Teman kerjanya itu terdiam sejenak lalu menganggukkan. Ia berpikir sebentar, memang sepertinya Devano sudah tidak memperdulikan Kania. Kini malah wanita tersebut terus menanyai majikan mereka, membuat dia sangat kesal mengingat kejadian pas Kania kabur dan hampir mencelakai semua. "Ini, aku punya senjata. Ayo masukin ini ke makanannya, kalau gak dimakan kita paksa aja. Lagian Tuan Devano udah gak peduli sama dia, mungkin nunggu waktu pas buat buang dia aja," lontar Siska. Siska memperlihatkan sesuatu yang ia keluarkan dari saku, sebuah bungkusan berisi obat. Melihat hal itu, perempuan di sampingnya mengernyitkan kening lalu mengambil benda tersebut."Ini apa, Sis. Kalau yang aneh-aneh gak mau ahh ...."Wanita itu menolak, membuat Siska mendengus. Dia mengambil kembali bungkusan tersebut lalu memperlihatkan isinya dengan tegas."Ini cuma obat pencuci perut doang, biar dia bolak-balik kamar mandi. Gak aneh-aneh ini, cuma lampiasin kekesal kita karena dulu dia sok jual mahal. Segala
"Sial! Kenapa segala macet," maki Devano. Lelaki itu memukul tempat duduk, dia memandang ke jendela yang sangat lalu lintas sangat padat. Mendengar sang majukan terus mengomel, keringatan Alex bercucuran. Dia segera membuka jendela dan melihat ke luar, seseorang yang memakai motor ada di dekatnya. "Di depan ada kecelakaan, kayanya bakal lama macetnya," ucap pengendara. Mendapatkan informasi itu Alex segera mengucapkan terimakasih lalu ia menoleh menatap majikannya. Terlihat Devano sudah berwajah sangat dingin, lalu hawa di dalam kendaraan terasa panas. Membuat pria yang duduk di kursi kemudi itu mengibaskan tangan ke wajahnya. "Cari cara biar gak macet, pokoknya!" seru Devano. Setelah berkata demikian, lelaki itu fokus memandangi layar kembali. Melihat keadaan di dalam kamarnya, waktu terus berlalu. Keadaan di sana semakin terasa panas, padahal ada air conditioner."Apa ACnya mati, kenapa masih sangat panas," gerutu Alex. Lelaki itu menarik kerah karena kegerahan, mata Devano me
Setelah berkata demikian lelaki itu langsung mematikan sambungan telepon. Dia melihat keluar jendela, ternyata Alex sudah melajukan kendaraan dan beberapa kilo meter lagi sampai ke kediaman. "Cepatlah! Sudah gak macet bukan," kata Devano. Alex mengangguk lalu ia mulai mengencangkan laju kendaraan lagi. Tetapi hanya beberapa saja, membuat Devano kesal. "Berhenti!" perintah lelaki itu. Mendengar ucapan Devano yang lumayan kencang, Alex langsung mengerem mendadak. Membuat pria di belakang itu terantuk belakang tempat duduk. "Apa kamu gak bisa bawa mobil!" bentak Devano. Pria yang menjadi bawahannya itu hanya meminta maaf, sedangkan Devano menanggapi dengan dengkusan. Lelaki tersebut lekas keluar dari kendaraan lalu membuka pintu dan memandang datar Alex. "Cepat keluar! Pindah posisi," ucap Devano dingin. Mendengar perkataan Devano, Alex segera menurut. Lelaki itu lekas keluar sampai kepalanya menyundul perut sang majikan. Mendapati hal ini, pria yang menjadi atasan melotot kesal.
