Tahun 2013, Eaton Square Senior High School, London
Suara derap langkah kaki memenuhi koridor sekolah, semua siswa dan siswi berlomba untuk memperebutkan antrian di kantin terkecuali seorang gadis yang terlihat menahan tangis berjalan lunglai menuju ke ruang guru.
Ruangan itu sangatlah ramai di jam istirahat seperti sekarang ini. Beberapa guru terlihat sedang menggosip, ada yang sibuk mengerjakan sesuatu, dan ada pula yang sedang berbincang dengan murid yang menemuinya.
Audrey dengan tampang sedih disertai perasaan takut yang menyelimuti dirinya mencoba untuk memberanikan diri menghampiri meja milik guru wali kelasnya, Mrs Camelia.
"Apa lagi?" katanya ketus begitu melihat Audrey berjalan mendekat.
"Ibu, apakah benar beasiswa ku dicabut?" gadis itu bertanya dengan baik, tetapi balasan yang ia dapatkan tak seperti apa yang ia lakukan.
"Kau t*li?! Bukankah sudah kubilang sejak kemarin?! Tenyata selain wajahmu yang rusak indera pendengaranmu juga turut rusak Audrey!" Mrs. Camelia bangkit berdiri dan berteriak membuat semua orang yang ada di ruangan itu melihat kearah mereka.
Mendengar bentakan dari Mrs. Camelia membuat tubuh Audrey serasa disengat listrik, sesuatu yang keras serasa menghantam dirinya, namun ia tetap tak boleh menyerah sampai disini, hak beasiswa itu harus kembali ia genggam.
"Tapi bu ... tanpa beasiswa itu aku tak bisa melanjutkan pendidikanku. Aku berusaha keras untuk mendapatkannya dengan selalu menjadi rangking 1 di kelas, tetapi beasiswa itu justru dialihkan kepada orang lain. Anak-anak kelas berkata bahwa i- ibu mengalihkannya karena mendapat su- suap dari salah satu wali murid yang tak menyukai-"
Plaakkk!!
"Kau sudah gila? Apakah kau begitu serakah?! Kau sudah dua tahun mendapatkan beasiswa itu dan kini giliran anak lain mendapatkannya!!" Mrs. Camelia menampar wajah Audrey dengan sangat keras membuat gadis itu merintih kesakitan sebab sudut bibirnya terluka akibat tamparan itu.
"Lihat, dia bahkan tetap berdiri tegak setelah ditampar seperti itu, kurasa lemak dalam tubuhnya benar-benar membantu hahaha ..." ucap salah satu guru di ruangan itu. Ucapan tersebut berhasil membuat seisi ruangan tertawa, namun tidak bagi Audrey. Wajah gadis itu memerah dan tangis yang sedari tadi ia tahan akhirnya pecah begitu saja. Audrey segera melangkah keluar meninggalkan ruangan berisi orang-orang yang hanya kaya pengetahuan intektual tetapi minim perasaan simpati dan empati.
Audrey berlari sembari menangis terisak melewati ratusan orang yang berbisik membicarakan dirinya sebab gosip yang dilebih-lebihkan tentang insiden di ruang guru menyebar dengan cepat. Kini Audrey mendapatkan julukan baru yaitu "Gadis Pengemis Beasiswa". Hal itu membuat Audrey berulang kali merutuki tindakannya, ia salah mengira bahwa Mrs. Camelia akan memberikan keadilan padanya.
"Hey, Gadis pengemis beasiswa lewat! Cepat kita harus menggelar karpet merah untuknya hahaha ..."
"Lihatlah lemak dalam tubuhnya itu bukankah itu sedikit menjijikan?"
"Jangan melupakan wajahnya! Jika aku menjadi dirinya aku takkan bisa melangkah satu langkah pun untuk keluar dari rumah hahaha ..."
Semua perkataan itu terus bersarang di dalam kepalanya, membuat Audrey hampir kehilangan kewarasan. Ucapan-ucapan yang terdengar ringan saat dilontarkan namun sangat berat di hatinya. Mengapa semua orang sekejam ini padanya? Apa salah dirinya? Bahkan karena kejadian itu Audrey mengurung diri berhari-hari di kamar kostnya, ia juga menolak tuk berangkat ke sekolah.
"Cukup, hentikan!!" Audrey berteriak ketakutan, ia duduk di sudut kamarnya sembari menutup telinganya yang terus saja mendengar suara-suara yang menyakiti hatinya.
***
Tahun 2019, Kamar kost Audrey
"Cukupp!!" Audrey terbangun dengan seluruh keringat dingin yang membasahi tubuhnya. Kenangan buruk itu bahkan masih menghampirinya setelah semua perubahan yang terjadi atas dirinya. Ia pikir kenangan buruk tentang masa lalu nya juga akan lenyap begitu saja.
Audrey berusaha mengatur pernafasannya agar kembali normal. Mimpi yang mengisahkan kisah masa lalunya selalu saja berhasil merobek luka lama di lubuk hatinya.
Tubuhnya yang bergetar hebat berusaha meraih gelas kaca berisi air dan sebutir pil penenang untuk membantunya menenangkan diri. Namun sayang, gelas itu justru jatuh dan pecah membuat luka sayatan di jemari kanannya ketika sedang berusaha membereskan kekacauan itu.
Darah yang mengalir keluar dari jemari kanannya mengingatkan dirinya ketika berusaha menghilangkan nyawa untuk pertama kalinya, dimana saat itu ia masih berusia 17 tahun. Hal itu Audrey lakukan setelah mengalami stress berkepanjangan akibat tindakan bullying dari guru dan teman-temannya di sekolah.
Rangkaian peristiwa yang mirip namun tidak nyata itu sudah berhasil membuat seseorang mengalami ketakutan yang berlebih akibat trauma yang tak kunjung hilang. Walaupun ia tidak mendapatkan kekerasan secara fisik melainkan kekerasan secara mental. Hal ini mungkin terlihat sangat sepele bagi pelaku namun efeknya akan sangat buruk bagi korban.
Mengapa seseorang dengan mudah berkata kasar kepada orang lain tanpa memikirkan perasaan orang itu? Dan lebih buruknya lagi ketika korban mengalami gangguan pada psikologisnya, ia justru semakin diperlakuan buruk. Kejadian seperti inilah yang membuat korban terkadang nekat untuk mengakhiri hidupnya dan contoh nyatanya terjadi pada Audrey.
Dua jam berlalu, Audrey akhirnya bisa menenangkan diri menggunakan pil penenang yang pernah ia dapatkan dari seorang dokter. Audrey kini bisa berpikir jernih menggunakan akal sehatnya.
Waktu telah menunjukkan pukul sebelas pagi dan Audrey yang teringat bahwa ia sudah mulai bekerja segera bergegas untuk berangkat.
Cuaca di London saat ini sangatlah dingin dan hampir menyentuh angka nol derajat celcius membuat sebagian warga London memilih untuk berdiam diri dirumah dan bagi mereka yang terpaksa untuk keluar rumah, mereka menggunakan pakaian yang sangat tebal dengan syal di leher mereka. Audrey tak memiliki pakaian seperti itu, satu-satunya pakaian tebal yang ia miliki adalah baju yang diberikan oleh wanita pemilik butik yang ia temui kemarin. Audrey mengira pakaian itu cukup tebal, namun nyatanya tak cukup untuk menghalau rasa dingin yang masuk menusuk tulangnya.
"Dari mana saja kau? Lihat jam berapa ini" seorang pria setengah baya menyandarkan tubuhnya pada dinding restaurant ayam, menghembuskan asap dari celah mulutnya kemudian menghisap kembali cerutu yang berada di tangannya.
Audrey membalas dengan seulas senyum diwajah cantiknya dan memberikan alasan yang sekiranya masuk akal sehingga membuat pria yang sedari tadi berdiri dihadapannya menghilangkan wajah menatap curiga yang ditujukan padanya beberapa saat lalu.
"Baiklah, masuk dan kenakan seragam yang ada disana" pria setengah baya itu menunjuk sebuah ruangan khusus untuk karyawan restaurant yang ia miliki dan Audrey segera melangkah masuk.
Tap ... tap ... tap ...
Sorot mata memandang mengikuti gadis itu berjalan menuju ke sebuah ruangan, kehadirannya menarik perhatian seluruh orang di restaurant ayam itu. Tak hanya para pelanggan, gadis itu bahkan menarik perhatian karyawan restaurant yang sedang bekerja. Entah apa yang terjadi, semua orang seolah-olah tersihir dengan pesona yang Audrey miliki.
Puluhan manusia berbaris rapi menunggu giliran untuk memesan sesuatu di sebuah restaurant ayam. Tempat itu terlihat sangat ramai hari ini dari pagi hingga malam ruangan itu dipenuhi barisan pembeli. Audrey Dianne seorang pekerja paruh waktu yang bekerja sebagai kasir di restaurant ayam itu bahkan dengan sukarela bekerja lembur untuk membantu karyawan lain yang sedang berusaha menyelesaikan tumpukan pesanan yang menggunung."Satu box buffalo wings original dan dua box buffalo wings crispy, selamat menikmati makanan kami" begitulah cara Audrey memperlakukan pelanggan dengan ramah dan penuh sopan santun disertai seulas senyum yang sejak tadi terpasang diwajah manisnya.Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, puluhan pelanggan yang sejak tadi memenuhi tempat ini kini mulai pergi satu persatu sebab keinginan mereka sudah terpenuhi dengan baik."Hari yang sungguh melelahkan" Audrey meregangkan badannya yang terasa pegal karena harus berdiri sejak tadi untuk menerima pe
Rintik hujan perlahan turun membasahi London. Gemerlap cahaya perkotaan berhasil menyelamatkan kota dari kegelapan yang pekat. Angin berhembus kencang menciptakan udara malam yang semakin dingin. Terlihat seorang gadis duduk meringkuk di depan sebuah restaurant ayam yang hampir tutup. Titik-titik air yang turun membasahi tanah seketika berubah semakin ganas diiringi tangis gadis itu. Sepertinya bumi mengerti betul bagaimana perasaannya saat ini.Seorang pria berpayung hitam mendatangi gadis yang meringkuk itu, ia menekuk kedua lutut tepat dihadapannya guna melindungi sang gadis dari derasnya hujan yang menghantam tubuhnya."Ini bukan salahmu, tenangkan dirimu" ia mengelus pundak gadis itu bermaksud untuk meredakan suara tangis yang terdengar semakin keras."A-ku tidak mau kehilangan pekerjaanku" gadis itu kini mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata, suaranya begitu lirih.Perasaan iba kini muncul di hati pria itu. Melihat seorang perempuan yang me
Suasana sebuah restaurant ayam masih sama seperti hari lalu, begitu ramai dan sesak karena dikerumuni oleh para pelanggan. Hari ini sesuai dengan perjanjian pagi tadi Audrey Dianne tidak diperkenankan lembur dan harus pulang tepat waktu tak peduli seberapa ramai tempat itu. Mr. David benar-benar merupakan bos idaman para pegawai.Jam di dinding kini telah menunjukkan pukul lima sore, itu artinya satu jam kemudian Audrey akan kembali ke rumah dikarenakan waktu kerjanya telah usai. Tetapi pria yang sedang ia tunggu sedari tadi tak kunjung datang sampai saat ini.Tatapan Audrey menyapu setiap sudut ruangan di restauran ayam itu, berharap ia bisa menemukan seseorang yang ia tunggu namun alih-alih menemukannya Audrey justru dikejutkan dengan kedatangan beberapa orang yang membawa sejumlah kamera."Permisi apakah saya bisa mewawancarai anda sebentar saja? Kami dari program acara televisi nasional ingin mewawancarai pemilik restauran ini" ucap seorang wanita yang diket
Seorang gadis cantik yang masih menggunakan seragam kerjanya terlihat begitu menawan, tubuhnya tinggi semampai dengan rambut panjangnya yang diurai begitu saja. Tiap langkahnya disambut oleh segenap tatapan mata ketika memasuki sebuah kedai kopi. Untuk beberapa saat, gadis itu berdiri di dekat pintu masuk sibuk mencari seseorang yang akan ia temui di tengah sekumpulan orang yang sedang menikmati sajian minuman yang mereka pesan. Gadis itu tersenyum ketika akhirnya menemukan orang yang ia cari."Kau menungguku lama, Alberth Galvin?" gadis itu menyapa Alberth."Kau sudah datang? Sebentar, aku akan mengambilkan kursi untukmu" Alberth berinisiatif untuk mengambil kursi tambahan ketika menyadari bahwa ia duduk di meja untuk dua orang saja. Alberth kemudian meletakkan kursi kosong itu persis di sebelahnya.Gadis itu kemudian mengucapkan terima kasih dan duduk berdampingan dengan Alberth dihadapan Audrey. Audrey Dianne menatap gadis di sebelah Alberth dengan tata
Hari sudah berganti baru dan seperti biasa Audrey kembali melakukan rutinitasnya setiap waktu akan menunjukkan pukul sepuluh pagi yaitu berangkat bekerja. Dari kejauhan Audrey melihat teman-teman rekan kerjanya berkumpul dalam satu meja dengan mata berbinar-binar.Suasana akhirnya menjadi benar-benar heboh ketika Audrey memasuki restauran tersebut. Beberapa mengucapkan selamat padanya dan yang lain memuji-muji kecantikan dirinya. Audrey yang terkejut melihat tingkah laku semua pegawai disini hanya memandang dengan tatapan bingung."Kau tak tau Audrey?" salah satu rekan kerjanya bertanya pada Audrey sebab melihat tatapan gadis itu yang seolah bingung dengan semua ini."Wawancara Mr. David kemarin, kau melihatnya di televisi? Ah tidak-tidak, youtube? Instagram? Twitter?" yang lain menimpali, namun pertanyaan runtut tersebut hanya dibalas dengan kata tidak oleh Audrey."Wawancara itu menduduki rating nomer satu dan yang lebih mengejutkan lagi bukan nama Mr.
Angin berhembus pelan menyibak rambut yang menutupi kedua wajah cantik yang kini duduk berdampingan di sebuah kursi taman dekat dengan dengan pusat kota London.Terlihat berbagai pepohonan yang mengitari taman itu mulai menumbuhkan dedaunan pertanda bahwa musim semi akan tiba sebentar lagi. Cuaca London yang biasanya begitu dingin kini terasa kian menghangat entah dikarenakan oleh pergantian musim atau disebabkan oleh wanita menyebalkan yang berada di samping Audrey sekarang.Masing-masing dari mereka membawa segelas coklat hangat ditangan, pengelihatan mereka menyapu pemandangan taman kota yang terlihat begitu sepi sebab musim dingin yang tak kunjung usai."Jika kau tidak jadi membicarakan apapun, aku akan pergi sekarang" Audrey meluruskan lututnya menapak tanah.Melihat gadis disampingnya hendak beranjak pergi, Zoya menarik lengan gadis itu dan menyuruhnya untuk duduk kembali. Pasti Audrey merasa kesal karena sejak tadi Zoya belum berbicara apapun
Sebuah lampu tidur menerangi ruangan sempit yang terlihat begitu sederhana. Seorang gadis duduk diatas kasurnya yang tak terlalu empuk sembari memandangi ponsel yang berada di hadapannya. Ia menunggu kabar dari seseorang yang tak kunjung mengabarinya.Satu jam, dua jam, bahkan sampai tiga jam lamanya pesan yang gadis itu kirim tak kunjung dibaca maupun dibalas. Beberapa menit sekali, gadis itu mengecek ponsel untuk memastikan pesan yang ia kirim barangkali pesan itu tak terkirim karena buruknya jaringan internet, namun berulang kali mau dipastikan bagaimanapun juga tanda yang menunjukkan pesan itu sudah terkirim tak berubah sekalipun.Tak ada pilihan, gadis itu akhirnya membuka satu aplikasi rahasia di ponselnya yang terlihat seperti sebuah peta yang menggambarkan berbagai daerah di Kota London, tetapi ada satu hal yang menarik perhatian, nama Alberth Galvin terpasang di sana. Itu bukanlah aplikasi peta biasa melainkan sebuah aplikasi pelacak.Sepert
Baju-baju yang dirancang oleh desaigner papan atas memenuhi setiap sudut ruangan itu. Berkilau, indah, cantik, dan tentunya mahal menjadi ciri khas sebuah baju yang tak bisa digunakan untuk sembarang acara yang tidak memiliki kelas. Namun, jangan khawatir sebab baju-baju disini tentunya takkan dipersalahgunakan seperti itu sebab semuanya berada di ruang rias milik agensi ternama, LF Agency. Ruangan itu biasanya hanya diisi oleh beberapa model saja yang akan dirias dan dipersiapkan untuk suatu acara, akan tetapi hari ini ruangan itu terlihat berbeda.Ramai orang di ruangan itu mengerumuni seorang wanita cantik yang baru saja kembali dari pekerjaannya di luar negri. Wanita itu merupakan seorang model terkenal asuhan LF Agency yang memiliki popularitas kemana pun ia pergi, hal itu membuat semua orang yang berada di gedung ini datang ke ruang rias guna mendekatinya untuk melihat wajahnya dari dekat.Hidung mancung bak selundang, pipi bak pauh dilayang, dan bibir tipis bak