Share

Keputusan

Sedikit lagi, aku ingin bersamanya sebentar. Aku tahu ini sangat bodoh, aku begitu gila hanya karena cinta tapi untuk kali ini aku tidak ingin mengorbankan anakku, cukup cinta dan sakit ini ku tanggung sendiri mulai hari ini. 

"Maksudmu apa, Nia?"tanya mas Bayu, suaranya sedikit melunak saat tangan berhasil menggenggam tangannya dan ku kecup dengan takzim, ini untuk sekian lama aku tidak melakukan kodratku, mengingat kepulangan mas Bayu tidak seperti yang kami harapkan. 

"Terimakasih banyak, telah menyisakan sedikit waktu untuk kami. Aku dan Nana akan pulang, mas! "Ku lepaskan tangan mas Bayu yang masih membisu setelah mendengar ucapanku, bahkan aku sadar mas Bayu begitu memandang ku, entahlah apa yang dia pikiran, aku tidak peduli lagi, karena aku rasa semuanya sudah cukup. 

"Nia! "Panggil mas Bayu tertahan, aku tidak mengerti kenapa kini dia terlihat aneh. 

"Semoga mas selalu bahagia bersama Mona, aku permisi, mas. "Ku sudahi semuanya, meski hati ini menentang apa yang aku rasakan. Jika aku masih sangat mencintainya, tapi di disisi lain dialah yang membawa dan menorehkan segala luka selama aku menunggu dirinya dini. Tapi setelah dia kembali ternyata pengkhianatan yang aku dapatkan.

Kini aku sadar, tidak ada gunanya memperjuangkan rasa cinta ini, cukup aku memendamnya seumur hidupku. 

"Nia! Kau sadar apa yang kau katakan ini? "

Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan mas Bayu, karena aku rasa apa yang ku katakan sudah sangat jelas karena aku sudah bertekad ingin pulang. 

"Aku rasa sudah cukup ku mencoba. Tapi mas tidak pernah memindai ku seperti istri barumu. " Ku utarakan semua perasaan yang ku tahan, meski kini dengan jelas rahang mas Bayu mengeras menahan marah.  

"Kenapa! kau kecewa karena aku lebih memilih Mona dari pada dirimu!"

Aku hanya menggeleng tetap dengan senyum di sudut bibir ku, meski senyum ini benar-benar ku paksakan. 

Ku langkahkan kaki ini melaluinya, karena aku rasa sudah tidak ada urusan lagi yang harus kami bicarakan. 

"Seharusnya kau sadar,Nia. Kau tidak ada apa-apanya di bandingkan Mona, dia jauh lebih baik, seharusnya kau sadar diri dan jangan seperti ini. Kau terima nasib saja, Nia! Tidak perlu merasa tersakiti dan kecewa dengan pilihan ku! " Panjang lebar mas Bayu meracau, aku yang mendengarkan hanya bisa menggeleng, karena tidak ada sedikitpun rasa kecewa dengan pilihannya, aku sadar kini posisi ku telah tergantikan. 

"Aku tidak kecewa jika mas lebih memilihnya, karena aku telah siap dengan kejadian ini saat aku memohon padamu, tapi yang aku sesalkan! Di mana naluri seorang ayahmu, mas! Saat mas melihat, Nana! Darah daging mu sendiri tersakiti, bahkan di sakiti oleh wanita yang baru kau kenal. Dan mas hanya mendiamkannya tanpa melakukan apapun! Bahkan mas tidak peduli padanya. Aku hanya menyesalkan itu mas, aku tahu! Aku memang tidak ada artinya lagi di mata mu. Tapi setidaknya ingatlah, Nana! Dia anak mu darah dagingmu."ku tumpahkan semuanya panjang lebar rasa kecewa ku padanya. Tapi sayang, mas Bayu hanya diam tidak menanggapi ku. 

Hahh! 

Ku hembusan nafas dalam lalu menggeleng aku beranjak meninggalkan balkon karena aku sudah cukup puas mengatakan semuanya, tidak ada lagi yang harus di tunggu, aku menyerah atas semua ini. Aku hanya ingin segera pulang. 

"Ayo, Ma!" Nana terlihat begitu tidak sabar ingin segera pergi setelah aku kembali ke kamar ini. 

