Share

Part 6

Pagi ini Melissa tampak tak bersemangat. Wajahnya terlihat murung. Goresan luka di kedua pipinya begitu kentara membuatnya tak percaya diri. Dengan langkah gontai, ia meraih handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelahnya Melissa tampak lebih segar, dengan balutan kemeja lengan panjang berwarna soft blue dan celana jeans panjang. Ia memutuskan memakai masker untuk menutup menutupi luka di kedua pipinya. Beberapa kali menghela nafas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya, bahwa semua akan baik-baik saja. 

Tok ... tok ... tok ...

Melissa yang telah selesai bersiap, membuka pintu. Ia mendapati Riko tersenyum lebar dan mengusap kedua pipinya pelan.

Tiba-tiba saja Melissa menjadi cengeng mendapati perlakuan manis dari Kakaknya. Air mata yang sempat ia tahan, jatuh tanpa permisi, membasahi kedua pipinya.

Riko yang paham akan perasaan adiknya, segera menarik Melissa dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Melissa lembut, berharap adiknya menjadi tenang. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Gadis itu terisak semakin kencang.

"Jangan nangis lagi, Sayang!  Udah ditungguin ayah sama Bunda, loh," 

Melissa mencoba meredakan isakannya. Ia tak mau ayah dan bundanya tahu kalau dirinya menangis.

Melihat mata sembab Melissa, Sukma tak berkomentar. Begitu juga dengan Hasan. Mereka sarapan seperti biasa. 

Bertahan menjadi hal sulit bagi Melissa. Ia buru-buru menyelesaikan sarapannya dan segera berpamitan dengan kedua orang tuanya. Bahkan ia harus memberi kode kepada sang kakak untuk melakukan hal yang sama.

“Hati-hati ya Nak?” pesan Hasan kepada kedua anaknya.

Riko dan Melissa pun mengangguk bersamaan. “ Iya Yah.”

Setelah kedua anaknya berangkat, Sukma dan Hasan membicarakan perihal kejadian yang anak gadisnya alami kemarin.

“Bagaimana kejadian sebenarnya, Bun?” tanya Hasan.

“Yang Bunda dengar dari Rendy, ada beberapa mahasiswi yang membully Lissa di kampus. Mereka cemburu melihat Rendy dan Lissa dekat,” terang Sukma.

Hasan menghela nafas. Ia tahu, menjodohkan putrinya dengan orang seperti Rendy akan mendapat banyak resiko. Tapi ia lebih melihat banyaknya peluang untuk memberikan kebahagiaan untuk putrinya karena Rendy dan keluarganya yang tampak menyayangi putrinya. 

“Ayah nggak usah khawatir. Bu Ningrum sudah mengurus semuanya kemarin. Cuma hari ini orang tua pelaku dipanggil ke kampus. Jadi nanti Lissa akan dipertemukan dengan mereka, di dampingi Riko,” ucap Sukma menjelaskan. 

“Yang Ayah khawatirkan kejadian itu terulang lagi Bun? Bunda kan tahu bagaimana jatuhnya Lissa saat itu?” Hasan mengenang kejadian tiga tahun yang lalu.

“Itu berbeda Yah. Saat ini Rendy dan keluarganya akan melindungi putri kita dari mereka. Lihat, kemarin Bu Ningrum langsung mengurus masalahnya. Saat ini mereka hanya mau mendengar keterangan dari Lissa saja. Tidak ada yang lain,” 

“Semoga semuanya baik-baik saja Bun. Jujur, Ayah nggak mau melihat putri kita seperti dulu,” lirih Hasan.

“Bunda yakin semuanya akan baik-baik saja.” Sukma tersenyum. “Ayah mau berangkat sekarang?” tanya Sukma.

“Iya. Ayah ada meeting pagi ini. Kemungkinan lusa Ayah harus dinas lagi.” Hasan merapikan Jasnya. Menyambut tas yang diberikan Sukma dan mengecup dahi Sukma sebelum berangkat.

“Kalau ada apa-apa cepat kabari Ayah ya, Bun?”

“Iya Yah. Ayah hati-hati.”

Setelah mengantar suaminya berangkat, ia membereskan meja makan.

*

“Ayo turun!” titah Riko.

“K-Kak ... ?” lirih Melissa.

Riko yang bersiap turun mengalihkan pandangan ke arah adiknya. Diraihnya tangan Melissa yanh kini bergetar karena gugup.

“Kenapa?” tanya Riko lembut.

“L-Lissa ,,,”

“Kamu nggak sanggup berada di samping Rendy?”

Melissa mengangkat wajahnya. Menatap sang Kakak yang tiba-tiba memberi pertanyaan seperti itu.

“Kenapa Kakak bilang kayak gitu?” Melissa terlihat kesal.

Riko tertawa, dan itu membuat Melissa semakin manyun.

“Kakak mau ketawa aja?! Melissa turun sendiri.” Ia melepas lock safety bealt dan segera turun dari mobil.

Riko tak henti-hentinya tertawa melihat penampilan Melissa yang memakai topi dan masker wajah.

Melissa terus saja berjalan tanpa menghiraukan godaan Riko. Ia berjalan sambil menunduk tanpa sadar  bahwa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.

“Please deh K ... M-Mas Re-Rendy ...?” Melissa menunduk malu saat berbalik ke belakang mendapati sosok Rendy di sana. 

Rendy mengulum senyum. Menarik sedikit topi yang di pakai Melissa. 

“Kenapa pakai topi dan masker?” tanya Rendy lembut.

“A-aku ,,,,”

“Dia takut kelihatan jelek, Ren,” sahut Riko, cepat. Membuat Melissa melotot ke arah Riko.

'Kakak ini! Bisa-bisanya ngomongin aku kayak gitu di depan Mas Rendy! Awas aja entar!' sungut Melissa dalam hati.

Bukannya berhenti, Riko malah semakin terbahak-bahak dan membuat  Melissa semakin merajuk.

“Terus-terusin aja ketawanya!?” ucap Melissa dengan nada ketus.

Riko menepuk pundak Rendy,  “Kamu mau punya istri kayak dia, Ren?” Riko menunjuk ke arah sang adik.

Wajah Melissa memerah malu. Sialan Kakaknya itu.

“Gak apa-apa Kak. Aku lebih suka dia yang apa adanya. Daripada dibuat-buat,” jawab Rendy bersungguh-sungguh. 

Blush ....

Kedua pipi Melissa merah merona. Sayangnya tertutup masker, jadi tidak ada yang melihat. 

“Ayo kita masuk!”

“Kamu ngajak siapa?” tanya Riko  sambil menaikkan satu alisnya.

Melissa geram. Ia memasang wajah semanis mungkin. “Tentu Kakakku yang tercinta dan ehm .... M-Mas Re-Rendy,” suara Melissa melirih saat menyebut nama Rendy dan itu membuat Riko kembali tertawa.

Rendy yang melihat Riko menggoda Melissa, hanya bisa tersenyum. Bahaya kalau ia ikut tertawa. Bisa di tendang ke planet Pluto pasti. Pria itu  meraih tangan Melissa dan menggenggamnya erat. Menuntun gadis itu berjalan di sampingnya.

Mendapatkan perlakuan seperti itu, wajah Melissa memerah. Dadanya berdebar kencang sambil melirik keadaan sekitar. Di beberapa sudut, tampak beberapa mahasiswi saling bisik-bisik.

Entah kenapa telinganya menjadi sangat sensitif. Bisikan yang teramat halus, bisa ia dengar dengan baik.

Riko yang berjalan di belakang mereka berdua tersenyum penuh arti.

*

Rendy, Melissa  dan Riko kini masuk ke salah satu ruangan salah satu Dosen. Di sana sudah ada Vera, Nindy, Meylan, Nina, dan Fani. Pun beserta orang tua mereka.

Dosen pria yang bernama Juna, mempersilahkan Rendy, Melissa dan Riko  untuk duduk di kursi yang masih kosong. Belum sampai Pak Juna berbicara, ada suara pintu diketuk.  Saat pintu terbuka, nampak salah satu staff bersama Joni dan Ningrum masuk.

Melihat kedatangan orang tuanya, Rendy tersenyum simpul dan melarikan tatapan tajamnya ke beberapa mahasiswi yang kini membeku. Tak hanya mahasiswi, para orang tua pun ikut membeku. Mungkin hanya ada satu kata dalam benak mereka, mampus.

Ningrum yang menyadari keberadaan Melissa, segera melepaskan tangannya dari Joni. Ia pun memilih menghampiri calon menantunya tersebut. Memeluknya, dan membisikkan kata-kata menenangkan. Membuat mata Melissa berkaca-kaca.

Siapapun yang melihat interaksi antara Ningrum dan Melissa merasa tegang.  Tentu saja ada ketakutan yang tergambar jelas di wajah mereka. Salah satu dari orang tua mahasiswi itu adalah istri seorang Manager Keuangan di Pratama Corporation.

Suasana menjadi begitu tegang. Pak Juna dengan begitu tenang menjelaskan permasalahan berikut dengan bukti-bukti yang sudah terkumpul. Berikut dengan keterangan Melissa sebagai korban.

“Saya rasa, perbuatan ini harus dapat hukuman setimpal,” cetus Ningrum dengan lantang.

Wajah-wajah kelima mahasiswi di sana seketika pias. Ningrum tersenyum miring.

“Bagaimana Pak Juna?” 

“Ehm ,,, Tentu Bu. Semua ada sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya. Pak Joni dan Bu Ningrum tidak perlu khawatir.  Kami akan menegakkan keadilan,” jawab Juna dengan tegas.

“Bagaimana menurut anda Nyonya Susi? Saya dengar, putri anda yang telah melukai calon menantu saya?” tanya Ningrum.

Calon menantu ... batin mereka

Dua kata tersebut membuat hampir semua orang di sana terkejut. Apalagi Vera, yang sampai saat ini terang-terangan menyukai Rendy. Ia beralih menatap di mana Rendy duduk di sebelah Melissa. Di sana terlihat, tangan Rendy menggenggam tangan Melissa dengan erat. Sedangkan Melissa hanya terdiam  dan sesekali menunduk.

Vera menahan napasnya saat matanya melihat Rendy membisikkan sesuatu ke telinga Melissa.

'Dasar! Sok jual mahal! Ternyata tak lebih dari seorang jalang' batin Vera.

“T-Tentu Bu, ah Nyonya Ningrum,” jawab Susi terbata-bata. Sial! Dia tidak menduga bahwa korban yang dibully anaknya adalah calon menantu keluarga Pratama. 

Wajah Vera semakin memerah karena kesal mendengar Mamanya mengiyakan perkataan Nyonya Ningrum.

“Pak Juna, Kami serahkan kasus ini sepenuhnya ke Anda. Tapi, bila Anda tidak bisa memberikan keadilan. Maka biarkan saya yang akan mengadili mereka ini,” titah Joni tegas.

“Tentu Pak. Kami akan menegakkan keadilan  seadil-adilnya.”

Keempat dari lima mahasiswi di sana minta maaf kepada Melissa. Kecuali Vera, pelaku yang telah membuat luka di wajah dan tangan Melissa.

Riko tersenyum lega, karena keluarga Rendy begitu menyayangi adik kecilnya. Mereka pun keluar bersamaan setelah mendapat keputusan dari Pak Juna. 

“Kamu mau pulang sama Kakak ? Atau sama Rendy?”

Melissa tersentak ketika tiba-tiba Riko bertanya padanya.

Ningrum yang samar-samar mendengar pun mengulum senyum sambil mengeratkan pegangan di tangan Joni.

“Aku ,,,”

“Aku antar  ya?” tawar Rendy cepat. Ningrum semakin tersenyum lebar, begitu juga dengan Joni dan Riko.

“T-tapi Mas?”

“Aku gak terima penolakan!?” ucap Rendy tegas.

“Ya sudah, Kakak titip Lissa ya, Ren?”

“Iya Kak. Nanti aku yang antar Lissa pulang,” janji Rendy.

Riko berpamitan kepada Joni dan Ningrum. Lalu ia pergi setelah menggoda adik manisnya itu.

“Papa dan Mama mau pulang?” tanya Rendy.

“Enggak. Papa ada acara dan Mama mau arisan,” jawab Joni.

“Aku bawa calon menantu Papa dan Mama jalan dulu ya,” pamit Rendy dengan mengedipkan mata.

Ningrum tertawa melihat tingkah putranya yang menurutnya lucu dan menggemaskan. Apalagi melihat calon menantunya bergelayut di lengan Rendy. Entah gadis itu sadar atau tidak.

“Ya udah, sana buruan. Tapi ingat! Jangan kamu macem-macemin!” pesan Ningrum dengan nada jahil.

“Enggak macem-macem kok Ma. Satu macem aja,” jawab Rendy mengedipkan satu matanya.

Ningrum dan Joni tertawa, sedang Melissa memerah malu.

“Ayo kita jalan-jalan dulu sebelum pulang. Masih ada banyak waktu hari ini.  Bagaimana?” 

Melissa tersenyum dan mengangguk. 

Rendy meraih tangan Melissa, menggenggam lembut berjalan menuju parkiran. Beberapa mahasiswa yang berpapasan dengan mereka pun tak ada yang berkomentar.

*

“Kita mau kemana, Mas?"

Rendy  menoleh, “Kamu maunya kemana?”

“Ehm ,,, Taman? Boleh?” mata Melissa mengerjap polos

Rendy mengangguk, “Boleh. Ke Taman yang mana?”

“Taman yang deket kampus aja.”

“OK!”

