Debaran ini datang tanpa
dapat dicegah ternyata kaulah penyebabnya-Alvin Maldiery ----Alvin berjalan dari lobby hotel menuju lift yang biasa digunakan. Seperti biasa kacamata bertengger manis di hidung mancungnya, ia selalu menunjukkan senyum tipis menyambut sapaan dari para pekerja yang berlalu lalang. Pintu lift terbuka dan pria berbalut jas cokelat segera masuk menekan tombol angka 7. Namun pintu kembali terbuka karena terhalang oleh sepatu pantofel berwarna putih.Dua orang pria berkemeja maroon dan navy tersenyum lebar ke arahnya, mereka segera masuk tanpa dosa."Kalian meninggalkan Justine sendiri?" Tanya Alvin setelah lift membawa mereka naik.Jake menelisik wajah tenang pria di samping kirinya sebentar, seakan menilai. "Dia tidak akan kesepian, kau yang terlihat sangat kesepian. Bukan begitu Jhon?"Jhoni mengangguk dengan mata berbinar bagai seekor anak anjing yang melihat makanan lezat. Alvin meringis menatapnya."Apa yang akan kalian lakukan disini?" Alvin segera berjalan menuju gerbang hitam miliknya setelah pintu lift terbuka sempurna.Melihat dua orang pria dari ekor mata, sebenarnya sangat tahu apa yang akan dua orang ini lakukan sebentar lagi. Jhony berlari mendahului Alvin lalu menendang gerbang hitam hingga pintu tersebut terbuka lebar berbekas tapak sepatu miliknya, diikuti oleh kekehan Jake."My monkey boy," ucap Jake. Tepukan keras di bahu Alvin dan kedipan mata dari pelaku membuatnya menggelengkan kepala.Jhony segera berjalan cepat menuju bingkai kaca besar menampilkan pemandangan indah gedung tinggi dan langit biru terhampar dihiasi awan putih. Pria tinggi bermata cokelat yang selalu berdiri tepat di belakang meja kerja Alvin saat datang berkunjung."Kau masih tidak berniat menjualnya? Aku akan menambah satu kali lipat lagi harganya," ucap Jhony menatap Alvin. Namun yang di ajak bicara berlalu menuju ruang pribadi, mengabaikan. Alvin mengabaikannya tanpa menoleh sedikitpun.Jake segera bergerak menuju rak bingkai kaca yang terbuat dari kayu jati berwarna cokelat tua. Segera membuka pintu bagian bawah rak, tidak ada hal lain selain minuman. Ia segera berjalan menuju ruang pribadi si pemilik hotel dan menemukannya sedang termangu menghadap televisi berukuran 90 inchi. Duduk tenang di atas sofa panjang berwarna putih."Kapan kau akan menjual hotel ini?" Jake membuka suara saat bokongnya berhasil menduduki sofa santai tepat di samping Alvin Maldiery.Alvin segera mengusap wajah dan mengangkat bahu, pikirannya terpaku pada gadis cantik bermata hijau yang ditemuinya semalam. Dirinya tidak dapat menepis bayang gadis yang selalu menari di pelupuk matanya. Biasanya ia akan sangat kesal bila Jake bertanya hal seperti tadi, tapi sekarang tidak. Pikirannya terbagi.Semua terasa biasa saja."Apa yang kau pikirkan?" Jake menyodorkan sebotol vodka tanpa gelas, memicing menatap Alvin."Entahlah, seketika aku merindukan Justine."Jake hanya memperhatikan, wajah tenang Alvin yang terasa begitu sulit untuk di tebak. Tidak berapa lama Alvin segera berdiri."Ya Tuhan, bastard. Aku baru saja menghilang dari tempat berbau obat dan antiseptik. Sekarang kau mengajakku ke sana lagi?" Protesnya seraya mengacak rambut kasar.Alvin menoleh sebentar, "aku tidak mengajakmu." Ia mengangkat bahu. "Kau boleh berada di sini sesuka hatimu, beserta monkey boy mu."Jake berdecak namun hanya mampu menatap punggung kokoh yang menjauh, lalu menghilang di balik pintu kaca buram. Sungguh, Alvin tidak dapat di tebak dengan ketenangan dan senyum tipis yang selalu menghiasi wajahnya. Bagai air tenang namun tidak dapat diketahui kedalamannya.***Keona segera berjalan keluar kelas terburu-buru, cukup lama menunggu bel berbunyi. Percuma saja dirinya mengikuti matakuliah sedangkan pikirannya terbang jauh menuju tempat pria bernama Bready Alan Daguen.Ada begitu banyak permasalahan yang sangat mengusik ketenangannya. Menyelesaikan satu persatu hingga tak bersisa bukan perkara mudah. Permasalahan yang harus di selesaikan nya adalah pergi mengunjungi Bready meminta penjelasan apa yang terjadi kemarin, dan tentang para bodyguard sialan itu selanjutnya. Dengan cepat Keona membuka pintu audi putih, menaiki benda tersebut dan segera melaju. Terkadang universitas pilihan Bready memang sangat menguntungkan. Berada di tengah kota dan sangat dekat dengan apapun, termasuk rumah sakit yang sedang merawat Bready. Tidak butuh waktu puluhan menit Keona sampai.Ia meringis menatap para wartawan semakin ramai siap siaga menunggu siapapun yang dapat mereka tanya, menghela napas kasar akhirnya Keona memutuskan untuk keluar. Ternyata para pria berbadan besar itu menyadari kedatangannya dan mereka segera mengepung Keona memberikan jalan yang aman.Syukurlah, mereka masih sedikit berguna.Keona berjalan menuju lift, wajah angkuh yang selalu terlihat sangat jelas, seakan hanya dirinya pemilik alam semesta. Ia berdiri di belakang seorang pria tinggi dengan jas hitam. Ini adalah lift tercepat yang dapat di jangkau, angka semakin menurun dan pintu terbuka, ia segera masuk. Keona menimang ponsel digenggaman untuk membunuh waktu beberapa detik hingga mencapai lantai lima. Perasaan penasarannya kian menjadi bersamaan dengan lift yang semakin meninggi. Keona penasaran dan sedikit takut dengan pria yang melihatnya sedari tadi."Maaf karena semalam menabrak mu."Keona mengerutkan kedua alis tidak mengerti, namun tetap diam. Ia pikir pria itu sedang melakukan panggilan suara, atau mengetikkan pesan untuk seseorang."Hey Nona, kau yang berbaju biru."Mata hijau Keona menelusuri pakaian yang sedang dikenakan, biru. Keona menghadap pria di sampingnya meneliti, tidak termasuk kategori kriminal."Kau berbicara pada padaku?"Pria itu terdiam sejenak mendengar suara yang menguar dari bibir tipis Keona. Mata hijau dihadapannya seakan mampu menenggelamkan siapapun yang sedang menatap manik tersebut.Sangat indah."Ya, padamu." Alvin berusaha melemparkan senyuman namun lawan bicaranya terlihat acuh dan segera membalikkan tubuh. "Maaf karena semalam telah menabrak mu." Ulangnya.Keona terdiam mencoba mengingat sesuatu, beberapa detik kemudian ingatannya kembali berputar saat ponsel dalam genggamannya terpelanting jauh. "Tidak masalah, aku tidak menanggung kerugian apapun.""Siapa namamu? Namaku Alvin Maldiery." Alvin berusaha berbicara agar gadis ini kembali menatapnya.Keona mengerutkan dahi hingga alisnya hampir menyatu. Sedari tadi cukup jengah mendengar berbagai pertanyaan yang keluar dari bibir pria yang mengaku bernama Alvin."Sungguh banyak bicara!" Desis Keona, namun masih terdengar di telinga Alvin. "Kau tidak bisa mengajukan banyak pertanyaan pada orang asing." Pintu lift terbuka, seakan mendukung kesombongan Keona."Hey Nona, maka harus berkenalan agar tidak asing." Teriak Alvin dengan senyum mengembang di wajahnya.Ini gila, dirinya baru saja dicecar oleh seorang wanita sombong tapi Alvin tidak merasakan kesal sedikitpun.Keona hanya diam, suasana kembali sepi hanya ketukan stiletto yang terdengar. Tipe pria yang sangat banyak ditemuinya. Keona tidak ingin menerima sentuhan lagi cukup satu nama pria yang menjadi pengisi hatinya dulu hingga nanti. Tidak untuk oranglain, ia sungguh jengah untuk berhadapan dengan seorang pria.Cukup berdiri di dekatku, maka aku tidak membutuhkan apapun di dunia ini selain