" Ayo, sayang kita pulang. "Ku jinjing tas pakaian yang telah kami siapkan lalu ku genggam tangannya dengan lembut seraya keluar dari kamar ini. 

" Nak, kalian mau kemana? " tanya bi Ijah saat kami melintasi dapur. 

"Kami akan pulang bibi. "Jelasku ku singkat. 

Bi Ijah tampak memperhatikan wajahku dengan lekat. 

"Apa karena kejadian tadi, nak?" Tebak bi Ijah dengan hati-hati, aku hanya tersenyum lalu melirik Nana yang sudah tidak sabar ingin pulang.

"Tidak, Bibi! Aku hanya tidak ingin keadaan akan semakin pelik nanti. Kami permisi Bibi, trimakasih atas berbaikan Bibi selama ini pada ku dan Nana." ujapku, bi Ijah menghampiri kami lalu membelai urai panjang Nana dengan sayang. 

"Bibi tidak akan melupakan kalian, nak! Kalian sudah Bibi anggap seperti anak dan cucu sendiri." Suara bi Ijah terdengar bergetar saat menahan tangis lalu memeluk. 

"Bibi harap, nak Nia segera menemukan kebahagiaan." Aku begitu terharu saat mendengar do'anya. 

"Terimakasih, Bibi." Ku balas pelukannya sebelah kami benar-benar pergi. 

"Bibi jaga kesehatan,ya. Jangan terlalu lelah." Bi Ijah tersenyum kecil saat mendengar nasehat dan pesan ku. Sembari mengurai pelukan di antara kami. 

"Kalian juga hati-hati, ya. Dan mu cantik … lekas lah sembuh, sayang. " Nana menangguk lalu tersenyum, setelah berpisah dengan bi Ijah, kami pamit lalu beranjak dari sana.

Belum jauh kami melangkah menuju pintu, mas Bayu tiba-tiba menghadang kami. 

"Ayo, ma! kita pulang. " Nana mulai ketakutan saat melihat mas Bayu, bahkn Nana menarik-narik tangan ku agar kami segera pergi, aku tidak mengerti kenapa Nana begitu takut dengan mas Bayu. 

"Apa lagi yang kau inginkan, mas? " Aku menarik Nana hingga kami berhasil menuju daun pintu dan berusaha menggapai handle. 

"Aku tidak akan membiarkan kalian pergi dengan mudah! " Bentuknya dengan nyaring, aku kini tidak mengerti apa yang mas Bayu inginkan, karena tangan ku sengaja ia tahan agar tidak memutar handle pintu.

"Lepaskan, mas! Biarkan kami pergi dari sini." Aku mencoba memutar handle pintu tapi kembali ditahan mas Bayu hingga tidak bisa memutarnya 

"Hiks … ma! ayo kita pergi, Nana takut. Hiks .... " Tangisan Nana akhirnya pecah hingga mengundang perhatian beberapa maid pribadi rumah itu, termasuk bi Ijah turut yang menyaksikannya pertikaian kami. 

"Cukup mas! Apa lagi yang kau ingin kan? Apa tidak puas kau menyakiti ku dan juga anakmu!"kecam ku kesal. 

"Aku ingin Kau tetap di sini, Nia!"

Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiran mas Bayu, apa dia memang sengaja ingin membuat ku sakit hati dengan cara seperti ini.  

"Maaf mas, aku lelah. Aku rasa sudah cukup untuk ku bertahan."Suara ku mulai parau, karena mas Bayu masih menahan tangan ku.  

"Jika kau keluar, aku akan menceraikanmu! Camkan itu, Nia!"

Kini aku benar-benar tidak menyangka, dia mengancam ku hanya karena keinginan gilanya. 

Aku sesaat tersenyum kecut sembari menarik tangan ku dari handle pintu, hingga mas Bayu menatap ku diam.  

"Lakukan apa yang mas mau. Aku akan menunggu surat dari mu dan dari pengadilan. Dan aku pasti akan datang ke persidangan. Percayalah."dengan sekuat tenaga dan ketegaran yang aku miliki akhirnya kata-kata itu lolos, sebuah kata yang paling aku benci dan ku hindari selama kami menikah. 

Tangan mas Bayu yang ada di handle pintu dengan lemas terlepas, hingga akhirnya aku dan Nana bisa keluar dan bebas dari rumah itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status