Rendy membelokkan mobilnya. Masuk ke area parkir, memilih parkir di paling ujung. Setelah memarkirkan mobilnya,  ia dan Melissa turun. Rendy melepas masker Melissa dan  menyimpan di saku celananya.

“M-Mas? L-Lissa malu,” ucap Melissa terbata.

Rendy meraih dagu Melissa dengan jari tangannya. “Kenapa malu?”

“Wajah Lissa lagi jelek!” Melissa merajuk.

Rendy tertawa dan itu membuat Melissa kesal. Ia pun berjalan meninggalkan Rendy yang masih betah tertawa.

Menyadari jaraknya dan Melissa jauh, Rendy mempercepat langkahnya. Saat jarak sudah dekat, Rendy meraih pinggang Melissa. Membuat gadis itu terkesiap.

Mereka berjalan beriringan, lalu duduk di bangku yang ada di sana.

“Panas banget hari ini.”

“Siapa suruh ngajakin ke taman. Atau kita pulang dulu, nanti sore kesini lagi. Bagaimana?” Tawar Rendy

“Enggak ah. Kalau sore cuman sebentar.”

“Kamu pengennya lama-lama ya?” Goda Rendy

“Mas ish ,,, suka ngegodain kayak Kak Riko. Huh!”

Melihat wajah kesal Melissa membuat Rendy semakin mendekat untuk menggodanya. Beberapa saat Rendy hanya memandangi wajah Melissa lekat-lekat. Dari dahi, hidung, pipi dan bibirnya. Walaupun ada beberapa goresan di sana, gadis itu tetap terlihat mempesona.

“Mas Rendy  tahu gak ,,,”

Melissa tak bisa menyelesaikan perkataannya. Saat ia menoleh ke arah Rendy, hidung mereka saling bersentuhan. Hangat nafas keduanya saling beradu. Melissa yang mengerjapkan matanya, membuat Rendy meneguk ludahnya.

Wajah memerah itu, terlihat memikat. Tangan Rendy bergerak meraih tekuk Melissa. Dan kedua bibir itu bersentuhan. Membuat debaran riuh di dada mereka. Rendy menatap kedua bola mata Melissa yang tampak bening. Sorot mata itu mampu menghipnotis Rendy untuk beberapa saat.

Dengan tak rela Rendy menjauhkan bibirnya. "Maaf, Sayang. Aku lepas kendali."

Melissa mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Mencoba mencerna kejadian yang baru pertama kali ia rasakan. Ya, seumur hidup ia hanya berpacaran sekali. Dan ia tak pernah melakukan hal seintim ini.

"K-kamu maafin aku kan?" Tanya Rendy gusar. Tidak mendapatkan jawaban membuat laki-laki itu frustasi. "Lissa? A-aku ti ..."

Tanpa Rendy duga, gadis yang berada di hadapannya ini memejamkan mata dan menarik tekuknya. Kedua bibir mereka kembali bersentuhan.

Gadis yang kini memejamkan matanya seakan menikmati setiap desiran halus yang mengusik hatinya yang tenang. Rasanya tidak bisa dijelaskan.

Rendy tertegun dengan perlakuan spontan Melissa. Ia terkejut sekaligus senang. Perlahan ia menggerakkan bibirnya. Merasakan rasa manis seperti buah Cherry favoritnya. 

Walaupun terkenal mempunyai banyak mantan pacar, Rendy tidak pernah melakukan hal-hal yang menjadi larangan dari Mama-nya. Ini pertama kali baginya. Ia hanya mengikuti instingnya saja.

Tak kunjung mendapat balasan, Rendy semakin menarik gadis itu merapat padanya. Dengan gerakan kaku dan malu-malu, Melissa mengikuti ajakan tak tersirat Rendy. Laki-laki itu merasa senang karena pergerakan kaku Melissa. Ternyata gadis di hadapannya ini belum berpengalaman.

 Melissa mendorong pelan dada Rendy, ketika ia merasa dadanya menjadi sesak.

“L-Lissa nggak bisa nafas, Mas.” Gadis itu menghirup udara dalam-dalam. Begitu juga dengan Rendy. Melihat bibir pink berkilat-kilat basah, membuat Rendy semakin bergairah. Sesuatu di dirinya bangkit begitu saja.

Sial !!! Batin Rendy

Rendy menyentuh bibir basah itu dengan ibu jarinya. Merasakan kelembutan bibir itu membuatnya semakin menegang. 

"Bibir kamu manis. Aku suka," ucap Rendy serak. Ia kembali mengecup bibir basah itu. 

Melissa mengulum  senyum malu-malu dan menundukkan wajahnya. Ia terlalu malu menatap ke arah Rendy yang menatapnya intens. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status