*****
Mengingat kejadian pada malam yang sebenarnya. Memang saat itu Cedric yang tidak sengaja menumpahkan gelas winenya sehingga mengotori gaun milik Eleanor. Lalu, Cedric berinisiatif mengajak Eleanor menginap di kamar hotel, karena kebetulan ia juga ingin menginap di kamar hotel demi menghindari perjodohan yang tidak diinginkannya telah diatur sang ayah.
Saat Cedric melangkah keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe membuat hati Eleanor langsung bermekaran dan menatapnya dengan candu. Apalagi ditambah rambutnya terlihat basah dan menyegarkan, tanpa disadari mulut sang model sedikit menganga dan handuk digenggamnya hampir terlepas dari genggaman tangannya.
‘Pria ini tampan juga ternyata.’
Untung saja Eleanor mengucapkan hanya dalam hati. Seandainya ia mengucapkannya terang-terangan, mungkin ia akan bingung ingin menaruh mukanya di mana. Apalagi selama ini ia dikenal sebagai seorang model selalu jual mahal.
Cedric menaruh handuk pada kursi dan menduduki sebuah sofa sambil menepuk sofa pelan. “Eleanor, kemarilah.”
Eleanor meresponsnya menampilkan senyuman manis sambil menggantung handuknya di sandaran kursi, lalu menduduki sofa bersama Cedric.
“Maaf, ya, soal tadi aku mengotori gaunmu. Aku harus mencari gaun yang sama untuk menggantinya.”
“Tidak apa-apa. Lagi pula kamu tidak sengaja melakukannya.”
“Malam ini, kamu tidur di sini saja bersamaku.”
Sekejap pipi mereka merah merona mendengar perkataan terkesan ambigu itu.
“Jangan salah paham. Maksudku itu … kita tidur bersama dalam satu kamar tapi tidak seranjang. Kamu tidur di ranjang, aku tidur di sofa saja.” Cedric meluruskan perkataan dengan gugup.
“Aku saja yang tidur di sofa, kamu sebaiknya di ranjang saja.”
“Tidak boleh. Seorang wanita harus tidur di ranjang yang nyaman supaya kamu tidur nyenyak.”
Gombalan sederhana itu membuat Eleanor hampir terkena serangan jantung. Tapi, tetap saja ia tidak ingin membiarkan seorang direktur tidur di sofa. “Tidak apa-apa. Justru kamu seorang direktur yang pantas tidur di ranjang. Aku juga sudah terbiasa tidur di sofa.”
“Aku tidak peduli. Yang terpenting kamu tidur nyenyak di ranjang sudah cukup membuatku lega. Sudahlah, jangan keras kepala dan turuti perkataanku saja.”
Eleanor mengangguk anggun sambil menyelipkan helaian rambut panjang ke belakang telinga. “Omong-omong, bolehkah aku bertanya satu hal?”
“Boleh saja. Lagi pula sebelum tidur aku ingin berbincang denganmu dulu.”
“Kenapa kamu memesan kamar hotel? Apakah sebenarnya tujuanmu itu ingin bermalam bersama wanita lain? Biasanya seorang pria memesan kamar hotel tanpa sebab karena ingin menggoda wanita secara acak.” Eleanor kembali mencurigai pemuda tampan ini sebagai pengalihan pikirannya sudah tergoda dengan penampilan pemuda itu.
Cedric tertawa kikuk. “Justru pemikiranmu itu berbeda jauh dari fakta. Sebenarnya tujuanku memesan kamar hotel karena memang aku ingin bermalam sendirian tanpa ditemani siapa pun, meski biasanya aku juga tinggal sendirian. Apalagi sebenarnya hari ini seharusnya aku kencan buta dengan seseorang.”
Napas sang model langsung lesu dan bibirnya memanyun. Entah kenapa hatinya mudah menyerah ingin meraih hati pemuda tampan. Ia juga sebenarnya bingung kenapa hatinya sedikit berharap menginginkan pemuda ini.
“Begitu rupanya. Pasti kencan buta itu berhasil, lalu kamu ingin merayakannya sendirian.”
“Justru kamu salah. Aku yang menghancurkan kencan buta itu.”
Eleanor tersentak dan kepalanya terangkat ringan. “Kenapa kamu melakukannya?”
“Sudah kukatakan padamu sebelumnya. Memang aku tidak mudah memercayai siapa pun. Entah aku dijodohkan wanita konglomerat, aku tetap tidak tertarik.”
