"Kalau kenyang, nanti nggak enak saat di angkot, ma. Nanti aja sarapan di dekat restoran." Itu alasannya kepada mamanya setiap kali di suruh sarapan.
Awalnya mama selalu memaksa sarapan di rumah, dengan alasan lebih higienis dan lebih hemat. Tapi karena alasan Niki cukup masuk akal, akhirnya mama mengalah dan membiarkan Niki sarapan di luar.
Seperti pagi ini, Niki sedang duduk menunggu pesanan bubur ayamnya ketika dia melihat mobil Arga masuk ke parkiran restoran. Hatinya seketika itu juga langsung berdegup kencang tak beraturan. 'Ah Niki, kamu jangan GR,' bisik hatinya. 'Nggak mungkin Arga datang menghampirimu.' Matanya diam-diam terus mengikuti gerak gerik Arga. 'Kenapa nggak mungkin? Bisa aja dia menghampiri dan menyapaku.' Hatinya terus bergejolak. 'Stop, Niki! Jangan macam-macam, dia suami sahabatmu.' Hatinya terus berperang. Antara harapan dan kenyataan yang harus dia hadapi. 'Sudahlah Niki, kamu fokus aja sama sarapanmu, jangan berfikir macam-macam. Ingat pesan mama, jangan main api.' Niki berusaha membuang pandangannya ke tukang bubur yang sedang meracik bubur untuk para pembeli termasuk dirinya. Tak berapa lama menunggu pesanannya datang, Niki berusaha menikmati bubur pesanannya dan mengalihkan perhatiannya pada sarapannya itu. Tapi baru saja suapan pertama masuk kemulutnya dia dikejutkan dengan kedatangan Arga yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya dan langsung menyapanya.
"Selamat pagi, boleh aku gabung?"
"Eh, mas Arga. Sarapan mas?"
"Aku tadi udah sarapan di rumah. Tapi kayaknya enak juga bubur ayamnya."
"Enak banget mas, coba deh sekali-sekali, pasti mas ketagihan. Ini bubur ayam favorit aku dan Anggi dari dulu."
"Oh ya? Aku nggak pernah perhatiin kalau disini ada bubur ayam. Bubur ayam itu salah satu makanan favorit aku dan Anggi."
"Iya mas, makanya dulu hampir setiap pagi aku dan Anggi sarapan disini."
Akhirnya Arga ikut memesan bubur ayam juga. Mereka sarapan bersama. Sambil sesekali berbincang dan bercanda. Ternyata Arga teman bicara yang cukup menyenangkan menurut Niki. Niki semakin mengagumi Arga.
Sejak Arga mengantar Niki pulang, mereka jadi suka mengobrol. Tidak seperti sebelumnya, jangankan untuk ngobrol, bertegur sapa saja hampir tidak pernah. Hubungan mereka sebagai atasan dan bawahan terasa kaku walau Niki adalah sahabat Anggi.
***
Waktu terus berjalan, seiring berjalannya waktu Niki dan Arga semakin akrab, sekarang Arga mulai berani mengantar Niki pulang. Mereka sering sekali pulang bersama. Sedangkan dahulu Arga selalu pulang sebelum restoran tutup. Sedangkan Niki pulang setelah restoran tutup, itupun Niki masih harus beres-beres peralatan dapur. Arga senang berbincang-bincang dengan Niki karena menurutnya Niki adalah gadis yang sangat menyenangkan untuk teman bicara. Pembawaannya supel, baik, lucu dan Niki cukup pandai untuk di ajak bertukar pikiran. Niki juga sangat senang berbincang dengan Arga. Menurut Niki Arga adalah seorang laki-laki yang dewasa, cerdas dan menyenangkan.
Mereka tahu kalau hubungan mereka bisa mendatangkan fitnah, tapi apa salah kalau hanya sekedar pulang bareng dan berbincang? Toh, mereka tidak berbuat apa-apa.
