Hari ini Liera harus lebih larut malam, dia harus mengikuti segala kegiatan menjelang dirinya mendekati ujian kelulusan padahal ujian itu akan berlangsung bulan depan tapi Lisa sudah bertekad untuk mendapatkan nilai terbaik dan masuk ke universitas bersama temannya
Asyla, dalam harapan kecil Liera, dia ingin sekali menjadi seorang pianis, bermain piano adalah hal yang selalu Liera lakukan setiap dirinya memiliki waktu luang.
Sebelumnya Liera tidak memberitahu sang Ibu jika dia akan mengikuti pelajaran tambahan setelah pulang sekolah, hari ini juga entah kenapa Liera lupa segalanya, dia bahkan tidak fokus mengikuti pelajaran dan beberapa kali mencoba tertidur di jam pelajaran.
“Asyla, bagaimana caraku pulang? Aku tidak tahu jalan pulang,” ucap Liera, dia memegang tali tasnya dengan cemas, hari sudah memasuki waktu senja dan Liera tidak tahu harus kembali pulang, dia juga tidak bisa memesan taksi online karena ponselnya tertinggal di rumah.
Asyla yang sedang mengetik sesuatu di layar ponsel menatap kearah Liera.
“aku juga tidak tahu Liera, aku lupa membawa dompetku, itulah sekarang aku sedang menghubungi ayahku,” ucap Asyla, dia juga sama seperti Liera, anak yang sejak lahir dimanjakan dengan kekayaan kedua orangtua yang dia miliki, sehingga jika terjadi sesuatu dia hanya bisa mengandalkan keluarganya.
Kedua gadis itu sibuk memikirkan bagaimana cara pulang kembali kerumah, baik Asyla dan Liera tidak menyadari jika sebuah mobil berwarna putih menghampiri keduanya dan tepat berhenti di hadapan mereka.
“Apa itu ayahmu Asyla?” tanya Liera, dia melirik ke arah mobil di depannya, Liera tahu jika Asyla hanya memiliki ayah dan ibunya sudah lama meninggal karena penyakit.
“Mobil ayahku? Aku rasa itu bukan ayahku, itu mungkin ibumu atau Kakak-mu mungkin”
“Ibu? Aku tahu mobil yang biasa Ibuku pakai, dan Kakak Keira aku tidak pernah melihatnya mengendarai mobil.”
Harapan Liera ataupun Asyla ternyata jauh berbeda saat pintu mobil itu terbuka, seorang pria dengan kaos putih dan celana jeans hitam berjalan mendekati mereka dengan membuka kacamata hitamnya.
Mungkin reaksi siswa lain melihat pria itu melangkah akan seperti bertemu seorang Aktor, tapi Liera dan Asyla keduanya malah takut, karena mungkin saja itu pria jahat yang ingin menculik mereka.
“Liera, kamu mengenal pria itu?” Tanya Asyla, dia sedikit melangkah mundur yang tentu diikuti dengan langkah Liera. Keduanya melangkah mundur secara bersamaan.
“jika aku mengenalnya, aku tidak akan takut sama sepertimu, Asyla.”
Julian mengerutkan keningnya tidak percaya, pria tampan seperti dirinya malah di takuti oleh kedua gadis itu, dengan ekspresi wajah datar Julian melangkah mendekati mereka dan menarik tangan yang dia tahu adalah Liera, gadis yang akan dijodohkan olehnya.
Sebelum dirinya terpaksa berada disini dan menjemput gadis berseragam SMA itu, siapa lagi yang bisa membuat dirinya berada disekolah ini jika bukan perintah sang ayah, jika hari ini ibu dari gadis itu tidak mendatanginya mungkin Julian sekarang sedang beristirahat di apartemen atau ruang rahasia di kantornya.
Tapi, Masalah semakin membuat Julian tidak ada pilihan lain, dia juga tidak terlalu peduli pada perjodohan ini, tidak ada untungnya dan sama sekali membuat Julian semakin ingin pergi dari rumah besar itu, dia lebih menyukai kehidupan yang sederhana daripada kehidupan penuh tekanan dan paksaan.
“Hay! Tenanglah aku tidak akan melakukan suatu pada kalian.” ucap Julian, dia membuka topi hitam yang dia kenakan, dia mendekati kedua gadis berseragam SMA tersebut.
“apa yang ingin Om lakukan disini? Kami tidak mengenal dirimu!” ucap Liera dengan sedikit menurunkan pandangannya, sebisa mungkin dia menyembunyikan Asyla dibelakang tubuhnya walau sebenarnya Liera juga takut.
Liera menepis tangan pria itu dengan di sedikit memaksa.