“Lalu, kenapa kamu memercayaiku dengan mudah? Kenapa harus aku yang kamu percayai?”
Tiba-tiba Eleanor merasa kepalanya sedikit sakit akibat minuman wine yang dinikmatinya beberapa saat lalu. Meski kadar alkohol paling rendah, tetap saja efeknya masih sedikit terasa, meski hanya sedikit pusing. Namun, tidak berpikiran aneh-aneh.
“Kamu kenapa?” Cedric ingin menyentuh pelipis Eleanor, tapi ia mengurungkan niatnya.
“Aku hanya sedikit pusing.”
“Sebaiknya kamu tidur dulu saja. Tenang saja, aku tidak melakukan apa pun padamu. Aku berjanji.”
“Tidak apa-apa. Kita lanjutkan perbincangan kita saja.”
“Jangan keras kepala, Eleanor. Kalau kamu sakit, maka aku juga harus bertanggung jawab padamu.”
Eleanor menghembuskan napas kasar, berdiri dari sofa bermalasan menuju ranjang berukuran king size. Seketika ia ingin membaringkan tubuhnya, sebenarnya ia tidak tega juga mengamati sang direktur hanya tidur di sofa tanpa memakai selimut tebal.
“Cedric, kamu mau pakai selimutnya tidak?”
“Tidak perlu. Kamu saja yang pakai. Aku tidak tega membiarkan seorang wanita tidur tanpa memakai selimut.”
Akhirnya Eleanor menyerah juga lalu membiarkan tubuhnya terbaring di sebuah ranjang empuk sambil membungkus tubuh rampingnya dengan selimut.
“Eleanor.”
Sejenak Eleanor berbalik badan menghadap sang direktur dalam posisi terbaring. “Iya, kenapa?”
“Terima kasih sudah bersedia menjadi teman curhatku tadi. Rasanya hatiku kembali lega.”
Eleanor memancarkan senyumannya berseri-seri. “Aku juga sama sepertimu. Terima kasih juga sudah menjadi teman curhatku. Apalagi di hari Valentine begini temanku sangat menyebalkan.”
“Memangnya kenapa?”
Eleanor memutar bola mata mengingat sepanjang hari ada teman baiknya baru berpacaran hari ini langsung memamerkan kemesraan di media sosial. “Seperti biasa orang baru berpacaran langsung memamerkan kemesraan di hadapan orang masih jomlo. Beginilah nasib orang jomlo selalu diejek sepasang kekasih dan aku selalu didesak berpacaran. Mereka kira mencari pria sejati itu mudah, ya!”
“Tenang saja. Di hari Valentine, aku tetap ingin menemanimu supaya kamu tidak sendirian. Meski aku dan kamu hanya berteman, tapi setidaknya aku tidak merasa kesepian lagi.”
Eleanor tertawa anggun sambil meremas selimut tebal dipakainya. “Cedric, ternyata kamu tipe pria yang lucu juga.”
Bola matanya terbelalak dan langsung menutupi kepalanya dengan selimut tebal. Entah apa yang dirasukinya sejak minum wine hingga ia mengucapkan perkataan keceplosan terus.
Sedangkan bagi Cedric sangat tidak masalah. Ia justru sangat bahagia mendengar ucapan itu terdengar sangat manis dari seorang wanita. Ia ingin bersama Eleanor lebih lama lagi. Maka dari itu, ia memutuskan tidak ingin memasuki dunia mimpinya lebih cepat.
Cedric berinisiatif beranjak dari sofa, berpindah menduduki tepi ranjang dan menampakkan senyuman manis terang-terangan di hadapan Eleanor sambil menyentuh tangan lembutnya.
“Sedangkan menurutku, ternyata kamu tipe wanita menggemaskan juga, Eleanor.”
Eleanor membuka selimutnya perlahan dan menatap netra gagah di hadapannya hanya berjarak berbeda tipis menambah napasnya tidak karuan. Apalagi netra indahnya berhasil tersihir hingga membuatnya selalu terfokus mengamati pemandangan indah di hadapannya.
“Kamu kenapa ke sini? Kamu tidak ingin tidur?” Eleanor berbasa-basi menghilangkan rasa canggungnya.
“Aku ingin menikmati momen kebersamaanmu lebih lama lagi. Aku bosan tidur sendirian di sofa.”
Eleanor tersipu malu. “Kamu tidak perlu mengucapkannya terang-terangan.”
“Bukankah kamu sendiri yang bertanya duluan tadi?” Cedric sengaja memasang raut wajah polos.
“Lupakan saja. Sudahlah, aku ingin tidur sekarang.”
“Baiklah, aku tidak akan mengganggumu tidur. Selamat tidur, Eleanor.”
“Selamat tidur juga, Cedric.”
Sebenarnya bisa dikatakan mereka sungguh tidak tidur. Sudah beberapa menit telah berlalu, tetap saja mereka tidak bisa tidur nyenyak. Sudah pasti ini sangat wajar bagi seorang wanita dan pria tidur sekamar pertama kalinya penuh rasa canggung.
Cedric berbalik badan berkali-kali di sofa menampakkan senyuman manisnya hingga pipinya semakin memerah. Apalagi pikirannya selalu terbayang dengan sosok wanita cantik sedang tidur di ranjang itu yang terlihat manis di matanya saat berbincang santai tadi. Ditambah jarak wajah mereka sangat dekat membuat detak jantungnya semakin tidak stabil.
Sedangkan Eleanor juga tidak menahan godaan wajah tampan yang terus menggodanya tadi dalam jarak dekat. Tentunya membuatnya semakin kesulitan tidur, bukan karena penyakit insomnia yang diidapnya semenjak dulu.
Beberapa saat kemudian, akhirnya sepasang teman ini tertidur lelap juga. Namun, di tengah mimpi indah berlangsung, Cedric merasa seperti ada seseorang yang terus memanggilnya dari tadi. Ia berinisiatif terbangun dari mimpinya dan mendekati sumber suara itu berasal dari sang model cantik terus mengigau.
Perlahan Cedric menduduki tepi ranjang dan mengelus punggung tangan lembut Eleanor penuh perasaan untuk menenangkannya secara tidak langsung.
“Cedric ….”
“Eleanor, kamu tidak perlu takut lagi. Ada aku di sini, aku akan melindungimu dari bahaya apa pun.” Cedric berbisik pelan kemudian tangan kanannya berpindah di dahi Eleanor terasa lembut.
Hanya perkataan sederhana itu berhasil membuat Eleanor kembali tersenyum manis. Cedric sangat terkejut. Tidak disangka perlakuannya bisa membuat wanita ini kembali tidur dengan nyenyak. Ini pertama kalinya juga ia membuat seorang wanita yang awalnya bermimpi buruk menjadi bermimpi indah, jika dilihat dari senyuman itu.
“Semoga kamu bermimpi indah sampai seterusnya, Eleanor. Untung saja hari ini aku menemanimu tidur. Kalau seandainya kamu tidur sendirian di kamarmu, mungkin kamu akan terus mengalami mimpi buruk itu sampai terus menghantuimu saat kamu terbangun.”
Cedric tertawa kecil sejenak sambil terus mengelus dahi lembut itu perlahan. “Seandainya saja kamu adalah istriku, mungkin sekarang aku akan memelukmu sesuka hatiku. Sangat disayangkan hubungan kita hanya sebatas teman. Tapi, meski hubungan kita hanya teman, aku tetap akan melindungimu dan menenangkanmu kalau kamu bermimpi buruk lagi. Melihatmu tersenyum manis begini sudah membuatku sangat bahagia.”
Cedric memutuskan mengakhiri aksinya sambil menyelimuti tubuh ramping itu dengan selimut tebal. Ia kembali membaringkan tubuhnya di sofa dan mengamati Eleanor dari kejauhan sebagai pengantar mimpi indahnya.
‘Sejujurnya, ini pertama kalinya sekian lama aku bisa tidur nyenyak berkat kehadiranmu, Eleanor.’
