Jalan raya tidak pernah sepi sekalipun sudah dini hari begini. Lima belas menit di jalanan tak membuat Vera sadar kalau diikuti. Iya, itu wajar saja— semua kendaraan tampak tidak mencurigakan.Akan tetapi, setelah setengah jam kemudian— di saat dia mulai berbelok-belok mengikuti arahan dari googlemaps, barulah dia sadar ada satu mobil hitam yang mengintai.Setiap kali dia mengebut, mobil di belakangnya juga mengebut. Setiap kali dia menurunkan kecepatan, kendaraan itu ikut menurunkan kecepatan. Sudah pasti, dia sedang diikuti.Vera tidak tenang. Dia tidak terbiasa sendirian saat pergi kemanapun saat malam-malam begini tanpa Danno.Sambil mengamati kaca spion, dia bertanya pada diri sendiri, "siapa itu? Ada yang ngikutin aku? Sejak kapan? Apa sejak dari rumah? Apa jangan-jangan Alarik dan ayahnya tahu kalau Danno pergi, lalu menunggu kesempatan ini?"Dalam sekejap, pikirannya dipenuhi oleh hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Belum lagi, dia tidak terlalu familiar dengan jalan-jalan d
Vera harus bersabar dengan omelan demi omelan yang keluar mulut sang suami. Biasanya, dia yang sering mengomel, tapi sekarang Danno. Pria itu terlalu khawatir, terlalu protertif, dan terlalu posesif.“Udah dong, Danno, kamu makin lama makin overprotektif. Iya, iya, aku udah minta maaf— berapa kali aku harus minta maaf supaya kamu puas?” ucap Vera yang tak tahan lagi."Aku bukan pertama kalinya kamu pergi tanpa minta ijin. Aku begini karena kamu yang keterlaluan! Kita udah nikah, Vera— aku suamimu, aku berhak tahu ke mana kamu pergi!""Aku cuma—“ Vera menahan diri. Dia tidak mau membela perbuatannya sekarang. "Maaf, iya aku salah.”Karena Vera terus saja menunduk, Danno mencubit dagu wanita itu, lalu didongakkan sedikit agar menatap wajahnya. Dia bertanya, “kenapa dari tadi nggak mau lihat aku?” “Nggak apa. Aku ngaku salah.” Vera memalingkan pandangan. Dia memang menghindari tatapan dengan sang suami.Danno merasa sudah cukup marah-marah, dan akhirnya memeluk tubuh Vera dengan erat. D
Beberapa hari kemudian ...Danno masih curiga dengan kedatangan sepupu istrinya waktu itu. Ada yang tidak beres. Untuk apa jauh-jauh hanya untuk merayu Vera agar mau menerima kasus? Kemudian setelah ditolak pergi begitu saja?Karena rasa curiga itulah, setiap hari— dia menyelidki sesuatu. Akan tetapi, dia menyembunyikan apa yang dia lakukan kepada Vera. Daripada mereka bertengkar gara-gara beda pendapat, dia memilih untuk diam.Hari ini— dia membaca koran, masih santai di meja makan. "Sayang, besok aku harus ke kantor polisi 'kan?"Vera menyajikan secangkir kopi ke sang suami. Dia menjawab, "iya, cuma wajib lapor doang. Kasusnya Hardi belum selesai.""Polisi belum nangkap siapapun?""Udah ada beberapa orang saksi.""Belum ada tersangka?""Belum, sekalipun kita tahu kalau pelakunya pasti suruhan Alarik atau Henry, tapi ...""Tapi sulit terungkap 'kan? Halah kayak nggak tahu aja, paling ntar ada orang nggak jelas dijadiin tersangka.""Iya sih, tapi aku takutnya kamu terlibat. Gimana pun
Usai berganti baju, Vera dan suaminya, Danno, pergi jalan-jalan. Tujuan mereka adalah taman terdekat yang tak terlalu ramai kala itu. Akan tetapi, di sekitaran taman tersebut, banyak sekali pedagang makanan.Taman itu bisa dimasuki oleh siapapun. banyak pepohonan Tabebuya yang sedang bermekaran. Itulah daya tariknya— aneka warna bunga tabebuya sedang mekar, didominasi warna putih dan kuning.Ada banyak fasilitas main untuk anak-anak, seperti seluncuran atau jungkat-jungkit. Selain itu, karena hari ini hari Minggu, ada senam yang diikuti oleh para wanita di dekat kolam ikan mas.Vera duduk di salah satu bangku taman yang ada di bawah salah satu pohon Tabebuya putih. Dia menikmati hembusan angin yang kadang membuat bunga-bunganya berjatuhan.Danno datang dengan membawakan sekotak camilan yaitu sosis bakar. Dia duduk di sebelah Vera. "Kangen nggak aku tinggal lima menit?""Kangen— kamu nggak takut kalau misalnya aku diculik waktu kamu antri beli jajan," sahut Vera dengan suara manja sep
