Dari kaca spion, Agil mengamati dengan awas dua motor yang mengikutinya semenjak dari rumah Tante Mirna. Ia berusaha mengecoh mereka dengan membelokkan motornya ke mini market, membeli onigiri dan air mineral, kemudian duduk di teras mini market. Ia berusaha menenangkan diri dengan meminum beberapa teguk air, sembari memperhatikan keadaan. Ponselnya berdering, dari Ibu Silvia. Lelaki itu jengah mengangkatnya.
Setelah aman, Agil melanjutkan perjalanannya ke kantor iNiRice, namun dugaannya salah. Tiba-tiba dari belakang muncul motor dan memepetnya lalu menggiringnya ke gang buntu. Empat orang laki-laki bertato dan berbadan besar turun dari motor dan tanpa kode langsung menghajarnya hingga babak belur.
“Ini baru peringatan pertama!” kata salah seorang pria itu sambil menodongkan sebilah pisau ke leher Agil sebelum meninggalkan pemuda itu
“Kebakaran… kebakaran!” teriak Ibu panik, perempuan tua itu segera berlari mengambil air di sumur tak peduli pekatnya malam yang kian menggigit. Dia terus mengisi ember dengan air, bulir-bulir peluh mulai membasahi badannya. “Cepat padamkan apinya Gil!” katanya berulang kali. Kecemasan tergambar jelas dari raut mukanya. Teriakan Ibu membangunkan tetangga kiri kanan, orang-orang datang dan membantu memadamkan api. Mereka beruntung, rumahnya tidak mengalami kerusakan berarti, hanya daun jendela kamar Agil yang gosong. “Untung tadi sempat ketahuan, kalau tidak… entahlah, mungkin kami sudah mati terpanggang di sini, “kata Ibu pilu, matanya tak dapat menyembunyikan kengerian. “Terima kasih bapak-bapak sudah membantu kami,” imbuh Ibu. Dia pergi ke dapur, membuatkan minuman hangat da
Udara siang ini begitu lembab, napas Chandra pendek. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, ia duduk di teras di depan kamar, ditemani Orange kucing manis yang mendengkur di pangkuannya. Gadis itu tampak gelisah, matanya berulang kali melirik ponsel seperti mengharap sesuatu. Ia mendesah panjang, hampir seminggu ia belum menerima kabar dari Agil, semenjak Tante Mirna tak mengijinkan pria itu datang ke rumahnya, ada rasa khawatir yang menyelimuti hati Chandra. Bagaimana ini? Apakah dia marah padaku? Kenapa dia kini menjadi peduli pada Agil? Bukankah dia bukan siapa-siapa? Tapi gadis itu diam-diam sangat merindukan perhatian-perhatian kecil dari Agil terutama mata teduh dan senyum manis yang membuat hatinya meleleh. Agil berbeda dengan laki-laki yang dikenalnya. Sikap pemuda itu santun dan memandangnya sebagai perempuan utuh, apa adanya ta
Chandra sudah berganti pakaian, dia kelihatan segar dengan baju casual dan rambut yang diikat ekor kuda. Setelah itu dia memoles wajahnya dengan bedak tipis lalu mematut dirinya di depan di cermin. “Sepertinya ada yang kurang, tapi apa ya?” gumamnya pelan. Tiba-tiba lipstik pink jatuh, gadis itu memungutnya dan menyapunya di atas bibir. “Voila sempurna! Terima kasih Bulan,” katanya tertawa geli. Ia bisa merasakan Bulan sedang mengamatinya saat ini.Tak berselang lama terdengar suara tawa mengikik di belakang Chandra membuat tengkuk gadis itu meremang. Tapi dia berusaha bersikap biasa saja.”Oke-oke, sebentar lagi aku keluar bersama Agil, kamu mainlah bersama Orange di sini,” kata Chandra asal.Tak ada jawaban. Sambil menunggu Agil, Chandra mengambil novel milik Bulan yang tersusun rapi di rak, gadis itu memiliki koleksi buku menarik yang membuat Chandra bahagia.
Setelah lelaki itu pergi, Chandra baru berani keluar dan melihat Orange sedang tergeletak lemah di tanah. Napas kucing kecil itu tersengal-sengal, tak tega dia melihatnya. Di raihnya Orange ke dalam pelukan gadis itu dan air matanya bercucuran tak terkendali membasahi tubuh Orange yang menatapnya sayu. “Orange kamu jangan mati,” kata Chandra sesenggukkan, dia terus memijat bagian dada Orange. “Meow…” kucing itu menggeliat dan mulai menjilati wajah Chandra. Tangis gadis itu terhenti, dia tertawa melihatnya. “Orange… kamu hebat!” kata Chandra bahagia sambil menciumi kucing itu. Mendengar suara tangisan, Mirna terjaga dari tidurnya, dia melihat pintu depan terbuka dan melihat Chandra duduk menangis sambil memeluk Orang
“Bulan, kenapa kamu nakut-nakutin Tante sih, kan aku yang repot sekarang,” gerutu Chandra sewaktu melihat Tante Mirna pingsan. ”Mana listriknya padam pula.” Gadis itu kesal dan mengomel sendirian. “Yee… tadi siapa yang minta aku datang?” jawab Bulan sewot. “Iya, tapi gak gitu juga kali sis, penampilanmu itu lho bikin orang takut dan jantungan. Walau kamu hantu mestinya kamu mikir dong biar orang gak takut saat melihatmu,” ucap Chandra tak mau kalah seraya mengoleskan sedikit minyak kayu putih ke dekat hidung Tante Mirna. Gadis itu mencoba menyadarkan perempuan itu. “Heh, maksudmu aku harus berdandan dulu seperti Si Manis Jembatan Ancol? Wkwkwkw… kamu aneh Kak. Apa kamu lupa aku seorang hantu penasaran? Lagipula memangnya kamu pikir di dunia kami ada salon?” imbu
Agil datang ke kantor iNiRice 30 menit lebih awal. Suasana kantor masih lengang. Setelah selesai membuat daftar task hari itu, ia pergi ke pantry dan menikmati segelas kopi buatan Pak Maman. Sembari menghabiskan waktu ia mengumpulkan informasi tentang kasus pembunuhan Bulan.Gadis Cantik yang Ditemukan Jadi Kerangka Ternyata Dibunuh Sebelum Dibuang di Gorong-Gorong.Masih ingat dengan penemuan kerangka di gorong-gorong? Kerangka yang ditemukan oleh pemulung ternyata adalah Bulan Ayura, 19 tahun yang merupakan salah satu mahasiswi sekolah mode. Dia adalah gadis berbakat dan dikenal sebagai gadis periang.Akhirnya polisi memastikan bahwa korban dibunuh sebelum dibuang di gorong-gorong.Meski penyelidikan sudah dimulai dan polisi telah menghimpun keterangan saksi dan pihak terkait. Sayangnya hingga kini belum ada titik terang siapa pelaku pembunuhan tersebut. Tak ada keterangan lain yang bisa
“Kamu tidak usah balik ke kantor lagi karena kamu sudah saya pecat!” ucap Silvia lewat telepon.Suara Silvia di telepon terdengar mengambang di telinga Agil. Beberapa kali dia mendengar gerutuan dari perempuan itu. “Maaf Bu, kenapa saya di pecat? Saya salah apa?” tanyanya tak mengerti kenapa perempuan itu selalu membuatnya frustrasi. Mungkinkah ada sentiment pribadi dengannya?“Apa kamu budek, saya pecat kamu karena kamu melakukan korupsi di iNiRice. Semua bukti sudah ada di tangan saya,” terang Silvia bengis di seberang. Kemudian dia mengirimkan foto-foto ke Agil lalu mematikan ponselnya dengan marah.Pria itu membuka foto-foto yang dikirimkan oleh Silvia dengan perasaan terpukul. Jelas sekali semua ini fitnah. Dia tak pernah foto dengan perempuan di dalam kamar hotel. Pacar saja dia tak punya dan nota pembelian emas! Bah! Kapan dia membelinya? Tokonya saja dia tidak tahu. Lelaki itu memencet nomor Arif.Ada pemberitah
Keesokan paginya, Agil bangun dengan perasaan berubah drastis. Hatinya tenang meski ia tidak punya pekerjaan, pikiran tegang yang biasanya hadir, lenyap begitu saja. Tanpa sadar, pria itu menyadari bahwa selama ini hidupnya terpusat pada pekerjaan, ia sering takut pekerjaannya disalahkan sehingga membuat dirinya terpacu untuk mengerjakan pekerjaan sebaik-baiknya. Tapi toh, dia ditendang juga. Agil nyengir, hidup ini memang lucu.Sang surya masih lama turun, pria itu melangkahkan kakinya ke musholla dekat rumahnya untuk sholat subuh berjamaah. Ceramah Ustad Sodiq tentang rezeki pagi itu menyentuh kalbu. Perasaan Agil begitu nyaman, bebas, lepas, tanpa beban dan rasa takut.Berbeda dengan keadaan sebelumnya yang membuat ia frustrasi. Dia telah memiliki koneksi serta keuangan cukup kuat sehingga dia tidak terlalu mengkhawatirkan keadaannya kini. Ia yakin, selama ia berusaha, jalan keluar pasti ada. Soal Arif dan Silvia Agil tidak terlalu memikirkan mereka lagi. Yang lalu