Mario masuk ke ruangan Rosie. Duduk berseberangan dengan mantan kekasihnya itu. Ketika Pak Harwan masuk ke dalam ruangan, rapat pun dibuka."Silakan Manajer Rosie untuk menyampaikan agenda hari ini." Seorang asisten pria yang menjadi moderator mempersilakan Rosie setelah membukanya dengan pembacaan agenda rapat."Terima kasih waktunya, rekan-rekan di sini." Rosie membuka slide dan terpantul pada proyektor. Tampak hasil penjualan di produk perawatan wajah remaja menduduki peringkat paling bawah dalam penjualan."Maaf, ini mungkin diluar agenda tapi, ini akan ada kaitannya dengan Youth Serum." Rosie membuka presentasinya."Bisa dilihat, produk perawatan wajah menduduki peringkat paling bawah penjualan dan hasil survey juga menunjukkan bahwa produknya terlalu lengket. Saya sudah setuju dengan Bu Diar untuk membahas ini dalam rapat kali ini.""Jadi, Manajer Rosie, apa maksudnya?""Melihat datanya, kita punya dua opsi." Rosie mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan."Opsi pertama, mengub
Rapat dadakan pun diadakan dan peserta rapat jadi bertambah yang awalnya hanya manajer kini melibatkan dua orang dari departemen pengembangan, dua orang dari departemen pemasaran dan dua orang dari departemen produksi. Total ada tujuh orang termasuk Pak Harwan, Sang Presdir yang duduk di kursi paling ujung meja. Mengulang agenda rapat dengan lebih serius setelah Viona membawa koran yang berhasil membuat gempar. Koran yang memuat berita tentang Youth Serum pun dibentangkan di whiteboard dengan paku pin untuk menahannya. “Terima kasih atas kehadiran rekan-rekan dan juga Pak Harwan. Saya mohon maaf akan memolorkan waktu pulang kita yang ada di ruangan ini. Namun, ada hal mendesak yang harus kita bahas.” Mau tidak mau, Rosielah pun meneruskan agenda sesuai dengan arahan moderator. “Seperti yang kita ketahui, produk Youth Serum telah diklaim sebagai produk tiruan dari produk pesaing. Sebelum kita mengklarifikasi ini dengan pihak Nature Chemical, ayo kita diskusikan terlebih dahulu d
Rosie belum memutuskan pulang, wanita itu masih aktif di dalam ruang kerjanya. Kesepuluh jari lentik Rosie aktif menari di atas keyboard laptop. Analisis pemasarannya tertunda hanya karena berita di koran yang menyert produk Youth Serum. Sementara, dari jendela ruangan Rosie, langit Kota G sudah menggelap. Rosie melepas kacamata, mengerjap-ngerjapkan mata yang sudah mulai perih dan berair. Sesekali, dia memandang ke luar, menyeimbangkan efek akomodasi mata dengn bulu lentik itu. Drrrt! Drrrt! Drrrt! Dering smartphone mengalihkan pandangannya, terpampang nama Ethan di dalam layar. [Kakak, belum pulang juga?] Suara di seberang sana masuk ke gendang telinga begitu dia menempelkan benda pipih itu di telinga. [Aku sibuk!] jawabnya. [Pulang jam berapa?] [Jangan mengkhawatirkanku!] Rosie membentak kemudian menutup telefon sebelum Ethan menyelesaikan kalimatnya. “Anak itu gangguin aja!” gumam Rosie. Rosie kembali ke laptopnya, menutup lembar kerja Microsoft Excel lalu membu
Flashback Rosie melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah jam setengah delapan malam. Dia cukup lelah hari ini memikirkan masalah yang terjadi hari ini. Menutup laptop kemudian tidak mengambil tas tangan. Meninggalkan ruang kerja. Disambut sepi ketika melewati ruang kerja departemen pemasaran. Hanya suara heels di kaki Rosie yang beradu dengan permukaan lantai memecah keheningan. Tidak ada kawan atau rekan kerja di perusahaan tersebut menjadi teman lemburnya sampai dia tiba di depan pintu lift. “Baru pulang juga?” suara yang dia kenal membuat Rosie bergidik. Dia menoleh ke belakang, tampak sosok seorang pria yang menabraknya secara tidak sengaja. “Anda!” Rosie membeliak, memandang sosok di depannya. Ting! Pintu lift terbuka, pria itu tersenyum mengangukkan kepala tanda mempersilakan Rosie agar masuk ke dalam lift terlebih dahulu. Rosie melangkah masuk ke dalam lift, disusul oleh pria berwajah khas Korea itu. Pintu pun tertutup. Berdua di dalam li
