Tidak usah ditanya bagaimana perasaan Gladys saat ini. Tentu dia sedang merasa sangat amat terpuruk. Bagaimana tidak? Dalam satu hari dia kehilangan dua pekerjaannya sekaligus. Kali ini dia tidak tahu harus mencari pekerjaan ke mana lagi.
“Aku harus bagaimana?” lirih Gladys sambil menyeka air matanya. Entah sudah berapa banyak air mata yang dia keluarkan beberapa hari terakhir ini.
Ini semua gara-gara Keenan! Tiba-tiba hati Gladys bergejolak ketika mengingat wajah laki-laki bengis itu. Ingin rasanya melakukan balas dendam, tapi siapa Gladys? Dia mungkin hanya sebatas plankton, jika dibandinngkan dengan Keenan yang kaya dan memiliki kekuasaan.
Mata Gladys terasa berat. Perlahan dia memejamkan matanya. Gladys harus tidur, sejenak melupakan masalah yang sedang dia hadapi saat ini. Walau saat terbangun, masalah ini tidak dengan tiba-tiba selesai begitu saja. Setidaknya dia beristirahat sejenak dari kejadian yang sudah dia alami dua hari ini.
<Gladys membelalakan mata, tatkala melihat laki-laki yang sedang duduk dengan wajah angkuh di depannya. Sudah hampir dua pekan pasca kejadian sial itu, sampai akhirnya dia harus kehilangan pekerjannya. Rekam kejadian pada malam itu masih membekas di otak bahkan hatinya. Tiba-tiba saja Gladys merasa kesal dengan kedatangan laki-laki itu. Apalagi mulutnya yang seolah tak memiliki fitur filter itu, berucap hal yang membuat hati Gladys bagai ditetesi perasan lemon. ‘Apa? Calon gelandangan, katanya?’ Walau dalam hati Gladys kesal, tapi entah kenapa dia tak berani untuk bersuara. Tiba-tiba saja dia mengingat bagaimana ekspresi wajah bengis Keenan, ketika kala itu mengikat dirinya. “Maaf saya harus pergi,” ucap Gladys sambil beranjak. Dia tak ingin berduaan bersama Keenan. Lagi pula, sedang apa dia di sini? Ini bukan tempat yang cocok untuk seorang CEO seperti Keenan. “Memangnya kamu punya tempat tujuan?” tanya Keenan dengan nada mencibir. Tidak! Tent
Harap bijak dalam membaca bab ini.Happy Reading~***Gladys bergeming dengan pupil mata yang bergetar. Oh, tidak! Dia tak ingin diikat lagi oleh Keenan, sama seperti hari itu. Tapi dia juga tak ingin melepaskan baju yang sedang dikenakannya. Seketika Gladys merasa bimbang, tetapi dia harus segera memilih. Jika tidak … Keenan pasti akan menghukumnya. “Ba-baik, akan sa-saya lakukan,” ucap Gladys gagap. Untuk seketika Keenan melepaskan cengkraman pada tangan Gladys, dan gadis itu mencoba membuka bajunya dengan tangan gemetar.Gladys menelan saliva, dia memejamkan matanya untuk menahan rasa malu. Akhirnya baju itu terlepas dari tubuh Gladys dan langsung memperlihatkan kulit putih dan mulus miliknya. Dia enggan untuk bertatapan dengan Keenan. Alhasil dia langsung berjongkok, mengelap lantai yang berceceran dengan kopi yang tumpah.“Berdiri!” perintah Keenan lagi saat Gladys
Harap bijak dalam membaca, ya, kak. Happy Reading~ *** “Berengsek!” umpat Gladys. “Apa katamu? Berengsek? Siapa yang berengsek, hah?” geram Keenan. Berani-beraninya perempuan itu mengumpat pada Keenan. Dia menunjukkan wajah bengis pada Gladys, Keenan tak suka pada perempuan kasar seperti Gladys. “Kamu! Kamu berengsek!” jerit Gladys frustrasi. Plak! Hilang sudah kesabaran Keenan. Dua kali Gladys meneriakinya dengan kata berengsek. Sungguh gadis ini memiliki nyali yang besar. “Oh, aku berengsek? Oke, aku akan membuat kamu menarik kembali umpatanmu padaku. Aku akan membuat kamu merasakan sebuah kenikmatan yang tidak ada duanya,” ucap Keenan sambil menatap intens manik kecokelatan milik Gladys. Sejurus kemudian Keenan membuat sebuah pergerakan. Dia menggerakan pinggulnya maju mundur, terus menerobos milik Gladys yang terasa sangat sempit. Sungguh, Keenan baru merasakan milik wanita sese
‘Apa sih? Bisa-bisanya memuji ketampanan laki-laki berengsek itu!’Gladys merutuki dirinya sendiri dalam hati. Matanya pasti terhalangi kotoran gajah, sampai-sampai terpesona dengan visual yang dimiliki Keenan. Memang benar laki-laki itu sangat tampan. Tapi kalau mengingat kembali bagaimana dia memperlakukan Gladys kemarin dan saat itu, wajah tampannya itu hanya topeng belaka.Ah, sial! Dia mengingat kejadian kemarin di ruang tv. Rasa kesal dan senang tiba-tiba muncul secara bersamaan. Sungguh Gladys tak bisa memahami perasaannya saat ini. Biarlah, Gladys tak ingin memedulikannya. Dia harus fokus dengan apa yang saat ini ada di depan matanya.“Mbak Gladys,” panggil Firman. Pasalnya sedari tadi Gladys hanya diam mematung di tempat.“Eh?” Gladys tersadar dari lamunannya. Dia langsung menoleh ke arah Firman sambil tersenyum canggung.“Mari ikut saya,” ucap Firman lagi. Akhirnya mereka masuk ke sebuah rua
