Hujan mulai turun, hari sudah sore. Padahal jalanan licin sekali, rawan kecelakaan. Tetapi Dion tak peduli, ia terus mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.
Ia basah kuyup, dari atas sampai bawah. Air hujan terus mengucur deras dari pakaiannya. Sesekali ia berhenti di lampu merah, membuka benik baju seragamnya itu, membiarkan perut kotaknya terlihat. Dingin pasti, tetapi jarak antara rumah Zelen dan Maxim cukup jauh.
***
Setelah hampir setengah jam perjalanan, ia tiba di rumah si Max. Langsung memarkirkan motornya di halaman depan, dan mengambil ponselnya di dalam saku celana.
Ponselnya basah, alhasil tidak bisa menyala. Akhirnya mau tidak mau, ia harus memencet bel rumah Maxim sampai di buka kan pintu rumahnya.
'Ting tong ting tong ting'
"Keluar bangke! Gua menggigil." umpatnya di dalam hati
"Siapa? Hujan-hujan tidak menerima sumbangan." terdengar suara Maxim dari dalam
Dion yang
Dinner time dengan keluarga Bu Mala sudah selesai. Makanan semua ludes, apalagi bakwan gorengnya, Dion yang paling ketagihan. Sampai-sampai Bu Mala rela menggorengkannya lagi untuk Dion bawa pulang, alih-alih sebagai buah tangan untuk Bu Sisi. Campuran yang sangat perfect, bakwan dan cabai rawit di dalamnya. "Tante makasih banyak loh, sampai sengaja goreng bakwan baru buat Dion." ucap Dion "Sama-sama mas, hitung-hitung ini buat cemilan sambil nonton televisi sama keluarga di rumah." terbentuk senyuman kecil di bibirnya "Baik banget nyokap lu Max, tapi anaknya beda jauh." ledek Dion "Iya gua soalnya anak pungut, di tempat sampah nyokap nemu gua." jawab Maxim yang terlihat kesal di raut wajahnya itu Bu Mala dan Dion tertawa lepas mendengar jawaban Maxim yang ketus. *** "Ya udah tante, Dion pamit pulang ya udah malam jam 21.00 takut mamah khawatir." ucap Dion sembari berpamitan mencium tangan Bu Mala
Sesampainya di kantin, mereka mampir terlebih dulu ke warung Bi Sumi. Mereka berdua memesan mie ayam dan es jeruk manis sebagai minumannya."Biasa ya Bi di antar, kami ada di sebelah kanan pojok. Yang bayar si Max tagih aja dia bi." ucap Dion sambil memukul pelan lengan Maxim***Lalu mereka berjalan menuju kursi kosong di pojok sebelah kanan itu. Maxim yang menatap Dion, dan mengeluarkan berkasnya yang ia sembunyikan di dalam saku celana."Bas gua anggota osis sekarang." kata Maxim sembari memperlihatkan senyum liciknya"Hah?! Kapan lu jadi anggota osis?" sontak Dion terkejut, nada bicaranya yang tinggi membuat beberapa siswa di kantin sempat menoleh ke arah mereka"Santai kali bos." sahut Maxim tekekeh"Ada lah hari dimana Kak Robert whatsapp gua, dia milih gua juga bukan asal-asalan. Kata dia, gua punya potensi untuk jadi bendahara." sahutnya lagi"Dih bendahara apaan lu! Kak Robert itu ak
Ia benar-benar menurunkan kepalan tangannya, badannya membungkuk. Mukanya memerah. Seseorang yang memeluknya itu lalu membantu Dion untuk memundurkan langkahnya perlahan, dan menjauh dari Maxim beberapa langkah. Maxim yang akhirnya pingsan itu, sudah di bawa oleh tim PMR dan diobati di uks. Anak-Anak yang menonton masih diam di tempat, mereka syok bukan main. *** Lalu seseorang yang memeluk Dion, melepaskan pelukannya. Ia berjalan ke arah depan. Dion yang sedang membungkuk melihat sepasang kaki di depan matanya, lalu ia mengangkat pelan-pelan kepalanya untuk melihat sebenarnya siapakah orang ini? Ketika ia berhasil mengangkat kepalanya dan melihat, ternyata seseorang itu adalah guru Bahasa Indonesia yang mengajarnya di kelas 3. Guru favoritnya. Dion berkaca-kaca, air matanya hampir jatuh. Tapi guru ini sigap, ia langsung memeluk Dion. Seketika itu tangis Dion pecah, ia menangis terisak-isak.
Tak terasa Bu Sisi terlelap, ia langsung mengecek apakah putranya sudah tertidur atau belum. Ternyata Dion sudah tertidur pulas, walaupun matanya masih basah ada bekas air mata. Karena Dion sudah tertidur Bu Sisi segera meninggalkannya, dan turun ke lantai 1. Selagi turun Bu Sisi disambut oleh Maxel. Ia bertanya ada apa dengan kakanya itu. "Kenapa mah? Berantam lagi ya?" tanya Maxel penasaran "Gak, kakak kamu cuma kambuh aja. Udah kamu ikut istirahat ya, cape pasti kan pulang sekolah. Nanti bangun tidur kita dinner sekalian nunggu papah pulang." ucap Bu Sisi "Oke mah. Emangnya hari ini menunya apa?" tanya Maxel lagi "Hari ini mamah mau buatin kalian udang saos tiram dan kremesan. Gimana? Suka?" ucapnya sambil tersenyum "Pas banget mah. Mamah emang jagonya mix masakan, enak itu." ujar Maxel Lalu Maxel mencium pipi ibunya dan berpamitan untuk tidur, sedangkan Bu Sisi melanjutkan memasak d
Bu Sisi menghampiri kamar Maxel terlebih dahulu. Mengetuk pintunya dan menyalakan lampu kamar Maxel.Maxel yang peka terhadap sinar lampu, ia mulai terbangun. Tubuhnya bergerak, matanya perlahan terbuka. Bu Sisi sudah berada di depannya, sedang menutup jendela dan gorden yang masih terbuka lebar.Setelah itu ia duduk di samping Maxel, menepuk pundaknya agar kesadarannya penuh."Bangun yok, kita dinner. Papah udah pulang, kamu mandi dulu ya. Mamah tunggu di ruang makan, jangan pakai lama." ucap Bu Sisi sembari menepuk pipi MaxelLalu ia meninggalkan Maxel sendirian, Maxel yang mulai berjalan ke toiletnya.Sekarang giliran Dion, ia mengetuk pintunya terlebih dahulu. Sama, tidak ada jawaban. Di bukanya pintu Dion, ternyata putranya masih tertidur pulas.Sama halnya di kamar Maxel, Bu Sisi menutup jendela dan gorden yang masih terbuka. Lalu menyalakan lampu. Dion tidak seperti Maxel yang peka terhadap lampu, i
Dion langsung berpamitan kepada Bu Sisi, memaksa untuk mencium tangannya. Lalu ia keluar dan berteriak kepada adiknya Maxel, “Gua pulang udah harus kelar....” kata Dion Dibukanya gerbang rumah dan bergegas masuk ke dalam mobil Pak Johan. Ia duduk persis disampingnya. Mereka akan pergi ke klinik Siloam, tidak jauh dari tempat Dion tinggal. Sesampainya disana, kebetulan klinik Siloam sedang sepi. Tidak ramai orang yang sakit. Dion dan Pak Johan segera mendaftarkan diri, mereka mendapat antrian nomor 05. Di sela menunggu pasien nomor 03, Dion membuat instastory. Hanya iseng, di fotonya lorong klinik itu. Sedangkan Pak Johan sedang mengabari Bu Sisi dengan menelfonnya. *** Setelah 3 menit berlalu, keluar lah pasien nomor 03 dari ruang periksa. Dan selanjutnya pasien nomor 04 dan nomor 05 memasuki ruang periksa, yang akan di cek dokter secara bergantian.Selanjutnya nama Dion terdengar dibalik ruang periksa.
Max sudah selesai mandi, ia memakai pakaian rapi. Bu Mala pun sudah berada di ruang tamu, menunggu putranya siap dan memakai sepatu."Yok mah." ajak Max"Yok, mampir dulu ke toko buah ya. Mamah mau bawain parcel aja 1.""Siap ibu negara." ucap Maxim dengan suara lantangLalu mereka pergi, menggunakan sepeda motor maticnya itu. Perjalanan rumah Max ke rumah Dion cukup jauh.Selang beberapa menit perjalanan, mereka mendapati toko buah. Terlihat buah segar-segar sekali yang dipajang di depan. Jenis buah di toko ini lumayan lengkap.Bu Mala dan Maxim turun, dan memasuki toko buat tersebut. Memilih buah yang akan dijadikan parcel."Mah, mau berapa buah yang bakal jadi parcel?" tanya Max putranya"5 aja kali ya?" jawab Bu Mala"Buah apa aja mah?"Dilihatnya sekeliling toko itu, dan akhirnya Bu Mala sudah menemukan kombinasi buah yang akan dibungkus.
"Apaan si mah, mana ada hidung kaya badut." gerutu Maxim Senyum Bu Mala melebar, suara tawanya sangat keras. Mereka sedang berkumpul di ruang tamu, terkecuali Maxel. Ia sedang berada di alam bawah sadarnya. *** "Ig lu rame banget dah." ucap Maxim yang melirik ke arah Dion Dion yang duduk di sebelahnya sedang bermain ponsel, lalu menunjukkan isi dm di aplikasi i*******m. "Gila buaya banget lu." ngegas Maxim sambil memukul kepala Dion "Haha mana ada yang gak suka sama gua Max." kekeh Dion "Dih anjing! Gua ga suka sama lu." "Ya iya lah! Nanti gay dong!" kekeh Dion lagi, kali ini disusul Maxim Pak Johan, Bu Sisi, dan Bu Mala yang mendengar hanya geleng-geleng kepala atas kelakuan anak mereka itu. "Eh Max, lu nginep ya? Temenin gua. Anggap aja buat perayaan persahabatan kita, perayaan kita akur lagi. Nanti gua traktir deh, kaya di youtube itu. 24 jam bilang '