Tapi akankah akan terus seperti itu? Hanya sekedar pulang bareng dan berbincang?***
Seperti hari ini, hari Jum'at dimana restoran tutup dan mereka libur kerja. Mereka mengobrol melalui handphone. Saat itu Anggi sedang ke rumah orangtuanya. Kangen dengan bapak dan ibu alasan Anggi. Arga di ajak tapi menolak, alasannya capek dan mau istirahat.
"Ayolah mas, sudah lama kita nggak nengokin bapak dan ibu," ajak Anggi pagi tadi.
"Kamu ajalah, aku capek mau istirahat."
"Sebentar aja, mas," rengek Anggi lagi.
"Jangan cengeng, udah aku bilang aku capek, mau istirahat! Denger nggak sih kalau aku bicara?"
"Kamu aja sendiri sana," lanjut Arga.
Anggi tidak berani lagi membantah, takut kata-kata Arga nanti akan menyakiti hatinya.
Akhirnya Anggi pergi sendiri. Pikirannya terus mencari-cari alasan apa yang akan dia katakan nanti kepada kedua orangtuanya. Orangtuanya pasti menanyakan kenapa Arga tidak ikut?
Anggi tidak tahu kalau saat ini suaminya sedang berbincang melalui handphone dengan sahabatnya.
Mereka sudah mulai berani berhubungan melalui handphone. Semakin lama mereka semakin akrab. Akankah hubungan mereka akan berlanjut? Apakah mereka berdua akan mengkhianati Anggi?
***
"Awas loh mas, nanti ketauan Anggi kalau mas telepon aku."
"Nggak kok, Anggi lagi pergi ke rumah orangtuanya."
"Mas nggak ikut?"
"Malas, aku capek. Pengen istirahat."
"Pengen istirahat atau mau telepon aku?" goda Niki.
"Kamu bisa aja." Terdengar tawa renyah Arga di sebrang sana.
"Sebenarnya ada yang mau aku ceritakan tentang rumah tanggaku kepadamu, tapi aku takut kamu nggak bisa jaga rahasiaku."
"Cerita aja mas, aku janji akan jaga rahasia mas sampai kapanpun, percaya deh sama aku," janji Niki meyakinkan Arga.
"Aku percaya sama kamu."
"Nah, gitu donk!" Jawab Niki disertai tawa yang sedikit manja.
"Ok deh, nanti kita cari waktu yang tepat."
"Ok!" rasa penasaran memenuhi hati Niki, akankah Arga akan menceritakan tentang Anggi yang sudah tidak suci lagi saat mereka menikahi? Atau ada masalah lain dalam rumah tangga mereka?
Akhirnya obrolan mereka di telepon berakhir. Dan mereka merasakan hal yang sama. Hati yang berbunga-bunga. Arga juga tidak tahu sejak kapan dia merasakan rasa itu.
Anggi sampai dirumah orangtuanya masih agak pagi, karena memang dia berangkat pagi-pagi sekali tadi, biar tidak macet alasannya. Dan yang paling penting dia punya banyak waktu untuk bermanja-manja kepada kedua orangtuanya. Sudah kangen sekali dia dengan kedua orangtuanya, dan juga dengan masakan mamanya."Assalamualaikum." Anggi mengucap salam sesampainya di teras rumah orangtuanya. 'Sepi, pasti ibu sedang masak di dapur. Sedangkan bapak pasti sedang bermain dengan burung-burung peliharaannya,' pikir Anggi dalam hati. Ya, bapak memang memelihara beberapa jenis burung sejak bapak pensiun dan setiap pagi bapak rajin mengurus burung-burung peliharaannya, memandikan dan memberinya makan. Harum masakan dari dapur tercium sampai ke teras rumah, membuat Anggi makin kangen dengan masakan ibunya.Tidak ada yang menjawab salam Anggi. Tetapi Anggi tidak mengulanginya. Dia malah asik menikmati suasana halaman rumah. Ah, masih seperti
Selesai memasak mereka melanjutkan obrolan di ruang tamu. Sambil ditemani teh dan beberapa potong kue buatan ibu, mereka melanjutkan obrolan tadi. Salsa sudah bangun dan sekarang sedang asik menyedot botol susunya sambil duduk di pangkuan kakeknya. Salsa memang paling dekat dengan kakeknya. Mungkin karena kakeknya yang paling sering mengajaknya bermain. Ada-ada saja permainan kakek bersama cucunya."Sudah kamu tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu. Apalagi yang dia cari?. Dia sudah punya segalanya. Istri cantik, sehat, bisa melayani dia lahir batin. Punya anak yang cantik dan sehat. Punya pekerjaan yang bagus. Rumah tangga juga baik- baik saja. Masih saja mencari perempuan lain. Dasar laki-laki brengsek!" Bapak bicara dengan penuh emosi."Sudahlah pak, jangan marah-marah terus! Ingat penyakit bapak!" Ibu berusaha menenangkan bapak."Benci aku dengan laki-laki yang tidak tau diri, tidak pernah bersyukur." Bapak masih saja marah-marah.
"Ayolah pulang, sayang," bujuk Dika kepada Gita, istrinya."Aku nggak akan pulang kalau kamu masih berhubungan dengan perempuan genit itu!" Gita berusaha menahan emosinya karena dia tidak mau orangtuanya mendengar pertengkaran mereka.Siang itu Dika datang ke rumah mertuanya untuk menjemput anak dan istrinya pulang. Tapi Gita berkeras tidak mau pulang, dan akhirnya terjadilah pertengkaran itu."Aku sudah bilang, aku akan bersikap adil dengan kalian berdua."Mendengar kata-kata Dika itu, Gita pun membulatkan matanya dan menatap suaminya itu dengan wajah penuh emosi. 'Aku nggak sudi kamu duakan! Lebih baik aku di sini dan kita cerai!" serunya dengan suara tertahan."Jangan mudah mengucap kata cerai, sayang," bujuk Dika dengan suara lembut."Jangan pernah kamu panggil aku sayang! Kalau kamu sayang denganku dan anak kita, kamu nggak akan selingkuh dengan perempuan murahan itu!
Pagi itu Arga dan Anggi sedang menikmati sarapan pagi dengan suasana yang kaku. Mereka tidak saling bicara. Mata Anggi masih terlihat sembab. Semalaman dia tidak bisa tidur. Pertengkaran semalam membuatnya menangis sepanjang malam. Kata-kata Arga selalu membuat hatinya terluka. Ingin sekali dia minta cerai karena sudah tidak tahan dengan sikap suaminya itu. Tapi lagi-lagi dia tidak mau rahasianya terbongkar. Dia tidak mau orang-orang tahu aibnya. Selama ini yang tahu hanya Arga dan Niki, sahabatnya.Arga memang tidak pernah bertindak kasar terhadapnya. Bicarapun tidak pernah membentak apalagi berteriak. Tapi kata-katanya selalu menyakitkan, seakan dia sengaja ingin menyakiti hati Anggi untuk membalas sakit hatinya itu, karena merasa di bohongi.Akhirnya Anggi tetap berusaha untuk bertahan. Dia berharap suatu hari nanti Arga akan memaafkannya dan mau bersikap baik kepadanya. Dan ketika waktu itu tiba, mungkin Anggi bisa mencintai Arga sepen
Sehabis subuh Anggi sudah sibuk di dapur. Aroma kopi memenuhi ruangan. Harum sekali. Sejak dulu Anggi sangat menyukai aroma kopi hitam. Dulu setiap pagi Anggi selalu membuatkan kopi untuk bapak, kata bapak kopi buatan Anggi paling enak.Anggi pun membuat roti sandwich untuk sarapan dirinya dan Arga. Yang mudah saja, pikirnya, biar cepat. Kemarin dia sudah memasak rendang untuk makan siang Arga, siang hari ini. Tinggal di panaskan saja. Pagi ini dia tinggal menggoreng perkedel yang sudah dia buat kemarin dan dia simpan di lemari es. Anggi mengerjakan semua dengan cepat karena hatinya sudah memikirkan ingin cepat pergi ke rumah orangtuanya. Dia senang sekali membayangkan seharian itu dia akan kumpul dengan bapak, ibu, Mba Gita, dan si imut Salsa. 'Ah! Akhirnya selesai juga,' batinnya.Cepat dia siapkan semuanya di meja makan. Tepat dia selesai menyiapkan semua, Arga masuk ke ruang makan. Harum parfumnya memenuhi seluruh ruangan. Rambutnya ma
Siang itu Arga dan Niki janji bertemu untuk makan siang berdua disalah satu restoran di sebuah hotel yang cukup mewah. Arga berjanji akan menceritakan masalah rumah tangganya bersama Anggi kepada sahabat istrinya itu.Mereka asyik menikmati makan siang tanpa banyak bicara, hanya sesekali diselingi obrolan ringan saja.Saat sedang menikmati makanan penutup, barulah Niki membuka pembicaraan."Katanya mas Arga mau cerita masalah mas dengan Anggi? Ayolah cerita, aku siap jadi pendengar yang baik""Sepertinya garis besar ceritanya kamu sudah tau. Anggi pasti sudah cerita.""Iya, sih! Anggi dan aku memang udah nggak ada rahasia. Jadi aku tau hampir semua yang terjadi pada Anggi, begitupun sebaliknya. Anggi tau hampir semua yang terjadi padaku, kecuali tentang kita." Niki tersenyum menggoda kearah Arga."Aku sebenarnya sangat mencintai Anggi dan nggak mau kehil
Sejak makan siangnya bersama Niki, sikap Arga sedikit membaik kepada Anggi. Sepertinya dia mulai berusaha melupakan masa lalu istrinya itu dan mulai mencoba memperbaiki rumah tangganya sesuai anjuran Niki.Anggi senang melihat perubahan sikap suaminya, sekaligus bingung kenapa suaminya tiba-tiba berubah? Perubahan sikap Arga menjadi tanda tanya di hati Anggi. Apakah ini pertanda baik? Atau malah sebaliknya? Batinnya.Ah! Sudahlah. Berpikir positif saja. Semoga ini pertanda baik, pikirnya lagi.Suaminya sekarang sudah tidak ketus lagi kalau bicara padanya. Sikapnya juga sudah lebih hangat. Seperti pagi ini, saat mereka sedang sarapan."Nanti malam kita makan di luar, yuk? Sekalian kita nonton atau sekedar jalan-jalan menikmati suasana malam, mumpung malam minggu," ajak Arga yang membuat Anggi hampir tersedak karena terkejut. Dia tidak menyangka sama sekali. Sejak menikah belum pernah suaminya mengajak makan
Sedikit demi sedikit rumah tangga Arga dan Anggi mulai membaik. Arga sudah mulai bersikap lembut kepada istrinya. Anggi sangat bahagia dengan perubahan sikap suaminya itu. Akhirnya kesabarannya selama ini membuahkan hasil. Inilah rumah tangga yang dia impikan selama ini. Walaupun Arga belum menjalankan kewajibannya sebagai suami, untuk memberikan nafkah batin kepadanya. Arga sudah berusaha mencoba tapi belum berhasil. Setiap kali mau mencapai puncak, bayang-bayang masa lalu istrinya selalu bermain-main di pikirannya. Dan akhirnya selalu gagal. Seperti malam itu..."Maafkan aku, sayang. Aku belum bisa." Arga merasa bersalah kepada istrinya."Nggak apa-apa, mas. Nanti kita coba lagi. Mungkin mas kurang rileks.""Terimakasih atas pengertian kamu. Kamu udah sangat sabar menghadapi semua ini.""Kita coba lain waktu ya, mas. Kamu harus sabar. Kita pasti akan berhasil. Aku yakin itu."