"Xia Tian! Kau kah itu?" Ran Xieya tiba-tiba saja muncul. Wanita Muda itu berlari-lari kecil, gaun biru tua dengan jubah senadanya menyapu permukaan lantai kayu yang basah sehabis hujan. Ia tak perduli namun terus berlari mendekati Pria itu."Xieya, oh astaga, cantikku!" Lian Xia Tian dengan konyolnya hendak memeluk Ran Xieya. Tentu saja tidak bisa karena kini ia hanyalah hantu."Kau benar-benar bodoh!" bentak Ran Xieya dengan kedua mata yang berkaca-kaca. "Kau mengorbankan dirimu lagi, untuk kami!" isak Ran Xieya."Xieya ... bukankah sejak dulu aku sudah katakan, meski pemenangnya adikku tapi aku tetap mencintaimu." Perkataan dari Lian Xia Tian menyadarkan Ran Hua Zhen, ia melihat gelagat dari Penguasa Iblis itu seolah menaruh hati pada kakaknya. "Kini kau bertemu dengan kakakku jadi apa yang mau kau katakan?" celetuknya menginterupsi keduanya. Ran Xieya mengangguk. "Xia Tian, apa yang sedang kau coba katakan?" tanyanya.Lian Xia Tian menyadari sikap ketus dari Ran Hua Zhen, ia jad
Ran Xieya berlari terhuyung-huyung dengan isak tangis yang semakin menggelegar. Ia sempat tak sengaja bertabrakan dengan para murid klan Han yang mulai berlarian ke aula utama. Ran Xieya mematung kala menyadari ucapan dari Lian Xia Tian memang benar. "Tidak, tidak, apa yang kalian lakukan?" Kedua mata magenta Ran Xieya membelalak. Para murid terdiri atas para pemuda yang mengemban ilmu bela diri, kultivator dan dididik jadi calon ksatria. Ran Xieya menatap anak-anak muda yang berlarian membara menuju aula karena lonceng utama sudah berbunyi, menandakan bahaya mengancam dan sebuah perang akan terjadi.Kini Ran Xieya menggeleng, ingatan masa lalunya muncul saat peperangan diperbatasan wilayah dunia bawah terjadi. Ran Xieya merasakan deru napasnya cepat, debaran dan sesak. Ran Xieya menepi ke salah satu dinding untuk berpengangan di sana sementara itu air matanya masih keluar dengan perlahan. "Mama, Mama!" teriak Tian-Tian yang berlari ke arah ibunya kemudian menggengam tangannya. Tia
"Kau sudah jauh lebih baik," sahutnya mengomentari kondisi mental Sang Istri yang lebih menerima keadaan dan tak lagi bergerak mengorbankan diri. "Jika hanya kau mengatasi para pemberontak, aku tak akan khawatir." Han Xue Tian mengarahkan tangan kanannya untuk membelai kepala Ran Xieya. Ini Istrinya, Dewi dan wadah penahan sosok iblis paling legendaris. Ran Xieya sebenarnya kuat hanya kalah oleh rasa ibanya yang membuatnya mengalah tapi kali ini berbeda karena kedua mata magenta Ran Xieya tak lagi pasrah. "Percayakan padaku garis depan, dan aku percayakan punggungku padamu," ucap Ran Xieya sembari meninggalkan He Hua.Ketika Ran Xieya baru keluar dari gerbang He Hua. Ia mendapati Ra Byusha berdiri di depan gerbang, Gurunya itu mendekati Ran Xieya kemudian memeluknya. Gurunya itu tersenyum haru sembari membelai wajah dari Ran Xieya. Ini pertama kalinya mereka bertemu setelah sekian lama. "Xieya, Murid Bodoh, kali ini yang kau hadapi bukan lagi seperti masa lalumu melainkan Guan Yuu y
"Tidak, An Tian, jawab aku? kau pasti di sana bukan?" teriak Ran Xieya enggan memercayai semua ini."Oh, Sayang ... ia sudah mati dan kekuatan ini jadi milikku!" Ran Xieya menatap ibu kandungnya yang berambisi menguasai dunia. Ran Xieya tahu, sejak awal dia tak pernah merasakan keperdulian dan kasih sayang dari ibunya melainkan kepentingan dirinya. Ran Xieya menatap kecewa namun memilih diam."Meskipun mengorbankan segalanya, sebenarnya apa yang kau incar, Ibu?" tanya Ran Xieya sembari mengeluarkan pedangnya. Kini ia masih jadi sosok Yue dengan ingatan sempurna seorang Ran Xieya, ialah Pedang Sen Ya saat ini karena itu Ran Xieya bisa menciptakan pedang sesuai keinginannya. Bao Sheng tertawa puas melihat reaksi Ran Xieya yang hendak melawannya. "Kemari! berikan padaku kemampuan terbaikmu, Kelinci Kecil." Bao Sheng meladeni Ran Xieya dengan serangannya namun Ran Xieya berhasil menangkisnya dengan mudah. Ran Xieya hanya memasang raut wajah datar, ia menjulurkan pedangnya sembari menye
"Lakukan! Hahaha ...," tawa Baosheng tak lama terhenti. Ia mematung dengan bayangan hitam yang pedar keluar darinya. "Xieya, tusuk jantungnya ... satu-satunya cara membuatku bebas dengan membunuh wadah ini sama sepertimu dulu," ucap Baosheng dengan nada suara An Tian."Aku ... tidak yakin," ucap Ran Xieya mendadak gemetar karena jika itu ia lakukan maka Baosheng akan tewas."Guan Yuu akan melemah karena ia menggunakan sebagian kekuatanku," ucap An Tian.Brukkkk ... Ran Xieya menoleh kala menatap nanar sosok An Tian yang mengulurkan tangannya itu. Ran Xieya mencoba meraihnya namun dirasanya percuma karena sosok Baosheng sudah kembali sembari menyerang Ran Xieya dengan membabi buta. Ran Xieya akhirnya bisa menahan serangannya dengan membuat pedang dari Baosheng terlempar kemudian memengang kedua tangan Baosheng. "Aku tak mau semuanya berakhir sia-sia," ucap Ran Xieya berusaha membujuk Baosheng."Hentikan omong kosongmu Anak Kecil," sergah Baosheng.Brukkkk ...Ran Xieya menoleh saat t
"An Tian, tunggu, perlahan langkahmu," ucap Han Suiren Hua."Apa? kau mau aku menuruti kemauanmu dengan menipu Xieya? kau ... Kakak yang keji dengan membiarkan Lian Xia Tian menipunya jadi Han Xue Tian hanya untuk menenangkan Xieya," sahut An Tian. "Aku tidak sanggup melihatnya tidak tahu menahu jika Han Xue Tian juga dalam keadaan sekarat!" bentak An Tian."Ini bukan salahmu, An Tian." Han Suiren Hua menarik pergelangan tangan An Tian. An Tian menatap Kepala Klan Muda itu. An Tian menepis tangannya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Aku harus melenyapkan wadah ini, karena apa jadinya jika Xieya menatapku dengan wujud yang membuatnya menderita," ucap An Tian sembari beranjak pergi. An Tian berlari keluar dari kediaman Han. Ia sempat berpapasan dengan Ra Byusha yang langsung mengenalinya. "Carikan aku wadah, aku ... aku tak mau Xieya menatapku menderita," ucap An Tian setengah memelas."Murid bodoh itu pemaaf," sahut Ra Byusha."Bahkan jika tahu suaminya kritis dan saat ini orang
"Nak, keinginanmu kuat ... terimalah ...,""Tidak! tidak, jangan lagi lakukan hal seperti itu!" Lian Xia Tian langsung mendekap An Tian yang sudah perlahan-lahan berubah jadi abu. Ia tahu jika An Tian hendak memindahkan inti jiwanya pada Ran Hua Zhen meski tidak pasti keberhasialnnya."Percayalah Xia Tian, dia tetap hidup jadi dirinya bersama kekuatanku," sahut An Tian tak mengubris Lian Xia Tian. Melainkan membuat cahaya dari tangannya dan memberikannya pada Ran Hua Zhen. Ia tersenyum saat menatap Ran Hua Zhen yang mirip seperti Ran Xieya. "Hiduplah ... lindungi semuanya," ucap An Tian kemudian berubah jadi abu dan sirna.Ran Hua Zhen membeku kala cahaya itu memasuki tubuhnya sendiri kemudian kekuatan tinggi merasuki dirinya. "Ahhhh!" Ran Hua Zhen menjerit kemudian tak lama ia pun pingsan tak sadarkan diri. Lian Xia Tian mematung menatap abu dari An Tian dan Ran Hua Zhen yang sudah mengambil alih seluruh kemampuan An Tian. Jalan ini berbeda dari sebelumnya, Ran Hua Zhen tak perlu ke
Ran Xieya berjalan dengan tenang, kala itu hari hendak menampaki fajar. Kedua mata magenta Ran Xieya bersinar terang. Wajahnya memasang raut serius. Ia berjalan belok memasuki sebuah ruangan usai menggeser pintu yang terbuat dari bambu itu. Ran Xieya menatap adiknya, Ran Hua Zhen yang tidak sadarkan diri. "Kau memutuskan jaringan kehidupanmu dari dunia fana, An Tian, tapi anak seperti ini yang kau pilih untuk melanjutkan harapanmu ... sebegitunya kau mau aku hidup bebas tanpa belenggumu lagi, ya?" Ran Xieya duduk dipinggiran ranjang kasurnya. Ia bisa merasakan energi gelap dan hitam pada Ran Hua Zhen namun energi itu tidak waspada padanya. Ran Xieya menatap kehampaan saat ini. Ia teringat saat-saat dirinya 'menyandera' jiwa An Tian pada tubuhnya. Kehancuran dan kehidupan bercampur aduk, Ran Xieya pernah menghancurkan perbatasan wilayah Iblis dan manusia bahkan pernah menyatukan kedamaian Iblis dan Manusia berkat An Tian yang ada pada dirinya. Kini semuanya sudah usai, Ran Xieya hidu