Share

Bab 6

"Tante ngapain sih, narik-narik tangan aku segala?!" cebikku pada wanita berambut ikal ini. Ya, dia Tante Sarah. Ibu tiriku. Yang tiba-tiba muncul bak jalangkung. 

"Ssstt! Diam kamu. Semua ini gara-gara kamu, ya. Lihat tuh si Satya nggak jadi nikah sama Mira. Semua salah kamu!" ketus Tante Sarah, dengan mata melotot hendak melompat dari pelupuknya. 

"Tante kok nyalahin aku sih! Semua karena ketidak sengajaan ya," balasku tak kalah sengit. Memang aku dengan Tante Sarah tak pernah akur. Dia selalu menindasku, jika cerita di bawang merah bawang putih si Ibu tiri jahat. Itu memang benar. Sama seperti wanita ini. Untung saja, dia menikah dengan Papa aku sudah besar. Coba kalo masih piyik, bisa-bisa dijadikan lalapan aku sama nih orang. 

"Apa? Kamu bilang nggak sengaja? Heh Rindu semua karena tingkah kamu yang tengil dan urakan ya, dasar anak tidak punya akhlak kamu." ucap Mak Lampir ini panjang lebar. Dengan mulut pletat-pletot kayak dukun baca mantra. 

"Terserah Tante, deh, mau ngomong apa. Percuma juga aku ngejelasinnya. Tante nggak bakalan paham. IQ Tante 'kan Nol." aku tersenyum devils mengejek wanita bergincu tebal ini. 

"Kamu nggak ada sopan-sopannya ya, bicara sama orang tua. Rasain tuh, motor kamu udah Tante jual. Lumayan buat beli tas baru." terang Tante Sarah seraya membolak-balikan telapak tangannya. Tentu tertawa puas. 

"Apa?  Tante jual motorku? Udah mulai lancang ya, sekarang. Awas aja, aku bakal aduin ke Papa." sialan! beraninya dia jual motor kesayanganku. 

"Ngadu aja sana sama Papa kamu. Dia udah setuju kok, bahkan dia juga yang nyuruh. Biar kamu nggak ikut balap liar lagi." tambahnya semakin tersenyum puas. 

Aku menghunuskan nafas berat. Harus bagaimana membalas wanita rese ini. Pasti dia yang sudah meracuni Papa, agar mau menjual motor itu. 

"Oh, oke. Jangan salahkan aku ya, kalo Pak Satya akan jadi milikku. Tadinya sih ... aku pengen pisah sama dia. Tapi, setelah malam pertama kami. Aku jadi semakin ada rasa sama dia." aku berlalu melewati Tante Sarah. Dengan senyum manis yang membuatnya mengerutkan dahi. 

"Heh! Denger ya, jangan macam-macam sama Satya. Tante yakin, Satya nggak akan mau menyentuhmu. Dia cuma cinta sama Mira." Tante Sarah menarik pergelangan tanganku. Kini kami saling menatap sengit. 

"Hahah ... Tante, Tante, dia itu lelaki normal ya, siapa yang tahan kalo setiap hari kami berduaan dalam satu kamar." gemelitik tawa kembali aku suguhkan pada Tante Sarah. Aku yakin hatinya tengah memanas saat ini. Kena kamu Mak Lampir!

"Dasar wanita tak punya hati. Adik macam apa kamu, yang tega bahagia di atas derita kakaknya." cetusnya membuat bibirku diam. 

"Kalian lagi ngomongin apa sih?" pertanyaan itu membuatku dan Tante Sarah sama-sama terhenyak kaget. Ternyata Papa yang datang. 

"Papa baru pulang ya? Rindu kangen." aku menghambur memeluk lelaki berkemeja maroon ini. 

"Rindu, kapan datang? Sama siapa?" tanyanya menunduk memandangku. 

"Sama suami Rindu dong Pa." kataku. Ekor mataku melirik Tante Sarah. Ia bergeming tak jelas. 

"Oh, kemana dia?" 

