Setibanya di kantor catatan sipil. Mereka berdua segera masuk ke dalam kantor ketua pengurusan akta nikah. Karena Albert orang yang sangat berpengaruh di kota ini, tentu saja mudah baginya mendapatkan surat nikah itu hanya dalam waktu semalam. Setelah membubuhi tanda tangan di kertas selembar itu, mereka segera keluar.
Saat Albert membukakan pintu mobil untuk Olivia, dia dengan cepat memberikan penawaran. "Bisakah aku pergi dengan taxi saja? Aku akan langsung ke kampus. Aku ada kelas pagi ini."
"Masuk!" Titah Albert terdengar menakutkan.
"Tapi, kau tidak mungkin kan mengantarku ke kampus menggunakan mobil super mewah ini?" Olivia takut menjadi tontonan satu kampus karena turun dari mobil yang hanya ada tiga unit di dunia ini.
"Masuk atau aku akan..."
"Iya.. iya.. aku masuk. Kau puas sekarang?" Olivia masuk ke mobil itu dengan wajah cemberut.
Tersungging senyum di bibir Albert melihat tingkah Olivia yang menurutnya sangat lucu.
"Apa kau malu, jika di antar oleh suamimu ke kampus?" Tanya Albert penasaran dengan tingkah Olivia.
"Aku tidak suka menjadi bahan tontonan saat turun dari mobil super mewahmu ini. Dan lagi, belum ada seorang pun yang tau bahwa sekarang aku sudah menikah." Jawabnya masih dengan perasaan yang kesal.
"Kalau begitu, tinggal beri tau mereka bahwa aku suamimu." Jawaban Albert yang sederhana tapi berarti besar bagi Olivia.
"Syarat yang pertama, kau tidak boleh mempublikasikan pernikahan ini! Beri aku waktu untuk menerima kenyataan. Aku punya kehidupan sendiri, punya teman-teman. Jadi aku ingin memberi tau mereka jika aku rasa waktunya sudah tepat." Olivia memandang Albert dengan tatapan memohon yang sangat imut.
"Apa kau juga memiliki kekasih?" Pertanyaan enteng yang di ucapkan Albert, tapi mampu membuat seluruh darah di tubuh Olivia serasa berhenti mengalir.
"Jika memang ada, kau harus mengakhirinya. Ingat, sekarang kau sudah menjadi isteri sahku." Albert memperingati Olivia dengan sangat serius kali ini.
"Emm.. itu.. bisakah kau memberiku waktu untuk memberi pengertian padanya? Aku tidak ingin melukai hatinya. Asal kau tau, kami saling mencintai." Olivia berharap Albert tidak terlalu kejam padanya untuk satu hal ini.
"Baik lah. Aku akan memberimu waktu tiga hari untuk mengakhiri hubungan dengan pria itu." Albert dengan entengnya memberikan waktu yang tidak masuk akal menurut Olivia.
"Ti-tiga hari? Mana mungkin? Apa kau tidak pernah mencintai seseorang? Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya dalam tiga hari?" Tanya Olivia lagi dengan tatapan mengejak sekaligus mengeluh.
"Tiga hari, atau hari ini juga? Pilihan ada di tanganmu." Keputusan Albert sudah mutlak dan tidak akan bisa di ganggu gugat lagi saat ini.
"Oke. Oke.. tiga hari. Aku akan mencobanya dalam tiga hari. Tapi, hari ini jangan dihitung. Please." Olivia mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada, dan menatap Albert dengan memasang wajah sok imutnya.
Albert ingin tertawa, tapi tentu saja dia harus menahannya demi menjaga image. "Baik lah."
"Nona, kita sudah sampai." Mike menghentikan mobilnya saat berada di depan sebuah universitas ternama di kota ini.
"Baik lah. Aku akan turun, terima kasih Tuan Albert sudah mengantarku." Olivia memaksakan senyumnya untuk Albert sebelum turun.
"Jangan panggil aku Tuan Albert! Aku suamimu sekarang!"
"Eh.. Iya, Tuan Suami." Jawab Olivia dengan sedikit mendongkol.
"Tidak perlu pakai Tuan!" Albert masih berbicara tanpa menoleh pada Olivia.
Olivia sangat geram karena sikap Albert, tapi ia sedang tidak ingin melayani pria ini berdebat.
"Ehem... Baik, Suamiku." Olivia mengatur suaranya selembut mungkin dan memasang wajah semanis mungkin. Agar Albert tidak mempersulitnya lagi.