Kembali lagi di saat Eleanor dan Cedric duduk di sofa ruang tamu. Dengan penampilan gagahnya, Cedric masih memegang kotak cincin itu. Sedangkan Eleanor masih kesal dengan lamaran terkesan kurang ajar. Meminta menikah tiba-tiba tanpa ada rasa cinta, sudah pasti semua orang sangat tidak menyetujuinya, terutama menikah karena skandal. Tangannya terkepal kuat seolah-olah ingin menampar direktur tampan ini tanpa segan. Tapi setengah hatinya, ia juga merasa kasihan karena sang direktur sebenarnya tidak bersalah. Jika dipikirkan maksud tawaran pernikahan terkesan paksaan, ada sisi untungnya juga. Jika diingat kisah masa lalu Cedric secara sekilas, Cedric juga mengalami hal yang sama dengannya, yaitu sama-sama diberi ancaman akan dicelakai seketika menginjak usia dewasa. Maka dari itu, mereka memiliki trauma yang sama. Jika Cedric mempersilakan mempergunakannya demi mencari pelaku yang ingin mencelakai mereka. Sangat tidak masalah. Yang membuat masalah baginya adalah pernikahan impian yang
Dari awalnya perdebatan karena masalah pernikahan kontrak, akhirnya berujung tidur bersama lagi dalam satu kamar. Namun, situasi kali ini sedikit berbeda. Cedric menemaninya tidak setengah-setengah seperti sebelumnya. Meski Eleanor menyetujui ditemani sampai tertidur lelap, tapi tetap saja Eleanor tidak mengizinkan Cedric menemaninya dalam jarak dekat. Cedric tetap keras kepala. Seketika tunangannya sudah tertidur lelap, ia masih tetap ingin menemaninya. Cedric menduduki ranjang sambil menyentuh kepala Eleanor dengan penuh kasih sayang. Sebenarnya ia sangat keberatan dengan kontrak pernikahan itu yang membuat hidupnya sengsara. Bagaimana bisa ia bertahan hidup tanpa melakukan semua hal tertera pada aturan-aturan itu? Apalagi ini pertama kalinya ia sangat ingin melakukan sentuhan fisik dengan seorang wanita. Wanita itu adalah calon istrinya sekarang tidur seperti bayi. Senyuman manis terus terpampang pada wajah cantik Eleanor, menambah rasa candunya ingin terus bertahan di kamar ini.
Seketika baru memasuki apartemennya, Eleanor langsung melepas stilettonya berserakan dan membaringkan tubuhnya di ranjang miliknya. Membayangkan pelukan hangat selalu membuatnya selalu nyaman, ia sedikit menyesal menolak tawaran itu demi menjaga harga dirinya keras seperti tembok beton. Ia terus merutukki dirinya berguling-guling di ranjang. Drrt…drrt… Tiba-tiba terdengar suara getaran ponsel menunjukkan sebuah notifikasi pesan masuk. Di dalam pikirannya, ia sedikit berharap dari calon suaminya. Maka dari itu, ia langsung menggeser layar ponselnya menatap pesan itu. Ekspektasi berbeda jauh dari realita. Yang mengirimkan pesan itu adalah salah satu temannya tukang pamer. Siapa lagi kalau bukan Jessica? Beberapa saat lalu memamerkan hubungan asmaranya dengan temannya sendiri, lalu sengaja mengompori Eleanor supaya iri. Senyuman manis langsung memudar. Eleanor menaruh ponselnya kasar di ranjang dan menghembuskan napas kasar. ‘Sudah kuduga dia manis di mulut. Sedangkan urusan menghub
Cedric mengajak tunangannya berjalan santai di taman kota. Sesungguhnya tujuannya mengajak jalan-jalan di taman bukan sekadar ingin berkencan. Tapi sekaligus ingin mengatakan hal sebenarnya mengenai penguntit yang memantau pergerakan mereka saat di Kafe tadi. Sepanjang jalan menelusuri taman kota, mereka saling bergandengan tangan erat. Di satu sisi bermaksud ingin bersandiwara di hadapan semua orang supaya mereka terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan, di satu sisi lainnya Cedric bermaksud ingin melindungi sang tunangan dari penguntit atau siapa pun yang berani menyentuh tubuh sang tunangan. Karena hanya mereka berdua di area taman ini, Eleanor ingin mengungkapkan rasa ketakutannya selama di Kafe. Eleanor tidak ingin dirinya terus ketakutan. Bibir indahnya sedikit terangkat, akhirnya ingin membuka suaranya setelah beberapa menit terbungkam. “Cedric. Eleanor.” Keduanya saling memanggil serentak. “Kamu duluan saja.” Cedric berinisiatif mengalah. “Cedric, sebenarnya ada sesuat