"Em, dia ... lagi di taman Pa," kulepas pelukanku pada Papa. Dan mengajaknya duduk di ruang tamu. Papa menurut. Dan Mak Lampir pun ngikut. 

"Pa, wanita ini sudah jual motor Rindu." aduku pada Papa.

"Iya, Rindu. Papa yang suruh biar kamu nggak ikut balapan liar lagi." jelas Papa tanpa sesal. Sedangkan Mak Lampir menjulurkan lidahnya mengejekku. 

"Papa kok tega sih?" alisku bertaut. Heran dengan Papa yang sekarang. 

"Biar kamu bisa berubah, Rin. Sekarang kamu sudah menikah. Dan ... Papa sudah memblokir semua kartu debit kamu. Mulai sekarang, Papa akan jatah kamu satu juta untuk satu bulan." sungguh, semua ucapan Papa membuatku menelan ludah. Getir. 

"Uang satu juta buat satu bulan untuk apa, Pa? Buat beli diamon di game o****e aja kurang." protesku. Tentu aku tak terima dengan keputusan Papa. Enak saja main pelit sama anak sendiri.

"Terserah kamu, Rin. Keputusan Papa tidak bisa diganggu gugat. Jika uang kamu kurang, kamu bisa minta suami kamu. Atau, kamu bisa kerja sambil kuliah 'kan?" kembali Papa berbicara. Ia merogoh sesuatu dari saku celananya. Lalu mengambil sepuluh lembar uang berwarna merah dari dalam dompet bermerk levi's itu.

"Rin ...." panggil Pak Satya sembari berjalan ke arah kami. Aku memincingkan mata. Nampak Kak Mira juga tengah melangkah ke sini. 

"Iya, Mas. Kamu udah selesai ngobrolnya?" tanyaku pada Pak Satya selembut mungkin. Dan menyambutnya untuk duduk di sampingku. Tentu Tante  Sarah melihatnya tak suka. 'rasain lo Mak Lampir. Emang enak gue kerjain.' batinku tertawa. 

Pak Satya berekspresi entah. Mungkin dia kaget. Karena aku bertanya hal itu padanya. Tak lama, Kak Mira pun ikut duduk bersama kami. 

"Rindu, kamu nggak nginep sini?" tanya Kak Mira, ia melempar pandangan ke arahku. Matanya terlihat sembab. Raut wajahnya jelas terlihat sendu. 

"Nggak, Kak. Kapan-kapan aja Rindu nginep." sahutku. Sungguh, tak tega aku melihat Kak Mira seperti ini. Ia terluka. Aku harus apa Tuhan? Mana tega aku membiarkan dia menelan pil pahit takdir yang semua jelas karena ulahku. Pak Satya dan  Kak Mira saling mencintai. Aku hanya sekat penghalang bagi keduanya. 

"Oh ...." balas Kak Mira ber oh ria. Ia kembali menunduk. Dan Pak Satya, tak bisa berhenti memandang ke arah Kak Mira terus-terusan. 

Kurasa semua sudah jelas. Papa tidak akan merubah keputusannya. Dengan berat hati, aku harus menerima semuannya. Tanpa motor, tanpa kartu debit, ATM, dan fasilitas lainnya. Nyesek sekali.

"Ya, udah, Pa. Rindu mau pulang. Percuma di sini. Papa nggak akan berubah pikiran 'kan." ucapku seraya bangkit dari sofa. 

"Nih, uangnya bawa." Papa mengangsurkan lembaran uang itu padaku. Tentu aku menerimannya. Ini uang guys, mana mungkin kutolak. Lumayanlah bisa buat jajan. "Rindu pamit, Pa. Ayo Mas, kita pulang."  kutarik tangan Pak Satya. Dengan berat ia beranjak dari tempat duduknya.

"Hati-hati, Nak. Semoga kamu cepat insyaf ya," pekik Tante Sarah. Sialan, dia mendoakan atau mengejek sih.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
yah gimana ya namanya juga terlanjur...tante nya juga gitu amat dah btw thor ada sosmed ga?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status