“Aku takkan pernah membiarkanmu menceraikanku. Kau tidak bisa melakukan itu padaku, T!”
Seakan tak terima, Magdalena dengan segala kekesalan yang meledak – ledak dalam dirinya segera mengejar langkah Theo yang mulai menjauh menuju parkiran mobil.Magdalena menggeram kesal sembari melepaskan heels miliknya, lalu ikut berlari menuju mobilnya sendiri. Wanita yang saat ini tampak menyedihkan segera menyalakan mesin dan menjalankan mobil dengan kecepatan penuh begitu menyadari sang suami telah jauh.Sungguh tidak rela Magdalena jika sampai hubungannya dengan Theo berakhir dalam satu malam, setelah apa yang dia perjuangkan selama ini. Bisa memiliki Theo secara jiwa dan raga adalah rumit yang akhirnya bisa dia hadapi.Tidak sedikit dalam lubuk hatinya, Magdalena masih mencintai Theo. Dia tidak rela membiarkan wanita di luar sana menggantikan posisinya saat ini. Theo satu dari sekian juta pria yang tidak mudah ditaklukan, butuh pengorbanan ekstra dan Magdalena tidak mau hal itu terbuang sia – sia.Sial, mengapa Magdalena jauh lebih tergiur oleh eksistensinya di kanca hiburan hingga bangkai perselingkuhannya tercium oleh Theo.“Kau akan tetap menjadi milikku, T. Apa pun yang terjadi, kau milikku.”Tanpa sadar Magdalena semakin dalam menekan pedal gas, menyebabkan mobil membelah jalan gila – gilaan. Jejak Theo sudah hilang ntah ke mana, pria itu melesat seperti pembalap liar.“Kau harus bisa memaafkan kesalahanku, Sayang. Aku tidak mau kau lepas dariku,” gumam wanita itu kalut, mobilnya masih melaju kencang mengalahkan Manuel Fangi saat sedang berada dalam arena balap. Magdalena memang wanita penuh ambisi, tak heran mengapa dia lebih mementingkan permintaan maafnya diterima daripada berapa angka yang ditunjukkan jarum speed di kilometer mobil.Senyum Magdalena mengembang begitu dia berbelok menuju tikungan tajam, yang artinya dia bisa melihat buntut mobil Theo setelah itu. Tapi nahas, usai beberapa meter melewati tikungan—Magda justru kehilangan kendali, mobil yang seharusnya masih berada di jalur utama menjadi oleng hingga menabrak pembatas jalan dengan cukup keras.Bunyi menggelegar dari benturan kap mobil menjadi bukti bahwa kecelakaan tunggal ini merupakan satu dari sekian kecelakaan terparah. Bahkan sang pengendara harus terlempar keluar beberapa meter dari mobilnya terhenti.Darah bercucuran penuh hampir di sekujur tubuh wanita malang yang saat ini sudah kehilangan kesadaran. Sepertinya memang malam ini merupakan malam kesialannya. Sudah jatuh tertimpa tangga. Ketahuan berselingkuh, kecelakaan pula.***Theo menatap lurus lantai rumah sakit dengan tatapan kosong. Tadi setelah kembali dari tempat yang menjadi saksi kekecewaannya pada Magdalena, dia harus menerima panggilan darurat dari pihak rumah sakit.Magdalena, wanita yang seharusnya beberapa saat lagi sudah siap dia ceraikan, dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan kritis. Kecelakaan parah yang dialami Magdalena menjadi momok menyedihkan bagi Theo sendiri.Theo mengumpat dalam hati, kenapa wanita itu tidak merenggang nyawa saja? Jadi dia tak perlu repot – repot mengurus perceraiannya di pengadilan—kalau cerai mati lebih mempermudah hidupnya. Sekarang apa yang bisa Theo lakukan? Menunggu sesuatu yang tidak pasti membuatnya muak.Awalnya Theo memang merasa bersalah, karena secara tidak langsung dia menjadi penyebab kecelakaan Magdalena. Namun, bila dipikir – pikir ulang wanita itu memang pantas mendapatkan hal tersebut setelah apa yang sudah diperbuat kepada Theo, mengkhianati dan merendahkannya di hadapan pria yang menjadi selingkuhan Magdalena. Karma memang tak pernah salah tempat.“Dengan Mr. Witson?”Theo mengangguk begitu seorang perawat keluar dari ruang darurat di mana Magdalena berada di sana.“Anda harus menyelesaikan biaya administrasi agar operasi bisa segera dilakukan.”Dengusan tanpa sadar keluar dari bibir Theo begitu mendengar kata operasi. Sudah tersakiti, Theo pula yang harus bertanggung jawab atas segala sesuatu saat ini. Ingat, Magdalena masih berstatus sebagai istrinya.Dengan malas Theo melangkah menuju bagian administrasi, menuntaskan segala hal agar kepalanya tidak dipusingkan perceraian yang tertunda.Setelah semuanya selesai, dia membawa langkah kakinya keluar dari rumah sakit. Malas berdebat dengan isi kepala yang semakin lama semakin aneh.“Sialan!” umpat Theo kasar.Sekembali dari club malam otaknya nyaris terbakar. Theo benci mengakui bahwa seorang wanita bayaran, yang membuka pakaian mini hingga bertelanjang dada di hadapannya, sama sekali tidak membuatnya berhasrat. Gairah akan kebutuhan biologis yang bergelora tadi terendam oleh ingatan perselingkuhan Magdalena. Saat ini istrinya dinyatakan koma dalam kurung waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal itu membuatnya tidak bisa menggugat cerai Magdalena sampai wanita itu sadar dari koma.Theo menatap sekitar. Dia tak tahu mengapa miliknya tidak bergejolak saat sepasang puting yang menantang keras—sedang menggoda dirinya, sama sekali tidak berefek, seakan pengkhianatan yang dilakukan sang istri telah terpatri dalam hingga semua wanita menjadi figur traumatik.Apa yang harus Theo lakukan sekarang?Theo butuh sesuatu berukuran lebih, sesuatu yang bisa mengantarnya pada puncak hidup sebenarnya. Bukan bagian mengecewakan, tapi menyenangkan.Sayangnya semua it
“Kau memilihku untuk melayanimu malam ini. Kau tahu prinsip kerjaku bagaimana bukan, Sir?”Rose dengan dress merah setali berjalan menghampiri klien yang saat ini sedang menatapnya lapar. Pria mana yang bisa melewatkan pemandangan wanita amat cantik di hadapan mereka? Tidak ada.Itu yang dilakukan oleh seorang lelaki matang—berusia di atas 35 tahun, setelah sang pemilik club malam membawa Rose padanya, si primadona yang selalu dipilih untuk melayani tamu VVIP. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar usai melewati beberapa prosedur dan tanda tangan kontrak kerja. Point pentingnya, tidak ada sentuhan fisik antara daging dan daging. Rose hanya akan menjalankan tugasnya sesuai prinsip yang selama ini dia pegang sejak terjun ke dunia malam, blow job.Jika ada klien yang melanggar perjanjian, Rose tidak akan segan – segan mematahkan rahang mereka. Wanita cantik itu selain manis dia juga bisa menjaga dirinya dengan baik dan itu alasan mengap
"Bisa – bisanya kau menipuku, Sean.” Theo menatap tajam manik biru Sean begitu mereka berada dalam satu ruang bersama. Sedari tadi Theo memang mengikuti ke mana pun Sean pergi, termasuk saat Sean mengantar Rose kembali ke apartement.Theo ingin meminta penjelasan apa maksud Sean menduakannya, padahal pria itu sendiri yang menawarkan diri sebagai pengobat rasa sakit Theo terhadap Magda. Tapi ternyata Sean pula yang memantik sumbu untuk menyakiti perasaannya.“Kau tahu aku tak suka pengkhianat,” lanjut Theo begitu Sean hanya diam menatapnya dengan sorot tak terbaca.“Aku tidak pernah mengkhianatimu, T. Rose yang menjadi korban atas hubungan kita.”“Sialan kau, Sean. Sudah berapa lama hubunganmu dengan wanita itu?”“Satu tahun.”F*ck!Theo mengumpat mengetahui kebenaran sesungguhnya. Sean memang keterlaluan, bisa – bisanya dia mempermainkan hubungan antara mereka bertiga seperti ini. Theo tahu betul bagaimana rasanya dikhianati, Rose pasti akan sangat kecewa jika mengetahui perbuatan kek
“Sesampai di taman, selama mommy ada urusan. Oracle jangan pergi jauh – jauh bermain. Okay?” Rose bicara sembari fokus mencari lahan kosong untuk memarkirkan mobil. Dia terpaksa membawa Oracle bersama saat mengadakan pertemuan untuk membicarakan kontrak kerja, karena sudah berjanji pada anak itu untuk membawanya keluar mencari udara segar.“Siap, Mommy. Aku mengerti,” seru Oracle penuh semangat. Bocah menggemaskan itu memang sangat perhatian. Dia anak yang pintar, tidak mau merepotkan Rose atau semacamnya.“Good boy. Sekarang mari kita turun.”Rose membantu si kecil Oracle melepaskan sabuk pengaman. Melihat keramaian yang ada di taman. Rose menyadari sesuatu, sepertinya dia salah memilih tempat, tapi apa boleh buat. Untuk klien yang satu ini, dia tidak berada di bawah naugan bos di bar tempatnya bekerja. Tawaran ini datang dari seseorang yang menolak keras berhubungan langsung dengan pemimpin aliansi pekerja bebas, lebih ingin melakukan kontak mata bersama pemberi jasa itu sendiri—alas
“Mommy, apa itu Aunty Bri?” tanya Oracle saat matanya menangkap sosok cantik tidak asing dari kejauhan. Begitu pun Rose, dia langsung menoleh cepat mendengar nama yang Oracle sebutkan.Sedikit tidak percaya Rose melihat temannya ada di sini, bersama seorang pria yang—tunggu dulu ... bukankah pria itu orang yang menyelamatkan Oracle kemarin? Kebetulan sekali mereka bertemu! Oh, Rose harus ingat untuk berterima kasih padanya. Tapi belum sempat Rose berpikir menghampiri mereka. Ternyata Oracle lebih dulu berlari sambil berteriak senang mendekati dua insan yang sedang bersama di sana.“Aunty!” pekik Oracle, sudah meninggalkan Rose jauh di belakang.Tentu saja kejadian kemarin cukup membuat Rose waspada. Dengan cepat dia ikut berlari menyusul langkah Oracle dan menyaksikan secara langsung bagaimana Oracle memeluk seorang wanita cantik yang dipanggil ‘Aunty Bri’. “Aku sudah sangat merindukanmu, Aunty!” “I really miss you,” lanjut Oracle begitu pelukan mereka terputus.“You still remember m
Setelah pertemuan dadakan bersama Bridgette yang tidak pernah diduga sebelumnya. Kini Rose kembali melanjutkan perjalanannya menuju bar tempatnya bekerja. Ada klien yang tidak mau disebutkan namanya ingin Rose layani.Rose merasa aneh, tapi mendengar bayaran yang fantastis—dia mengurungkan niatnya membatalkan kontrak belum ditandatangani. Hitung – hitung uang itu bisa menambah jumlah tabungan Rose yang saat ini masih sangat kurang untuk menjalankan sebuah misi, misi rahasia yang disimpan rapat – rapat sampai saat ini.Mobil Rose melaju santai dengan kecepatan sedang. Ini masih sore, butuh beberapa jam lagi pertemuannya bersama klien penuh misteri itu.Mengenai Oracle, tadi Bridgette meminta izin untuk bersama anaknya sementara waktu. Tentu saja Rose tidak menolak. Brigette memiliki hak penuh atas Oracle. Lagipula, mana mungkin Rose tega melarang ibu dan anak itu bersama. Hidup sebatang kara membuat Rose mengerti hitam putih kehidupan.Perjalanan yang memakan waktu setengah jam akhirnya
“Apa – apaan ini, Aiden? Klien macam apa yang kau lemparkan padaku?!”Rose dengan emosi mengaduk sebagian isi kepala, masuk tanpa mengetuk pintu ruang privasi seorang pria yang saat ini duduk di kursi putar, sedang fokus menatap layar komputer di depannya.Aiden. Pria itu adalah pemilik bar sekaligus orang yang selalu mempromosikan Rose. Usia mereka terpaut 10 tahun.Bukan Rose lancang memanggil atasannya dengan sebutan nama. Tapi Aiden sendiri yang meminta. Dia tidak suka Rose memanggil dengan embel – embel yang terkesan menghormati, karena sebenarnya—Aiden menyimpan rasa pada Rose. Dia tahu bagaimana Rose. Wanita yang dia cintai, tidak pernah sekalipun meliriknya. Aiden tahu Rose murni menganggap hubungan mereka sebagai ‘atasan dan bawahan’. Tidak lebih. Dan dia lebih memilih menyimpan perasaannya, yang semakin hari semakin bertambah acapkali Rose memberi senyum termanisnya.“Aku sudah tahu kau akan datang ke sini, Rose. Ada apa, kenapa kau begitu marah?” Sebisa mungkin Aiden bersik
“Kenapa kau mengajakku bertemu. Apa Sean tahu?” tanya Rose begitu dia menghampiri pria yang tiba – tiba menghubunginya. “Tidak. Ada sesuatu yang mau aku bicarakan tentang Sean.” Pria itu menatap Rose tajam. Bibirnya melengkung membayangkan bagaimana akspresi terluka wanita di depannya saat tahu kenyataan yang akan dia kuak.“Apa?”“Sean dan aku menjalin hubungan yang dalam. Dia milikku dan aku miliknya.”Theo orang di balik pertemuannya bersama Rose. Ini hanya rencana awal. Theo ingin memastikan bagaimana reaksi Rose saat dia membongkar hubungan gelapnya bersama Sean.Tapi wanita itu malah tertawa terbahak dengan fakta yang dia beberkan. Apa Theo terlihat sedang bercanda? Tidak. Theo sendiri begitu yakin wajahnya sudah seperti kanebo kering, kaku.“Kau ini! Astaga. Aku tahu beban hidup terasa berat, tapi kalau mau bercanda jangan seperti ini. Kau membuat perutku sakit.” Sebisa mungkin Rose menahan gelak tawa yang masih terdengar. Theo benar – benar konyol! Pikirny