“Om? Apa aku setua itu untukmu, ayolah Liera? Itu namamu bukan? Jadi jangan membuang waktuku, ada makan malam yang harus kau hadiri bersamaku. Keluargamu meminta aku menjemputmu.” ucap Julian, dengan sedikit kasar pria itu menarik pergelangan tangan Liera, memaksa gadis itu untuk segera meninggalkan gerbang sekolah.
Liera merintih tak suka, selama 17 tahun dirinya tidak pernah diperlakukan kasar seperti oleh siapapun, “Omi! Lepaskan aku!! Aku tidak mengenalmu dan aku tidak mengerti apa yang kau katakan!!”
Segala cara Liera lakukan sampai terpaksa dia menggigit tangan pria yang tidak dikenali.
“akh!!” refleks Julian melepaskan pergelangan tangan gadis itu, Julian benar-benar tidak memahami sifat anak SMA jaman sekarang yang tidak mengerti apapun tapi sikapnya sangat membuatnya kesal.
“Kau! Berani melangkah jauh, aku pastikan—,”
Baru merasakan sakit di tangannya, kini milik Julian harus di rusak oleh gadis itu, dengan mudahnya gadis itu menendang miliknya tepat saat dirinya baru ingin mengejarnya.
“Kau—Akh! Sakit!!”
Liera menggunakan kesempatan itu untuk kembali berlari mendekati Asyla, dia mengisyaratkan Asyla untuk ikut bersama meninggalkan sekolah.
“Asyla! Ayo!”
Dia mengulurkan tangan dan langsung disambut oleh Asyla, keduanya berlari meninggalkan sekolah tanpa memikirkan nasib pria yang sedang kesakitan, untung saja di sekolah tidak terlalu ramai jadi tidak banyak orang yang melihat dirinya.
“Sial!!” Julian mencoba untuk bangun walau rasanya begitu sakit sampai berdiri dirinya begitu kesulitan, hancur sudah gelar ‘prince ice’ dalam dirinya, padahal saat kuliah Julian pernah mengikuti salah satu kegiatan bela diri tapi dia bahkan tidak bisa menahan gadis itu dan berakhir seperti itu.
Sedangkan Asyla dan Liera keduanya sudah jauh meninggalkan sekolah, untung saja keduanya memiliki kemampuan baik dalam urusan berlari jadi melarikan diri adalah andalan keduanya.
“Lie—sudah! Seperti dia tidak akan menemukan kita” ucapnya, dia mengatur nafasnya yang terasa begitu memburu, dengan nafas yang masih terengah-engah keduanya masuk ke dalam sebuah mini market.
“asyla maaf ya,” ucap Liera, dia menggerakkan seragamnya untuk menghilangkan sedikit dehidrasi dalam tubuhnya, dan memutuskan untuk mengikat rambutnya.
“tidak apa-apa Liera, kamu ingin apa? Mineral? Kopi? Atau Jus?” tanya Asyla, dirinya sibuk menentukan apa yang ingin dia minum sambil sedikit mengurangi keringat di tubuhnya.
“Mineral, dan aku ingin sekotak susu coklat dan roti” ucap Liera, sebenarnya dia juga lapar karena hari ini dia mengikuti pendalaman materi tanpa memberitahu Ibunya dan secara otomatis dia tidak mendapatkan tambahan uang ataupun bekal.
“Liera lapar? Bagaimana jika kita membeli ramen dan makan disini?” Asyla yang tadinya tidak merasa lapar, ikut menjadi lapar saat mendengarkan perut Liera yang berbunyi.
“baiklah”
Beruntung karena hari ini Liera masih membawa uang saku yang dia simpan, keduanya menikmati ramen dan beberapa makanan di luar toko, udara tidak terlalu dingin dan waktu yang sudah menunjukkan pukul 7 malam, membuat Liera dan Asyla menjadi perhatian beberapa orang yang berlalu lalang di depan toko.
Mungkin karena seharusnya mereka sudah berada dirumah, kehidupan disini sangatlah menjunjung tinggi kedisiplinan dan toleransi yang kuat jadi wajar jika Liera danAsyla menjadi pusat perhatian beberapa orang, karena jika seorang siswa duduk di depan toko seperti itu bisa memberikan kesan negatif.
“Asyla, apa keluargamu tidak ada yang menjemput? Ini sudah malam, tidak baik kita masih berkeliaran dengan seragam sekolah” Liera menutup cup ramen dan membuangnya ditempatnya, dia meminum kotak susu yang tadi dia beli.
“aku sudah memberitahu ayahku, tidak lama lagi ayahku akan datang” Asyla terus membalas chatting dari sang ayah, dirinya begitu disayang karena Asyla anak satu-satu dan mengingat ibunya sudah tidak ada, mungkin itu kenapa ayahnya begitu menjaga Asyla.
“baguslah, aku ingin beli sesuatu” rasanya tidak cukup dengan hanya makan ramen dan sekotak susu, karena usianya masih dalam masa pertumbuhan Lisa membutuhkan banyak sekali asupan makan apalagi jika dirinya seharian hanya memakan bekal buatan ibunya,
setidak Liera ingin membeli ice cream dan beberapa makan ringan.
“baiklah jangan lama” Asyla masih sibuk menghabiskan ramennya.
Liera mengangguk mengerti, sambil membawa dompet dirinya melangkah masuk ke dalam minimarket, dia langsung mendekati area makanan ringan, tak jauh dari tempatnya ada pria yang berpakaian serba hitam, dia begitu tertutup sampai tidak bisa kenali wajahnya.
Melihat itu Liera sedikit menjauh darinya, jika Liera perhatikan pria itu seperti tidak ingin membawanya pergi tapi sebaliknya dia seperti ingin mencuri suatu, melihat itu Liera memberanikan diri untuk mendekatinya.
“Kau! Aku tahu jika kau ingin mencuri suatu disinikan?”
Pria yang berpakaian serba hitam menatap ke sumber suara, dia tidak menyangka akan dituduh sebagai pencuri padahal biasanya orang akan langsung mengenalnya seperti fans fanatik.
“Tidak! Aku tidak mencuri, aku ingin membeli makanan” ucapanya.
Liera menyempitkan kedua matanya, dia melipat kedua tangannya di depan dadanya, ucapan pria itu benar-benar tidak bisa dipercaya sama sekali.
“aku tidak percaya!”
“apa kau tidak mengenalku?”
Liera menggelengkan kepalanya, dia masih menatap tajam pada pria dihadapannya.
“Liera! Kamu lam—,” Mina terpaku saat melihat pria di hadapan Liera, dia mengedipkan matanya berulang kali, keajaiban apa yang telah dia lakukan sampai bisa bertemu dengan pria tampan yang menghiasi kamarnya.
“J—John Venn! Oh astaga!! John!” Asyla berteriak kegirangan dia berlari mendekati pria berpakaian serba hitam.
“John Venn?” Leira bertanya bingung, dia tidak mengenal nama yang Mina sebutkan hingga membuat wanita itu seperti ingin menarik pria itu.
Pria yang berpakaian serba hitam itu segera meninggalkan tempat itu begitu saja, dia tidak mau mengambil resiko apapun, belum lagi Minimarket ini cukup ramai.
“Oh Sial! Aku kalah cepat, padahal aku baru saja bertemu dengan Aktor John Venn” Asyla menunjukan ekspresi sedih, baru saja dia ingin mengeluarkan ponselnya atau setidaknya meminta tanda tangan pria itu tapi dirinya benar-benar kalah cepat.
“Asyla sudahlah, ayahmu sudah datang bukan? Ayo kita segera menemuinya” ucap Liera, dia menarik Asyla untuk segera meninggalkan minimarket dan mencoba membuat sahabat lupa dengan pria bernamakan John Venn.
Liera dihantar oleh Asyla sampai didepan gerbang rumahnya."Asyla, sampah jumpa dan terimakasih." ucap Liera, dia melambaikan tangan di kaca mobil saat mobil Asyla akan segera meninggalkan area rumahnya.Liera sedikit bingung melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya, itu mirip sekali dengan mobil yang pria tadi menariknya dan seakan pria itu mengenal dirinya."Astaga! Apakah itu benar? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Liera menggigit jarinya dengan panik perkataan pria itu benar-benar sulit untuk dirinya mengerti, sesampainya di depan teras rumah Liera sedikit mengintip dari jendela rumahnya.Dan itu benar! Ada pria itu di sana, duduk bersebrangan dengan ibunya.
Disinilah Liera, duduk diantara kedua pria itu lagi, sebenarnya setelah kejadian itu, Liera enggan untuk melihat pria yang bernama Julian itu, atau mungkin calon suaminya, ralat! Pria yang bahkan belum Liera bayangkan akan menjadi pendamping hidupnya.Liera hanya diam ketika sang Ibu terus menggenggam tangannya, memaksa Liera untuk terus berada disampingnya padahal Liera tahu hari sudah mulai mendekati tengah malam dan mengingat begitu banyak hal yang harus Liera lakukan, tapi semua ini membuat dirinya tidak memiliki kemampuan untuk pergi.Bagaimana nanti pada akhirnya semua tahu, jika dalam hitungan bulan Liera harus menikah.Dia bahkan tak tahu apapun tentang arti sebuah pernikahan, apalagi menjadi istri yang baik yang baru saja Tuan Grew katakan pada dirinya
Membuka lembaran demi lembaran buku di hadapan Liera, gadis itu tidak bisa fokus pada pelajaran hari ini, matanya memang tertuju pada papan tulis didepan tapi pikiran dan hatinya berada ditempat lain.Perkataan sang ibu masih berputar di kepala terus berputar tanpa henti, hari ini Liera menghindari percakapan yang biasa dia lakukan dengan sang Ibu, memberikan alasan jika dia ingin cepat sampai di sekolah dan membahas beberapa materi dengan teman-temannya.Itu hanya alasan, sebenarnya Liera tak ingin mendengar apapun.Pernikahan?Dan satu fakta yang benar-benar menjadi tanda tanya besar, jika sebenarnya Liera masih memiliki seorang ayah. Tapi kenapa sang Ibu menyembunyikan? Apakah Kakak
Segalanya menjadi kacau, Merry bingung dan juga kesal, keadaan membuatnya selalu ditekan sebuah perjanjian, jika keadaan saat itu Merry tahu jika Tuan Grew akan segera memaksa dirinya memberikan putrinya, mungkin dari awal Merry menolak kerjasama itu.Hari sudah menjelang sore, baik Liera mau Keira keduanya tidak menampakkan sebuah tanda akan pulang, ini jelas menambah beban pikiran Merry saat ini, belum lagi tapi pagi.Liera menghindar untuk bertemu dengannya terus Keira yang pergi begitu saja setelah Merry menjelaskan apa yang terjadi.Dia sudah beberapa kali menghubungi Liera namun tidak sedikitpun putrinya menjawab panggilannya, padahal seharusnya Merry memaksa Keira saja mungkin keadaan tidak akan begitu kacau.
Seminggu berlalu …Terasa cepat namun banyak hal yang terlewatkan, katakan seperti itu. Liera melewati hari dengan pertimbangan tanpa sebuah arti, memikirkannya dalam setiap detik yang terlewatkan dan bertanya apakah semua ini sebuah keputusan nyata? Atau ini hanya ilusi yang tergambar dalam benaknya.Bagaimana, pernikahan ini diputuskan dan akan segera terlaksanakan dalam hitungan hari, awalnya hanya sebuah ucapan lalu berubah menjadi sebuah tanggung jawab, dimana Liera benar-benar mengatakan jika dia siap menikah diusia muda, bahkan seragam putih abu-abu masih dia kenakan.Bukan sang ibu atau sang kakak, namun tuntutan pihak lain membuat Liera terus terseret dalam perj
Hitam dan putih, dua warna yang memiliki arti tersendiri.Keduanya merupakan warna dasar, warna yang jika dicampurkan dengan warna lain tidak akan bisa kembali menjadi putih atau hitam, kedua warna itu juga suatu lambang dari sifat seseorang sesuai pandangan orang lain.Tapi kali ini menurut Liera warna hitam dan putih adalah perbedaan dirinya dengan kehidupannya saat ini, banyak sekali hal yang tidak bisa dirinya mengerti dalam waktu cepat dan hal asing yang terasa sulit diterima.Salah satu contohnya, ketika sang Ibu bertanya apakah dirinya siapa menjadi sebuah tumpuan untuk kehidupan barunya?Jangan-kan untuk menjadi tumpuan, Liera terkadang juga masih butuh tumpuan sang Ibu, lalu kini dia yang harus menjadi tump
Hari itu tiba, dari dimana aku melihat diriku dengan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, menatap diri pada cermin rias dengan seribu pertanyaan.Untuk apa semua ini?Bertanya apakah ini begitu penting untuk kehidupan dimana Liera hanya gadis biasa, yang hanya memikirkan belajar dengan baik, masuk ke dalam perguruan tinggi sesuai harapan, dan berbagi cerita dengan orang terdekat.Tapi? Seakan takdir berkata ‘kau berbeda dengan yang lain’ seakan Liera memang harus menghadapi takdir yang tidak bisa diharapkan dan tidak sedikitpun terlintas dalam pikirannya.Menikah?Dirinya rias dengan penuh kehati-hati, padahal acara ini
Pesta berakhir, Villa dengan lantai dua yang begitu luas untuk ditinggali oleh dua orang, terasa begitu sunyi dan benar-benar hilang suasana, berbeda dengan tadi pagi.Rasanya Liera dikirim ke dalam kastil tidak berpenghuni, dia bahkan tidak bisa menelusuri rumah ini karena begitu menyeramkan jika dilihat pada malam hari, sebagian lantai bawah sudah gelap dan hanya beberapa kamar di lantai dua dibiarkan menyala.Liera masih menunggu Julian keluar dari bathroom, jika diberi kesempatan Liera ingin meminta kamar lain untuk berpisah dengannya, tapi permintaan sang Ibu membuat Liera resah.Bahkan kata ‘malam pertama’ berputar terus dalam pik