Mike menahan tawa menyaksikan pemandangan di belakang kursi kemudinya itu. 'Sejak kapan Tuan Muda bisa bersikap kekanak-kanakan seperti ini?' Ucap Mike dalam hatinya.
"Oke. Kau boleh pergi sekarang. Jangan melupakan statusmu!" Albert memperingati Olivia sekali lagi, bahwa kini ia sudah menikah.
"Aku pasti mengingatnya." Setelah melihat keadaan sekitar, Olivia dengan cepat turun dari mobil. Ia berlari sekuat tenaga agar tidak ada yang menyadari bahwa ia baru saja turun dari mobil milik Albert.
Albert yang melihat pemandangan itu, menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. Melihat betapa konyol dan menggemaskannya isteri kecilnya itu.
"Apakah setakut itu dia terlihat turun dari mobilku? Gadis-gadis lain bahkan melakukan segala macam cara agar bisa duduk di dalam mobil ini." Albert mulai menganggap keberadaan Mike dengan mengajaknya berbicara.
"Itu berarti, Nona Muda ini gadis yang berbeda, Tuan." Sela Mike yang sudah kembali dengan aktifitas memutar setir mobilnya ke kiri dan kanan.
"Kau benar, Mike. Dia berbeda. Aku semakin penasaran padanya." Meski sangat pelan, Mike masih bisa mendengar bisikan Albert itu. "Langsung saja ke bandara. Telepon saja Fara untuk mengantarkan dokumen-dokumen itu ke bandara." Titahnya lagi.
"Baik, Tuan Muda." Mike sangat patuh dan setia pada Albert. Karena itu, dia selalu menjadi orang kepercayaan Albert. Mike bahkan mendapat kuasa untuk mengurus bisnis Albert jika terjadi sesuatu yang tidak terduga.
Mereka sampai di bandara. Saat itu, Fara sekretaris Albert telah sampai pula di sana setelah tadi Mike menghubunginya saat dalam perjalanan.
"Mike, selama tiga hari ke depan kau awasi gadis itu. Dan jangan lupa, nanti langsung bawa dia ke mansion. Biarkan di melakukan semua yang dia mau, tapi kau harus tetap mengawasi dan melaporkannya padaku. Jika dia melakukan sesuatu yang menyalahi aturan, kau boleh mengurungnya di mansion." Sebelum terbang ke London untuk perjalanan bisnis, Albert masih sempat memberikan tugas baru pada Mike.
Fara mendengar semua yang diucapkan Albert dengan jelas. Namun, ia tidak berani bertanya. Siapa gadis yang di maksud oleh Albert.
"Ke mansion, Tuan?" Tanya Albert heran.
"Sesuai yang kukatakan, Mike!" Ucapnya lalu berjalan meninggalkan ruang tunggu, saat informasi keberangkatan pesawat yang akan ia naiki sudah terdengar.
"Sungguh luar biasa pesonamu, Nona Muda! Baru sehari bertemu denganmu, Tuan Muda sudah sering tersenyum. Dan, kau bahkan akan tinggal di mansion bersamanya. Ny. Monica bahkan tak di izinkan menginjakkan kakinya walau hanya di depan pintu gerbang mansion. Semoga kau mampu mencairkan hati Tuan yang telah membeku." Selepas Mike mengatakan itu, ia kembali menuju parkiran. Sebelum mulai menginjak gas mobil, ia membaca pesan masuk dari Albert.
"MIKE, SEGERA KAU BELI MOBIL SPORT YANG TIDAK TERLALU MENCOLOK. GUNAKAN ITU UNTUK MENJEMPUTNYA, AGAR NANTI DIA TIDAK MEMBUATMU BERADA DALAM MASALAH."
Mike tersenyum setelah membaca dan membalas pesan Albert. Segera ia meluncur ke dealer mobil untuk membeli mobil sport yang umum di gunakan orang.
Siapa ya kira-kira Ny. Monica?Yuk, baca terus bab selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan review ya kak. Agar bintang novel ini bisa menyala.