dirimu-Keona Dee----"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Keona sesaat setelah berhasil masuk dan memastikan Bready terjaga. Mata tajam Keona menatap Bready bagai mangsa lemah, namun bagi pria pesakitan ini Keona terlihat lucu dan menggemaskan dengan mata bulat besar. Pipi Bready tertarik tanpa sadar. "Aku tidak meminta senyummu, aku ingin penjelasan mu!""Hey, jangan terlalu pemarah. Lihat, aku baik saja." Bready mencoba duduk dan mencari pegangan. "Oh sial, Yona! Kau memukul tepat di luka ku!"Senyum sinis terbit bersamaan dengan lengan terlipat bersedekap dada. "Umpatanmu membuktikan kondisimu!" Keona berjalan angkuh menuju sofa, membiarkan Bready dengan segala kesulitannya."Yona, kemari!" Perintah Bready. Ia tidak berhasil duduk, hanya bagian kepalanya yang sedikit berpindah.Dengan pasti Keona menggeleng kuat, "katakan padaku!""M
Keona beberapa kali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Bready mengatakan akan datang menjemput, namun tiga puluh menit berlalu dari waktu yang dijanjikan. Sedikit khawatir karena Bready baru saja akan menjalani harinya setelah satu minggu berada di rumah sakit. Keona coba menghubungi beberapa kali, namun tetap berakhir dengan suara operator memenuhi indera pendengarannya.Akhirnya Keona menyambar kunci audi, ia akan pergi sendiri saja. Jika terlambat, mungkin saja ia tidak dapat mengikuti mata kuliah pertama. Keona sungguh tidak menyukai seseorang yang mengingkari janji, dan seseorang yang tidak tepat waktu. Sekalipun Bready, ia tetap tak akan suka. Saat memasuki lift beberapa orang memperhatikannya, namun Keona tidak terlalu peduli untuk membalas tatapan mereka.Keona menghembuskan napas kasar bersamaan dengan pintu lift terbuka. Terlihat wajah Bready Alan Daguen dan beberapa orang yang sedang menunggu lift terbuka. Tanpa perduli Keona
"Ya Tuhan, Yona. Kau sangat cantik!" Teriak Michae antusias.Keona terlonjak, sedangkan Erick ingin mengumpat karena terjatuh dari sofa mendengar suara nyaring wanita yang baru saja teriak. Suara Michae tiada tanding, ia terkikik setelah melihat Erick berada di lantai. "Kau yang selalu membuatku terlihat cantik." Keona tersenyum melalui cermin, saat mendekat ada sedikit hal yang membuatnya merasa asing dengan wajahnya. Michae hanya tersipu. "Apa kau sengaja menciptakan ini?" Michae mengangguk."Ku pikir cukup cantik untukmu." Michae memperhatikan bintik yang menghiasi wajah Keona.Keona setuju. "Terimakasih Michae."Michae mengangguk girang menatap Keona menjauh membawa sebuah dress pantai berwarna biru dengan bercak putih, pink, dan hijau yang cukup banyak."Erick, apa kau bisa membantuku?"Erick segera meletakkan ponselnya dan memburu menuju ruang ganti. "Apa aku perlu masuk?""Ya.""KEONA!" Teriak E
Happy reading 😘Saat ini cukup dengan hanya menatap dan mengetahuimenunggu takdir yang akan bekerja hinggasampai pada waktunya kau dan aku akan menjadi satu garis takdir untuk hidup bersama-Alvin Maldiery ----"Kau tahu orang yang akan kita temui setengah iblis," ujar Jhony bergidik ngeri.Alvin mendengus, "kita hanya akan membicarakan beasiswa yang akan Daguen Group sumbangkan untuk Victorius hilangkan wajah bodohmu.""Lalu apa hubungannya denganku, Dude? kau menyeretku kemari, jika pasienku meregang nyawa saat aku menemanimu maka kau manusia yang paling bertanggung jawab atas segalanya." Alvin mengangkat bahunya acuh saat Jake berucap."Apa kau takut untuk bertemu Bready sendirian?" Ledek Jhony tertawa dengan alis yang di naik turunkan.Alvin menatap Jhony dengan pandangan tidak percaya, "yang benar saja.""Kau tidak mengajak Justine, Vin? Apa kau masih dendam dengannya?" Canda Jake.
Happy reading 😘Hanya menunggu takdir menyatukan Kita entah berapa lama, denganharapan dapat mencinta lebih lama dari pada saat menunggu takdir menyatukan kita---"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Daguen. Senang dapat bekerja sama." Alvin mengulurkan tangan ke arah Bready dan tersenyum, diikuti oleh Jake dan Jhony."Me too, kuharap kerjasama yang terjalin tidak cepat berakhir," ujar Bready tersenyum sangat tipis pada Alvin, hingga tidak ada satupun dari tiga pria di dalam ruangan yang dapat menangkap senyuman Bready."Saya harap anda dapat menyempatkan diri untuk datang melihat langsung Risen Victorius University.""Sekretarisku akan segera mengatur jadwalnya, dia akan segera menghubungimu." "Baiklah, kami harus segera berpamitan." Jake menyahut, seraya beranjak dari duduknya dan diikuti oleh Jhony setelah mendapatkan anggukan dari pemilik ruangan.Suasana terasa tidak menyenangkan, aur
Happy reading 😘Jika bersabar adalah cara untuk mendapatkan hati dan ragamu. Maka aku akan melakukannya tanpa lelah. -Alvin Maldiery ----Matahari mulai meninggi, sinar hangat kini mulai terasa meningkat menjadi panas. Hembusan napas berat beberapa kali menyusup ke telinga Bready. Seakan memberitahu jika si pemilik napas memiliki sesuatu yang sangat berat yang tidak dapat diungkapkan. Mata Bready mengamati Keona yang selalu menatap ke arah luar jendela."Apa yang sedang terjadi, Yona?" Tanya Bready, sungguh ia tidak tahan lagi. "Tidak ada," jawab Keona singkat. Matanya kembali mengarah keluar jendela. Ia tidak ingin Bready mendapatkan sesuatu dari matanya. "Jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku, kau akan tahu apa akibatnya!" Tukas Bready, matanya hanya dapat menangkap kilauan rambut cokelat yang diterpa sinar matahari. "Kau dapat mengintimidasi siapapun, tapi tidak denganku!" Balas Keona jengah seraya memutar bola mata. Dirinya benci dengan sikap diktator Bready. Suasana
Gaun ungu terlihat menempel pas di tubuh Keona. Gaun dengan bahan dasar tile ungu muda dipenuhi dengan ribuan rhinestones berwarna senada. Ester mendesain gaun seksi dengan jenis halter, menutupi dua bukit indah Keona dan memiliki tali tipis melingkari perut hingga ke pinggul. Belahan tinggi di bagian tengah seakan ingin memperlihatkan sesuatu yang intim di sela paha si pengguna. Ester terpesona melihat hasil karyanya melekat dengan sangat indah di tubuh Keona. Gaun ini terlihat seakan menemukan pemiliknya. Keona berputar beberapa kali, terlihat pantulan sinar dari rhinestones yang menambah kemewahan gaun seksi ini. "Yona, aku bahkan rela memberikannya untukmu." Si desainer sangat terkagum, para staf yang melihatnya tidak mampu mengalihkan pandangan. Keona kembali berputar, ekor gaun mengikuti langkahnya. Terlihat dari cermin punggung Keona terekspos dengan sempurna hingga ke bagian pinggul. Bukan hanya punggung, belahan dada, perut bagian kanan dan kir
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa