akan membiarkan hal buruk menimpa Taylor. Jaga kesehatanmu, ya, Tay." Sally pun memberi lambaian tangan.Balasan Taylor hanya lamba
Sudah terbiasa bangun pagi, Dave dengan sengaja tidak turun dari ranjang. Melihat Taylor yang tidur dengan nyenyak, mampu membuat Dave betah menatap dan tersenyum.Hampir memakan banyak waktu, Dave tersadar karena suara alarm Taylor yang berbunyi."Gadis dingin, bangun. Kamu harus sekolah." Suara Dave yang serak di pagi hari, mampu membius para wanita di sebelahnya, tetapi tidak pada Taylor. Tidak ada pergerakkan dari Taylor, sepertinya Taylor mengantuk berat.Dave teringat cara untuk membangunkan Taylor yang sulit bangun. Saat Taylor berumur 10 tahun, Dave selalu menggunakan cara ini.Kedua pipi Taylor dikecup bergantian. Tidak hanya pipi, tetapi dahi dan hidung juga. Kenapa dikecup? Itu akan membuat Taylor risih dan terbangun. Cara itu selalu berhasil."Lima menit lagi." Taylor mulai tersadar. Sempat berpindah posisi untuk membelakangi Dave."Tidak bisa, nanti kamu telat, lalu menyalahkanku," tolak Dave, yang kembali ingin mengecup pipi Ta
Calon dan senior model saling memegang naskah masing-masing. Taylor fokus dengan isi naskah, sedangkan mata Sidney tidak pindah dari wajah Taylor."Aku membawa gunting di tas. Jangan sampai guntingku menancap di matamu," ancam Taylor, yang masih fokus pada naskah.Sama seperti Dave, ancaman Taylor tidak ampuh pada Sidney. Reaksi yang sama, yaitu tertawa."Dengan perilakumu seperti itu, kamu tidak akan bisa menjadi model. Ekspresi kaku. Kenapa Pamanmu berniat sekali menjadikanmu model?" Dengan punggung menyandar pada sandaran kursi, serta kaki kanan yang dinaikkan pada paha kiri, membuat Sidney terlihat menawan. Bagi para penggemar.Tidak dengan Taylor, yang sekarang sedang menatap tajam. "Sebagai rekan, harusnya kamu mengajari calon model yang berekspresi kaku ini. Mulutmu tidak ada bedanya dengan mulut Ibu-ibu."Salah satu ujung bibir Sidney menaik, ketika berjalan mendekati Taylor. Bisikan Sidney terdengar tepat di telinga Taylor, ketika tubuh Si