Salam cinta, dari Author❤️
Mike sudah menunggu di depan kampus dengan mobil baru, yang tidak terlalu mencolok. Meski begitu, mobil sport yang di bawa Mike saat ini masih terbilang mewah. Karena hanya ada seratus unit di dunia. Setidaknya, Olivia tidsk terlalu risih seperti menaiki mobil yang hanya ada tiga unit di dunia itu. Saat Mike melihat Olivia keluar dari gerbang kampus, ia segera keluar untuk membuka kan pintu mobil. Olivia sedang bersama Tristan saat ini. Saat melihat Mike sudah menunggunya, Olivia menjadi sangat gugup. "Olive, apa kau mendengar yang baru saja kukatakan?" Pertanyaan Tristan membuat Olivia semakin gugup. "Em.. itu, bagaimana jika kita pergi lain kali saja? Ada hal penting yang harus kukerjakan sekarang!" Olivia tidak tau harus berbuat apa saat ini. "Tapi, aku sudah memesan tiket untuk sore ini. Apa kau lupa, film ini hanya di tayangkan satu kali di bioskop." Tristan memegang tangan Olivia. "Aku benar-benar tidak bisa kali ini, aku harus p
Mike tidak tau harus bagaimana menghadapi tingkah Olivia. Mike mengeluarkan ponselnya, berencana untuk melaporkan pada Albert bahwa Olivia sudah selesai makan malam. Olivia yang melihat Mike akan menelpon, lantas berkata "Kadukan saja pada pria sombong itu, aku tidak takut sama sekali. Kau memang anak buah yang sangat berbakti, Mike." "Itu sudah menjadi tugasku, Nona." Mike membungkuk, kemudian pergi dari ruang makan. Meninggalkan Olivia yang masih menggerutu karena kesal. Akhirnya Olivia kembali ke kamarnya. "Apa yang bisa aku lakukan di sini?" Olivia bertanya pada dirinya sendiri saat sedang berbaring di atas ranjangnya. Layar ponselnya menyala, Olivia menjangkau ponsel yang berada di atas nakas di samping tempat tidurnya. Panggilan masuk dari sebuah daftar kontak bernama Tristan. Dengan cepat Olivia mengatur posisinya menjadi duduk. Olivia ragu-ragu namun akhirnya menggeser layar ke tombol angkat. "Hallo.. my sweety."
Pagi ini, Olivia bangun lebih awal. Dia ingin memasak sendiri sarapan yang ingin dia makan. Meski para pelayan dan para koki sudah melarangnya, bukan Olivia namanya jika menyerah. Akhirnya para pelayan dan koki hanya mengawasi saja apa yang di lakukan Olivia. Sesekali Olivia akan meminta mereka untuk membantu mengerjakan sesuatu. Jam setengah tujuh pagi, sarapan telah tersaji di meja makan. Olivia sengaja membuat dua piring sarapan. Dia ingin memberikannya untuk Mike sebagai sogokan pagi ini. Ada informasi yang harus dia ketahui dari Mike. Setelah Olivia selesai mandi dan berpakaian rapi, dia kembali turun dan langsung menuju meja makan. Dia duduk dan mencium aroma masakannya sendiri. "Hhmmm.. aromanya sangat menggoda. Masakanku memang selalu tak tertandingi." Ucap Olivia lalu menyuap satu sendok bubur yang terbuat dari tepung beras dan di siram gula merah di atasnya. Aroma pandannya sangat kuat. Hingga Mike pun bisa mencium aroma bubur itu dari
Di dalam jet, saat perjalanan pulang, Albert tak henti-henti menatap jarum yang bergerak di jam tangannya. "Dasar, gadis manja. Kali ini, apa lagi yang membuatnya bertingkah." Albert menggeram pelan, namun kata-kata itu masih terdengar dengan jelas di telinga Lucy. "Siapa yang di maksud oleh Tuan Muda? Itu tidak mungkin Ny. Monic kan? Jika itu Ny. Monic, Tuan tidak akan meninggalkan rapat penting seperti tadi hanya demi menemuinya. Siapa gadis yang Tuan maksud? Aku harus mencari tau informasinya nanti." Lucy begitu penasaran dengan ucapan Albert. Lucy merasa saingannya bertambah satu orang lagi, setelah Monica. Karena cuaca bagus pagi ini, mereka sampai dengan cepat. Seorang sopir sudah menunggu di bandara. "Lucy, kembali lah ke perusahaan menggunakan taxi. Aku akan pulang ke mansion terlebih dahulu." Titah Albert lantas segera masuk ke mobil, tanpa perlu menunggu jawaban dari Lucy. "Pulang ke mansion? Apakah gadis yang Tuan Muda sebut t
Olivia tidak bersemangat lagi hari ini. Bahkan, ia tidak mengikuti satu pun kelasnya hari ini. Olivia merenungi apa saja yang telah terjadi pagi tadi, semua terasa begitu cepat. "Bagaimana dia bisa menganggap itu seakan bukan lah hal yang penting untuk kuketahui?" Olivia berbicara pada bayangannya di cermin. Setelah kejadian menggemparkan pagi tadi, Albert memutuskan untuk kembali ke kantor pusat. Di kantor, para karyawan sudah biasa melihat wajah kaku dan dingin Albert. Meskti tidak pernah dijawab, para pekerja akan tetap menyapa atau memberi hormat saat mereka melihat Albert. "Lucy, apa kau sudah membereskan masalah di London pagi ini? Jangan lupa, beri tau mereka kembali bahwa aku mengundang mereka dalam peresmian cabang hotel yang akan di laksanakan dua hari lagi. Sebagai permintaan maafku atas kejadian pagi ini, segera kau kirim undangan beserta sebotol anggur tahun 1940." Albert memerintahkan Lucy untuk menyelasaikan urusan itu. "B
Diam-diam, Mike merekam momen itu. Lalu mengirimnya kepada Albert. Semenit kemudian, Albert mengirim pesan. "Untuk apa kau mengirimiku video itu? Aku tidak peduli apa yang di kerjakannya, aku lebih peduli pada dapurku. Jangan sampai dia membuat dapur atau mansionku hancur, Mike." Balasan dari Albert membuat Mike tertawa pelan. "Tuan, aku yakin anda sangat peduli pada Nona Muda. Jika tidak, anda tidak akan mengirimiku pesan seperti ini." Bathin Mike sambil terus memperhatikan gerak gerik Olivia dari kejauahan. "Mike, kemari lah." Panggil Olivia, membuat Mike sedikit terkejut. "I-iya, Nona." Jawabnya gugup. "Kenapa kau hanya berdiri di sana sejak tadi? Apa yang kau pikirkan?" Tanya Olivia saat Mike sudah berada di depannya. "Maaf, Nona. Saya hanya mengawasi anda. Karena dapur adalah salah satu tempat yang berbahaya untuk anda." Ucap Mike, membuat Olivia sedikit heran. "Berbahaya? Bagaimana dapur bisa di sebut berbahaya? Ini hanya tempat
Olivia bergerak dengan malas dari posisi tidurnya. Tapi, kenapa ia merasa ada benda berbulu di tangannya. Dengan cepat Olivia membuka mata. "Oh My God. Kenapa aku bisa tidur dengan pria sombong ini?" Olivia berkata dalam hatinya dengan perasaan kaget yang tidak terbayangkan. Perlahan-lahan Olivia mengangkat sebelah tangannya yang bersandar indah di atas dada Albert. Setelah berhasil, ia memukul tangan itu dengan tangannya yang lain. Kepalanya masih menyuruk di bawah ketiak Albert. Olivia mencoba bergerak pelan, berusaha turun dari kasur sebelum Albert bangun. Saat kaki Olivia menyentuh lantai, suara bariton Albert membuatnya terkejut dan terdiam bagai patung pada posisinya. "Mau kemana kau, isteri kecilku?" Tanya Albert yang ternyata sudah bangun sejak tadi. Dia sengaja diam dan memperhatikan tindakan Olivia yang konyol. "A-aku.. aku akan mandi. Aku ada kelas pagi ini." Jawabnya terbata-bata. Lalu dengan cepat berlari masuk ke kamar mandi.
Albert menanggalkan handuk yang melingkar di pinggangnya sejak tadi, sehingga benda panjang yang mengeras itu terasa berada di paha Olivia. Dengan gelengan, Olivia masih berusaha untuk menolak. Kedua tangannya di satukan di atas kepala dan di tahan Albert dengan sebelah tangannya. Albert dengan ganas mencumbu Olivia. Antara penolakan dan menerima, entah mana yang kini di berikan oleh tubuh mungil Olivia. Dengan satu tangannya, Albert mengarahkan terong jumbo miliknya ke sela pangkal paha Olive. Menggesek-gesek benda tumpul itu di sana. Setelah merasakan sesuatu yang mulai basah di sana, Albert memasukkan terong jumbo miliknya dengan sekali hentakan keras. "Aaakkkhh.." pekik Olive tak tertahankan. Seiringi dengan mengalirnya air mata di sudut pipinya. "Sial. Ternyata gadis ini benar-benar masih perawan." Albert merutuk dalam hatinya, setelah menyadari ia baru saja merobek paksa keperawanan Olivia. "Jangan menangis. Nikmati saja, itu han