“Ethan!” panggil Rosie pada adiknya yang sedang asik rebahan di sofa sambil bermain smartphone. “Hmm,” jawab Ethan cuek. Bahkan, Ethan tidak menoleh ke arah kakaknya. “Kakaknya datang bukannya disapa, kek!” Rosie mulai kesal. Ethan yang sedang mengorek hidung dengan jari masih sibuk dengan smartphonenya. Kesal dengan tingkah adiknya, Rosie merebut smartphone dari tangan Ethan. “Tadaima, Rosie neechan!” Ethan menurunkan kaki, menegakkan badannya. “Puas?” imbuhnya kemudian. “Kak Ros sendiri yang bilang agar gak mengkhawatirkan dirimu. Giliran pulang gak disapa malah marah-marah,” ucap Ethan. Tangannya berusaha menggapai smartphone dari tangan Rosie, tapi Rosie dengan segera mengangkat benda pipih itu ke atas. “Gini, nih! Kebiasaan kalau sensitifnya kumat!” keluh Ethan. “Bosen aku lihat kamu di rumah!” Rosie mengulurkan smartphone ke arah Ethan. “Emangnya, kapan Kak Ros lihat aku kecuali pagi sama baru pulang kerja aja?” Ethan menyandarkan badannya di daun sofa, mengembuskan
Rosie membuka perlahan kelopak mata sesuai jam biologis tubuhnya. Menegakkan badan kemudian kembali bersandar pada daun ranjang. Melepas sisa kantuknya dengan menguap. Beberapa saat kemudian, dia menurunkan kaki jenjangnya ke lantai lantas bangun. Rosie mengalungkan handuk di leher. Sejak Ethan tinggal di apartemennya, pemandangan yang ditangkap oleh mata Rosie setiap pagi saat melewati ruang tamu untuk ke kamar mandi hanyalah Ethan sedang terbalut selimut seperti kepompong di atas sofa. Namun, karena Rosie tidak ingin merusak mood pagi-pagi dengan membangunkan Ethan, Rosie membiarkan adiknya yang pengangguran itu dalam tidurnya. Sesaat setelah Rosie masuk ke kamar mandi, Ethan membuka mata, menegakkan badan. Ethan menguap sembari mengangkat tangan tinggi-tinggi, melemaskan otot-otot di tubuhnya. “Hooaaaahem!” Setelah menguap, Ethan mengerjap-ngerjapkan matanya seiring dengan kedua tangan yang diturunkan. Setelah mengumpulkan semua nyawanya dari alam bawah sadar, pemuda itu
Sebelum mendatangi kantor Nature Chemical untuk meminta klarifikasi, tiag orang manajer sepakat mengadakan briefing hari ini di ruangan rapat Absolute Beauty Chemical. Bu Diar, dari departemen pengembangan, Pak Haes dari departemen produksi dan Mario juga ikut sebagai asisten. Mereka bertiga sedang menunggu Rosie yang belum datang dengan obrolan santai. “Bisa-bisanya Nature Chemical nyari masalah.” Bu Diar memulai pembicaraan seraya membuka map warna marun berisi lembar resume dan list karyawan yang telah resign dari Absolute Beauty Chemical. Resume itu Bu Diar dapatkan dari HRD sebagai referensi yang mungkin akan berguna untuk mengungkap siapa yang membocorkan formula produk Yout serum. “Yah, perusahaan itu memang senang cari masalah, sih!” Pak Haes menimpali. Rosie masuk ke ruang rapat, bergabung bersama mereka yang sudah menunggu. “Pagi, Bu Rosie!” sapa Bu Diar. “Pagi!” sahut Rosie sembari menutup pintu. “Pagi Bu Manajer!” sapa Pak Haes bersamaan dengan Mario. “Ya, Pagi!
"Permisi!" sapa Rosie kepada seorang respsionis wanita. "Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya. "Kami dari Absolute Beauty Chemical. Ingin bertemu Presdir atau mungkin manajer yang menaungi hal produk," jawab Rosie. Resepsionis itu memandang empat orang di depannya secara bergantian. "Apa sudah ada janji?" tanyanya. "Tidak. Belum, kami hanya datang langsung." "Baiklah, tunggu sebentar." Resepsionis pun mengangkat gagang telepon lalu berbicara pada seseorang di seberang sana. Beberapa menit kemudian, resepsionis itu meletakkan gagang telepon dan berkata, "Silakan tunggu sebentar di lobi, ya." "Baik." "Nunggu lagi nih, kita," komentar Pak Haes. Mereka berempat mengambil tempat di sofa yang ada di lobi dan menunggu seseorang menyambut mereka. Siapapun nati yang datang menyambut, mereka hanya ingin sebuah klarifikasi. "Saya mau ke toilet sebentar," ucap Rosie. "Iya, silakan!" ucap Bu Diar, Rosie melewati meja resepsionis. Saat Rosie berbelok di ujung lorong, Ros