Setelah berkata demikian, lelaki itu melangkah dengan mantap menuju ruang bawah tanah. Alex mengikuti dari belakang, dan begitu mereka sampai di sana, para penjaga dengan hormat menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan. Siska, yang menyadari pria idamannya telah datang, ia yang di balik jeruji, segera mengeluarkan tangannya dan memanggil Devano."Tuan ... tolong saya, saya dituduh sama Kania. Pasti dia ada dendam dan mencoba menyalahkan kami. Mungkin kesal karena dulu gak bantu dia kamu dari Tuan," oceh Siska. Suaranya penuh dengan keputusasaan, ia berusaha menjelasoan situasi yang ia karang kepada Devano. "Pasti dia yang minum obat pencuci perut sendiri," lanjutnya. Kini suara berubah menjadi nada sinis, mencoba memberikan penjelasan lebih lanjut kepada Devano. Dan menyalahkan Kania, mendengar perkataan Siska, lelaki itu tersenyum sinis. Memandang dengan malas pada perempuan yang masih terus mengoceh, membuat beberapa penjaga yang melihat kejadian ini menahan rasa amarah mere
Seringai jahat muncul dari bibir Devano, membuat Siska yang melihat merasakan hawa dingin yang menusuk kulit."Cicipi dia dan siksa! Buat hidupnya hancur, membuat ia merasa mati lebih baik. Tapi jangan biarkan dia mati, buat dia tidak bisa bicara," seru Devano dengan penuh nafsu kejam.Setelah berkata demikian, Devano melangkah pergi dengan langkah mantap, sedangkan Siska yang berusaha mengejar, tetapi dihentikan oleh para penjaga di ruangan tersebut yang segera menangkapnya."Mau kemana, cantik? Ayo kita bersenang-senang," ujar salah satu dari mereka dengan senyum penuh kejahatan."Ayo kita bersenang-senang dulu, baru setelah itu pergi ke dokter untuk ...."Perkataan lelaki itu terhenti karena Siska meronta dan menendang alat vitalnya, membuat ia memekik kesakitan. Ia segera melepaskan cengkraman di lengan perempuan tersebut. "Sialan! Dasar jalang!" hardik pria tersebut.Dengan gerakan penuh amarah, tangannya langsung melayang menampar pipi Siska. Membuat wanita itu memekik dan samp
Gadis muda yang wajahnya masih lumayan pucat itu sangat terkejut dengan ucapan yang keluar dari bibir Devano. Dengan spontan ia segera menggerakan tangan untuk meraih pecahan gelas yang berserakan. Tetapi, karena ia dalam keadaan tubuh tengah berbaring dan masih lemas, lengannya masih gemetar akibat terlalu memaksakan diri. "Dasar bodoh! Apa yang kamu lakuin," sentak Devano. Dengan gerakan kesal lelaki itu menggebrak meja, dia melampiaskan amarahnya. Suara Devano sangat mengejutkan wanita yang berada di ranjang, membuat perempuan ini tersentak dan tangannya mengenai pecahan gelas yang kecil akibat terjatuh. Beruntung dia masih bisa menahan bobot tubuh, Devano spontan berlari, segera membantu sang gadis tawanan untuk kembali ke ranjang. "Baru saja kukatai bodoh, kamu malah langsung bertindak bodoh. Dasar," omel Devano. Mendengar omelan Devano, wanita itu hanya terdiam. Ia merasakan sakit dan perih di telapak tangan, karena berusaha menahan bobot tubuh, lumayan banyak luka yang men
"Begini dong, sejak dulu seharusnya kamu seperti ini, menjadi penurut." Devano berkata dengan nada tegas.Tatapan lelaki itu terus tertuju pada Kania saat berkata demikian. Lalu bergegas meraih berkas yang baru saja selesai di tanda tangani sang gadis. "Lihat! Semuanya sekarang dalam genggamanku. Sudahlah, kamu sekarang istirahat. Aku gak akan mengganggumu sampai kamu pulih sepenuhnya," seru Devano.Walau nadanya sama seperti biasa, tetapi ada sedikit suara bersemangat. "Oh, ya! Terus lakukan hal seperti tadi pagi setiap hari, aku menyukainya," goda lelaki itu.Seringai muncul di bibir Devano, sedangkan mata Kania membulat sempurna mendengar ucapan yang terlontar dari mulut sang majikan. Ia segera memalingkan wajah membikin lawan bicaranya ini terkekeh. Dia sangat puas melihat berbagai reaksi yang ditampilkan muka tawanannya. "Beradaptasilah, aku ingin melihat ekpresi wajahmu yang lain," kata pria tersebut. Ia berkata sambil memegang dagu Kania, lalu dia bangkit dan melangkah kelu
"𝑻𝒆𝒓𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒊𝒏𝒕𝒆𝒓𝒂𝒌𝒔𝒊𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒄𝒆𝒘𝒆𝒌 𝒊𝒕𝒖," 𝒔𝒆𝒓𝒖 𝑹𝒂𝒚𝒚𝒂𝒏.Mata Devano memutar dan ia langsung mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Lalu melangkah pergi tanpa berpamitan pada sang dokter, mereka memang sangat akrab. Karena sering bertemu, dulu Ayah lelaki itu yang mengobati Devano. Kini beralih ke Rayyan, pria yanh dulu berusaha mendekati dan kini menjadi teman sampai 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈.𝑫𝒆𝒗𝒂𝒏𝒐 𝒍𝒂𝒏𝒈𝒔𝒖𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒆𝒍𝒊𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒓 𝒈𝒐𝒅𝒂𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒐𝒌𝒕𝒆𝒓, 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝑨𝒍𝒆𝒙 𝒑𝒓𝒊𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒂𝒈𝒂 𝒅𝒊𝒍𝒖𝒂𝒓. "𝑨𝒑𝒂𝒂𝒏 𝒔𝒊𝒉! 𝑨𝒌𝒖 𝒄𝒖𝒎𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒊𝒔𝒕𝒊𝒓𝒂𝒉𝒂𝒕 𝒂𝒋𝒂. 𝑲𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒖𝒌𝒆𝒓𝒋𝒂𝒌𝒂𝒏," 𝒆𝒍𝒂𝒌 𝑫𝒆𝒗𝒂𝒏𝒐.𝑹𝒂𝒚𝒚𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒈𝒈𝒖𝒌 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒍𝒂 𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒚𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒌𝒂𝒕𝒂𝒂𝒏 𝑫𝒆𝒗𝒂𝒏𝒐. "𝑱𝒂𝒅𝒊 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒎𝒖 𝒄𝒆𝒘𝒆𝒌 𝒊𝒕𝒖, 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒑?