Share

My Beautiful FAT Girl

Seorang remaja tampak mengayunkan kakinya dengan cepat. Berusaha berlomba dengan waktu yang terus berlari maju. Pantang menyerah, Liam mengabaikan rasa kebas di kakinya. Yang dia pikirkan saat ini hanya satu. Harus segera sampai sekolah sebelum gerbang besar ditutup oleh satpam.

Namun sayang, tinggal beberapa langkah lagi Liam sampai di depan pintu gerbang sekolah, pintu itu sudah di tutup. Liam menatap tajam satpam berkumis tebal yang menutup pintu gerbang.

"Pak, buka dong. Saya mau masuk nih," ucap Liam.

"Kalau mau masuk ya jangan telat. Udah tau kan peraturan sekolah seperti apa?" Tanya satpam berkumis tebal itu pada Liam.

"Pak, buka dong. Please," ucap Liam memohon.

Sungguh dia tak ingin orang tuanya kembali mendapatkan surat cinta dari sekolah. Apalagi kalau sampai dia di DO dari sekolah. Sudah cukup kemarin dia mendapatkan surat cinta karena ketahuan ikut tawuran. Tapi mau bagaimana lagi, demi solidaritas dia memang harus ikut andil dalam aksi adu kekuatan itu. Terlebih lagi dia adalah ketua kelompoknya.

Bahkan efeknya kini dia sudah tak boleh membawa motor kesayangannya untuk berangkat sekolah, alhasil naik angkot dan berakhir telat seperti ini.

"Makanya jangan telat. Kamu tau kan peraturan sekolahnya apa?" Tanya satpam berkumis tebal itu pada Liam kemudian pergi meninggalkan dirinya.

"Pak, saya cuma telat 1 menit. Pak, buka dong! Pak!!! Pak, please buka Pak!!!" Teriak Liam.

Liam pun memutar otak, bagaimana caranya agar bisa masuk ke sekolah tanpa ketahuan. Akhirnya dia pun mengingat tembok belakang sekolah yang sedikit runtuh lapisannya. Hingga membuat bagian dalam beton yang terdiri dari batu bata terlihat. Liam pun segera berlari menuju belakang sekolah. Mengabaikan kaki yang lelah, juga nafas yang terputus-putus, Liam terus melaju.

"Haah... Capek juga ya," gumamnya kemudian mulai mencari batu bata yang mana yang akan dia gunakan sebagai pegangan. 

Berkali-kali remaja itu memastikan dengan menggoyangkan batu bata, dan kini dia pun menemukan bata yang pas kekuatannya. Dengan memusatkan kekuatan di tangan kokohnya, Liam mulai mendaki tembok pembatas sekolah. Dengan lihai remaja itu cepat sampai di puncaknya dan melompat ke bawah. 

"Akhirnya," ucapnya menepuk telapak tangannya yang kotor.

Dengan mengendap-endap dia berjalan ke arah ruang kelas. Sesampainya di depan ruang kelas, pria itu mengintip lewat jendela berharap ada yang menyadari kehadirannya. 

Beruntung seorang gadis berpipi chubby menoleh ke arahnya. Dia adalah gadis cantik bertubuh menggemaskan bagi Liam. Liam segera melambaikan tangan pada gadis itu, sayangnya sang gadis justru malah mengalihkan pandangannya kembali ke depan. Ke arah guru yang mulai mengajar.

"Aduh... Malah buang muka," ucap Liam kesal.

Pantang menyerah. Liam kembali melambaikan tangan ke arah temannya yang duduk di dekat jendela. Berharap mendapatkan sambutan. Beruntung kini Rendi menoleh ke arah jendela. Dan pria itu pun segera memberikan isyarat untuk melempar tasnya ke dalam ruangan.

KEDEBUK...

Suara benturan benda dengan lantai pun berbunyi nyaring. Membuat semua penghuni kelas menoleh ke arah sumber suara. Rupanya Rendi terjatuh dari kursinya. Semua itu dia lakukan untuk menyamarkan suara tas Liam yang di lempar ke dalam kelas.