Kesempatan emas ini tentu tak akan Keenan sia-siakan. Pasca tragedi malam itu Keenan tertarik pada Gladys. Apalagi dia selalu membayangkan momen ketika menyiksa Gladys dan momen terakhir yang mereka bedua lewati. Selain itu, karena sebuah fakta bahwa Gladys memiliki hubungan dengan Aidan, menuntut Keenan untuk bisa mengontrol gadis polos ini. “Sudah selesai membacanya?” tanya Keenan dingin. Gladys mengigit kuku ibu jarinya saat membaca tulisan pada kertas perjanjian tersebut. Ini adalah sebuah peraturan dan juga perjanjian yang harus dipatuhi oleh Gladys. Dia membaca tiap poinnya; Pertama, Gladys harus selalu patuh kepada perintah Keenan. Kedua, Gladys harus selalu melapor kemana dia akan pergi. Ketiga, Gladys tak boleh masuk ke ruang kerja Keenan tanpa izin. Keempat, Gladys tidak boleh dekat dengan lelaki mana pun, kecuali Keenan. Kelima, Gladys harus bersedia menjadi boneka yang manis untuk Keenan. Sebentar … masih ada kelanjutannya dari peraturan it
“Mas, ini kopinya,” ucap Gladys sambil memberikan kopi Americano kepada Keenan. Kemudian dia memundurkan langkahnya sambil masih melihat ke arah Keenan. Laki-laki itu sedang membaca lembaran kertas, yang tadi pagi Erza berikan padanya. Wajahnya terlihat sangat serius sekali saat membaca lembar demi lembar kertas tersebut. Entah kenapa dengan tanpa sadar, Gladys menarik sudut bibirnya. Dia tersenyum kecil ketika melihat wajah Keenan yang sedang duduk di kursi kerjanya. Tampan. Keenan benar-benar tampan. Jika dilihat dari sudut Gladys saat ini, laki-laki itu tidak terlihat seperti orang yang jahat juga bengis. Dia seperti orang yang hangat namun keras kepala. Ternyata atasannya ini memiliki sisi seperti ini, ya. Gladys langsung menggeleng cepat. Ah, ada apa dengan matanya ini? Bisa-bisanya dia terpesona dengan visual Keenan. Dia mencoba menyadarkan dirinya sendiri. “Kamu ngapain masih di sini?” tanya Keenan yang menoleh ke arah Gladys. “Eh?” Gla
Gladys mendongak perlahan ketika mengenali aroma yang melekat pada tubuh laki-laki itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok laki-laki yang sudah dia kenal dari beberapa tahun yang lalu. Laki-laki itu tersenyum dan memperlihatkan lesung pipi miliknya.“Hai,” sapanya dengan suara tenang.“Ha-hai,” balas Gladys gugup. Untuk beberapa detik mereka tetap di posisi seperti itu. Namun akhirnya mereka tersadar dan Gladys langsung menjauh darinya.“Kita baru ketemu lagi, ya,” ucap laki-laki itu. Kini di dalam lift hanya ada mereka berdua.Gladys mengatupkan bibirnya. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri.“Ah, iya,” timpal Gladys gugup.‘Kenapa dia ada di sini?’ batin Gladys sambil menjilat bibirnya.Ting!Lift tiba-tiba berhenti di lantai tujuh, kemudian pintunya terbuka.“Next time kita ngobrol lagi, ya. Aku harus ba
“DATANG KE RUANG KERJAKU SEKARANG!”Keenan membentak gadis yang sedang dia hubungi melalui sambungan telepon. Dia memberang dan kesal pada Gladys. Sedetik kemudian, laki-laki itu memutuskan sambungan teleponnya dan membanting ponselnya sembarang.“Sialan! Berani-beraninya dia tidak patuh padaku!” geram Keenan sembari meremas sebuah kertas yang ada di meja kerjanya.Tadi sore Keenan mendapatkan laporan bahwa Gladys pulang terlambat. Selain itu dia juga mendapatkan sebuah pesan dari mata-mata yang sudah dia tugaskan. Bahwa Gladys bertemu dan berbincang bersama dengan sepupunya, Aidan. Ketika mendapatkan laporan itu wajah Keenan terasa panas. Berani-beraninya mainannya ini bertemu dengan orang yang dianggap oleh Keenan sebagai musuhnya.Saat Keenan sampai ke rumah, dia segera memanggil Gladys menuju ruang kerjanya. Dia tidak peduli dengan kondisinya yang sedikit lelah. Keenan hanya ingin segera menghukum Gladys, agar gadis itu tidak p