Eleanor tersentak. Seketika tubuhnya hampir terjatuh ke belakang, Cedric berinisiatif menangkap punggung indah itu dengan lengan kekarnya. Eleanor menunduk malu, menyingkirkan helaian rambut panjang menutupi pandangan matanya. Pemuda yang sangat ia kenal sejak masa kuliah, bagaimana bisa setelah beberapa tahun berlalu, mereka dipertemukan kembali? Tentunya hal ini sangat tidak nyaman baginya sampai rasanya ingin memanfaatkan calon suaminya sekarang. Tubuh kekar Cedric begitu kokoh mampu menutupinya. Perlahan Eleanor bersembunyi tepat di belakang tubuh gagah itu, sengaja juga ia menutupi rasa kegelisahannya dengan wajah datar. Cedric menyadari situasi sekarang sangat tidak nyaman. Ia sangat peka dalam hal ini, apalagi berkaitan dengan masalah wanita pujaan hatinya. Baru mencoba memenangkan hati wanita manis ini, sudah dihadapi masalah baru lagi, meski ia tidak tahu apa yang telah terjadi sebenarnya. Hanya Eleanor yang mengetahui jawabannya. Pemuda itu tersenyum tipis. Melangkah per
Seketika Eleanor selesai menceritakan apa yang dialaminya beberapa tahun lalu, Cedric semakin mempererat pelukannya. Mendengar soal Eleanor sungguh bertekad tidak ingin menjalin hubungan asmara dengan siapa pun, Cedric semakin bersemangat ingin memperjuangkan memenangkan hati Eleanor sepenuhnya. Senyuman percaya diri terus terpampang pada wajah tampannya. Tangan kanannya lambat laun mengusap kepala lembut sang tunangan sambil mendaratkan kecupan manis di puncak kepala untuk menunjukkan rasa kasih sayangnya. Memang masih belum sebulan berjalan hubungan mereka. Cedric semakin tertarik dengan Eleanor dan semakin tidak sabar menanti pernikahannya yang akan berlangsung dua bulan kemudian. Bahkan ia sudah berasumsi dirinya sudah kalah dan pastinya akan melanggar semua aturan kontrak hubungan asmara mereka padahal belum tanda tangan secara resmi. “Terima kasih sudah menceritakannya padaku, Eleanor.” “Kamu jangan terlalu percaya diri dulu! Bagaimana kalau selama setahun aku masih belum
Sepanjang malam Eleanor tidak bisa tidur nyenyak setelah mendengar penjelasan sang pemilik toko buku mengenai Austin. Menurut sang pemilik toko buku, Austin yang akan menjadi tokoh ketiga atau bisa dikatakan akan menjadi penghancur kehidupan asmaranya bersama Cedric. Itulah alasan kenapa Eleanor tidak pernah memercayai satu pria pun, kecuali Cedric. Eleanor semakin ingin melekat dengan Cedric dan ingin melindunginya dari ancaman apa pun. Eleanor juga ingin membalas semua jasa baik yang diberikan Cedric untuknya. Sinar matahari akhirnya menyambut pagi hangat untuk Eleanor. Pagi hari kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Tidak biasanya seseorang mengunjunginya di pagi hari. Bahkan ia tidak meminta asistennya melayaninya. Terpaksa Eleanor beranjak dari ranjang sambil merapikan penampilannya sangat kusut setiap kali bangun. Hanya berdurasi singkat merias dirinya, ia menghampiri pintu utama dan menyambut kedatangan tamu misterius yang mengganggu suasana pagi. Siapa sangka kalau yang
Jantung Eleanor hampir lepas. Rahangnya sampai kaku terbuka lebar dan bola matanya melotot. Sedangkan Cedric tertawa gemas sambil menggenggam tangan lembut sang tunangan. “Sudah kubilang, kamu dengarkan penjelasanku dulu. Sedangkan sekarang kamu sangat berlebihan.”Eleanor kembali memasang raut wajah serius, melipat kedua tangan di dada. “Cedric, menjadi seorang direktur bukan pekerjaan mudah. Persyaratan menjadi seorang direktur juga harus memiliki pendidikan yang tinggi. Memang sih aku lulusan sarjana dengan nilai cukup tinggi padahal tidak sempurna, tapi bukankah seharusnya kamu berpikir matang dulu?”“Iya, aku sudah memikirkan hal ini matang.” Cedric menyahut dengan polos. “Posisi itu tidak mudah dicapai semua orang. Biasanya kalau dalam drama yang aku tonton, posisi direktur itu pantas didapatkan untuk orang yang memiliki hubungan keluarga dan cerdas.”“Sebentar lagi kamu akan menjadi istriku. Sudah sepantasnya kamu mendapatkan posisi itu.”“Tapi Cedric, aku tidak mungkin menga