"Ada apa dengan kamu, Ren?" Tanya Bu Ana pada salah satu muridnya yang tiba-tiba terjatuh dari kursi.

"Iya nih Bu maaf. Saya ngantuk. Saya ijin cuci muka dulu ya, Bu." Alasan Rendi membuat guru matematika yang sedang mengajar itu geleng-geleng kepala. Bagaimana mungkin mengantuk bisa dijadikan sebagai alasan sesantai itu saat bicara pada guru.

"Ya sudah cepat sana cuci muka. Lalu segera kembali ke kelas." ucap Bu Ana. Rendi yang merasa berhasil pun tersenyum dan segera keluar kelas.

"Oke murid-murid kita lanjutkan lagi yang tadi ya. Kita harus pastikan dulu yang Variabel nya sama..."

TOK TOK TOK...

Suara ketukan pintu kini mengganggu guru matematika yang memulai pelajaran kembali. Wanita itu pun menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah pintu kelas. Betapa terkejutnya dia, saat melihat salah satu muridnya yang datang dengan penampilan kacau.

"Liam, dari mana saja kamu? Kenapa baru ke kelas?" Tanya Bu Ana.

Liam pun melancarkan aksinya dengan menundukkan tubuh sambil mengusap perut. Wajahnya tampak kacau dan dipenuhi peluh.

"Maaf, Bu. Tadi saya ke toilet tidak ijin. Saya lagi sakit, Bu. Diare dari pagi," ucap Liam terus mengusap perutnya dengan ringisan wajah yang dibuat-buat.

Guru matematika itu pun bergerak mengikis jarak dengan Liam. Menyentuh dahi Liam untuk memastikan kondisinya. Rupanya hawa dingin segera menyapa telapak tangannya. Kini Bu Ana pun memastikan wajah pucat Liam. Dia meyakini Liam memang tidak bohong  karena bibir bocah itu benar-benar pucat. Padahal nyatanya Liam memang sempat mengoleskan bibirnya dengan reruntuhan semen di tembok belakang sekolah. Hingga bibir yang biasanya berwarna pink kecoklatan itu menjadi memutih.

"Sepertinya kamu benar-benar sakit," ucap Bu Ana. Hal itu sukses membuat hati Liam sorak sorai bergembira. Pria itu pun kembali melancarkan aksinya dengan bersandar di pintu agar terlihat semakin lemah.

"Putri, tolong antar Liam ke UKS ya," ucap Bu Ana pada salah satu siswinya.

"Baik, Bu." Putri pun mengantar Liam ke UKS.

"Put aku engga diantar pakai kursi roda gitu?" Tanya Liam santai.

"Ngapain pakai kursi roda. Kamu bohong kan sakitnya? Padahal kamu telat kan?" ucap Putri ketus.

"Ssst... Jangan kenceng-kenceng dong. Kamu jangan ember ya?" Ucap Liam.

"Aku bukan orang yang suka ngurusin urusan orang," ucap Putri terus berjalan mendahului Liam. Hal itu sukses membuat Liam semakin tersenyum lebar. Bagaimana tidak, kini dia jalan di belakang gadis pujaan hatinya yang gendut tapi cantik.

Mereka terus berjalan beriringan hingga akhirnya mereka sudah masuk ke dalam UKS. Putri pun menyiapkan bilik untuk Liam. Gadis itu merapihkan bed tempat istirahat dan selimut.

"Duh. Emang bener-bener calon istri idaman," gumam Liam membuat Putri menoleh.

"Kamu bilang apa tadi?" Tanya Putri ketus.

"Enggak ngomong apa-apa," ucap Liam mengindari tatapan Putri.

"Ni udah siap. Aku tinggal," ucap Putri melangkah pergi.

"Terima kasih ya My Beautiful FAT Girl," ucap Liam mengedipkan matanya.

Putri tak peduli dengan apa yang diucapkan Liam. Dia bukan gadis yang mudah terbuai. Lagi pula dia tak ingin menjalin asmara cinta monyet saat masih sekolah. Terlebih lagi Liam cowok tampan idola para gadis yang tak mungkin serius padanya. Putri sangat yakin Liam memang terbiasa menggoda semua wanita termasuk dia. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status