Dengan bantuan Google Maps, Danno berhasil menemukan pusat perbelanjaan yang diinginkan oleh Vera. Dia memarkirkan mobil, kemudian keluar bersama istrinya itu.Mereka berjalan masuk ke dalam pintu masuk mall tersebut. Vera tak sengaja melihat ada pria bermasker hitam mencurigakan. Orang itu terus melirik ke arah mereka. Vera mencoba untuk biasa saja, tidak mungkin stalker lagi.Danno menoleh wajah istrinya yang sedikit tegang. "Ada apa?""Enggak apa-apa, di sini ramai, ya?""Ini 'kan hari Minggu.""Aku lagi pengen makan ayam, kamu apa?""Hmm ... aku bosen sama ayam, pengen steak— ayo kita ke atas aja, ke foodcourt, harusnya sih lengkap.""Iya, ayo cari-cari makan!" Vera bersemangat sehingga lupa dengan keberadaan pria misterius itu.Sebenarnya, orang yang memakai masker itu diam-diam mengikuti mereka, mengintai dari belakang. Tapi, dia waspada, tidak berani terlalu dekat.Saat Danno dan Vera menaiki lift, pria itu juga ikut masuk. Mereka keluar, orang itu juga ikut keluar.Akan tetapi
Jarum jam tangan sudah menunjukkan pukul tiga sore. Vera puas berkeliling mall, makan-makan, lalu berbelanja baju. Danno pun sudah bosan.Mereka pergi menuju ke cabang HIRO GYM yang ada di dekat Galaxy Mall. Di situ, Vera menunggu di kafetaria, sementara sang suami sibuk nge-gym sembari membahas sesuatu dengan salah satu pegawainya.Kafetaria gym ini tempatnya ada di lantai dua, cukup luas, dan banyak pengunjung. Kebanyakan adalah mereka yang sudah selesai melakukan aktifitas gym. Mereka enggan pulang, memilih bersantai dulu, apalagi sekarang hari Minggu."Banyak juga member di sini," ucap Vera mengamati meja-meja sekitar penuh pengunjung. Dia iri dengan bentuk tubuh salah satu wanita yang ramping dan seksi sekali—sudah pasti hasil nge-gym rutin.Ada beberapa wanita yang belum melakukan gym, tapi minum-minum dulu di sini."Seksi-seksi semua~" Vera menunduk sedikit, melihat perutnya yang agak membengkak— efek kebanyakan makan. "Pokoknya setelah ini aku harus diet lebih ketat."Tak b
Keesokan harinya ...Begitu Vera bangun, sang suami sudah tidak ada di ranjang. Dia melihat jam dinding masih menunjukkan pukul enam pagi. Rasanya tidak mungkin Danno bangun lebih awal darinya.Penasaran, Vera segera bangun, lalu ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, dia pergi ke luar mencari sang suami."Danno?" panggilnya sembari menuju ke ruang makan. Kebiasaan pria itu selalu ke sana begitu bangun tidur. Akan tetapi, tidak ada siapapun. Vera beralih ke ruangan lain, ruang tengah hingga kemudian ke ruang tamu—Dia memanggil, "Danno!"Ternyata, pria itu sedang duduk di kursi teras rumah, menggunakan kaos dan celana training, seperti baru selesai melakukan jogging.Vera melihatnya. Dia bertanya, "Sayang, kamu baru jogging?""Iya, kamu baru bangun 'kan?""Iya lah.""Kalau gitu, met paaagiii~ istriku yang suka molor~""Ajakin dong kalau jogging.""Nggak, kamu pules banget pas tidur. Aku nggak tega bangunin kamu.""Halah nggak tega, biasanya kamu malah bangunin aku tengah malam
Vera tidak melihat sang suami di luar rumah, melainan seorang pria tiga puluhan tahun yang cukup familiar. Iya, itu adalah Dino, penjaga yang diminta datang oleh Danno. Orang paling dipercaya olehnya di kota ini."Nyonya? Ada apa?" tanya pria itu.Dari semua orang atau pegawai Danno, cuma pria itu saja yang memanggil Vera dengan Nyonya. Ini sedikit membuatnya resah karena terlalu sopan. Dia bertanya, "suami saya udah pergi?""Iya barusan.""Hmm ... tadi kamu ke samping rumah, nggak?" Vera melihat ke sebelah dengan tatapan waspada.Dino ikut menoleh. Keningnya sedikit mengerut, heran dengan perilaku Vera yang mendadak waspada. "Enggak, Nyonya, saya loh baru datang."Penasaran, Vera berjalan menuju ke samping rumah, melihat keadaan— dan ternyata, tidak ada siapapun. Tidak ada hal yang mencurigakan.Lantas, sekelebat bayangan hitam itu apa? Siapa? Cuma halusinasi?Dino ikut melihat-lihat di sekitar situ. Dia bertanya, "Nyonya lihat sesuatu? Bilang aja di mana, nanti saya cek.""Tadi wa