“Mereka berhasil dilumpuhkan. Tapi Sherena berhasil kabur. Sepertinya kita akan menghadapi masalah yang lebih besar lagi setelah ini,” ucap Mahanta sambil melirik Ananda.“Apa maksudmu, mas?”“Aku hanya menebaknya saja. Terlebih nenek Darisa masih sangat menginginkan aku menikah dengan Sherena. Entah apalagi yang akan Sherena rencanakan sekarang.”“Aku rasa dia tidak akan bertindak ceroboh. Senjatanya saja ditinggal disini. Bisa-bisanya dia menukar bayi kalian dengan bayinya sendiri. Sekarang apa yang akan kita lakukan pada Ananda?” tanya Tomo.“Apa maksud, ayah? Ananda akan tetap bersama kita. Dia masih bayi, ayah. Aku akan merawatnya.”Mahanta, Tomo, Juwita, dan Lintang saling pandang, sebelum Tomo bicara lagi. “Kamu yakin, Ziana? Ananda itu bayinya Sherena ‘loh.”“Aku tahu, ayah. Tapi dia tidak bertanggung jawab terhadap perilaku orang tuanya. Kalau memang Sherena ingin mengambil Ananda, aku tidak keberatan sama sekali.”“Ya sudah. Yang dikatakan Ziana ada benarnya. Apa hasil test
“Bunda paham kecemasanmu. Tapi mereka melakukannya untuk menghentikan Sherena. Wanita itu sudah banyak sekali menyakiti orang lain, termasuk keluargamu, Ziana. Seseorang harus menghentikannya dan menjebloskan dia ke penjara.”“Bunda tahu ceritanya?”“Maha sudah menceritakan semuanya. Bunda pikir, kelakuan Sherena hanya sebatas sikapnya yang sombong dan arogan. Tapi ternyata lebih parah dari itu. Pertama toko kuenya Hannah, lalu kakak iparmu difitnah ‘kan? Belum lagi kematian kedua orang tuamu dan kakak iparmu itu juga.”“Apa, bunda?”Juwita langsung gelagapan menyadari dirinya sudah keceplosan. Mahanta memang menceritakan semuanya tentang perbuatan Sherena termasuk dugaan kematian orang tua Ziana, dan Renan yang berhubungan dengan Sherena. Tapi Mahanta meminta Juwita merahasiakan bagian kematian ketiga keluarga terdekat Ziana itu.“Bunda, apa maksud ucapan bunda tadi? Sherena ada hubungannya dengan kematian kedua orang tuaku dan kak Renan? Darimana bunda tahu itu? Katakan, bunda,” des
“Simpan saja wajah memelasmu itu. Siapa suruh menyakiti istrimu disaat dia paling membutuhkanmu. Melahirkan sendirian itu tidak enak, Maha. Ziana pasti merasa tidak punya suami, padahal masih ada.”“Aku tahu, om. Dan aku sangat menyesal. Tapi aku tidak mau berpisah dengan Ziana. Aku tidak bisa hidup tanpa dia, om.”“Bulol memang terdepan, om. Percuma saja menasehatinya sekarang. Satu-satunya yang ia inginkan hanya Ziana,” sambar Lintang.“Kita bahas nanti saja. Lihat kesana.”Mereka bertiga menoleh ke arah yang ditunjuk Tomo. Tampak sebuah mobil yang mereka tunggu sejak tadi, akhirnya lewat di hadapan mereka. Lintang segera menyalakan mesin mobil dan menjalankannya keluar dari tempat persembunyikan mereka. Bukan hanya mobil Mahanta, tapi juga beberapa mobil lain bermunculan mengepung mobil itu.Pengiriman uang memang sengaja dilakukan di pagi hari saat jalanan dipenuhi kendaraan yang berlalu-lalang. Dan kali ini perjalanan mereka sedikit terganggu karena penutupan jalan yang dilakukan
“Maid, cepat kesini. Kenapa meja makan masih berantakan? Cepat bereskan,” omel Juwita.Ziana yang mendengarnya, menghela nafas lega lalu mendorong Arjuna agar berjalan keluar mansion lebih cepat. Mereka segera masuk ke dalam mobil dan pergi dari mansion itu. Masih belum tenang, Ziana terus menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengejarnya.“Jangan menoleh lagi. Kita keluar seperti biasa. Bukan maling. Apa yang membuatmu khawatir?”“Aku tidak bilang mau pergi pada bunda. Bagaimana kalau bunda tahu aku keluar bersamamu?”“Sebaiknya kau tidak membawa-bawa namaku atau aku tidak mau menolongmu lagi.”“Apa-apaan itu? Kau tidak mau bertanggung jawab?”Arjuna mendengus kesal, “Justru aku sedang melakukan tanggung jawabku sekarang. Sekarang kita mau kemana?”“Apa kau lupa untuk menduplikat handphone ini?” Ziana menggoyangkan ponsel yang masih dipegangnya.“Ya, aku tahu.”Mobil terus bergerak cepat menuju sebuah tempat yang tidak bisa Ziana bayangkan sebelumnya. Saat Arjuna memark
“Bukan. Jay itu anak tante Emma dengan suami pertamanya. Setelah bercerai, tante Emma hidup bersama Jay. Saat itu om Hasan mulai mendekatinya sampai mereka menikah. Tante Intan setuju kok. Bahkan hadir di acara pernikahan mereka. Soalnya sejak awal pernikahan om Hasan dan tante Intan hanya sebatas bisnis keluarga saja. Maha saja dibuat waktu mereka sama-sama mabuk.”“Memangnya adonan,” sambar Ziana sedikit kesal. Sedang serius pembicaraan mereka, Arjuna justru menambahkan hal lucu di dalamnya.“Maha yang bilang gitu. Aku nggak salah dong,” protes Arjuna tidak mau disalahkan.“Lalu bagaimana kelanjutannya?” Pertanyaan dari hacker yang sejak tadi menguping pembicaraan mereka membuat keduanya menoleh. “Lanjutkan ceritanya, sambil aku cari semua bukti kejahatan di handphone ini.”“Aku belum tahu bagaimana rupa Jay dan tante Emma. Apa kau punya fotonya, Arjuna?”“Foto Jay ya...” monolog Arjuna lalu mencari sesuatu di ponselnya. “Sepertinya aku tidak punya yang terbaru. Kami jarang berkumpu
Perhatian Ziana teralihkan saat ponselnya berdering nyaring. Keningnya mengerut melihat nomor tidak dikenal di layar ponselnya. Sedikit ragu Ziana menerima telepon itu dan menyapa lawan bicaranya.“Halo? Siapa ini?”[“Halo, Ziana. Lama tidak bertemu. Apa kau masih bisa tidur nyenyak setelah merebut Maha-ku?”]Ekspresi Ziana berubah dingin saat mendengar suara seseorang yang tidak akan pernah ia lupakan selamanya. “Sherena. Kamu masih berani menelponku setelah semua yang kau lakukan.”Terdengar suara tawa mengejek dari seberang sana. [“Kenapa harus takut? Kamu bukan siapa-siapa tanpa Maha-ku. Kamu itu cuma parasit tidak berguna. Wanita jalang!”]“Setidaknya aku berstatus sebagai istri Maha yang sah. Apa kau punya akta pernikahan dengan Maha? Ups! Sepertinya tidak dan tidak akan pernah.”Jantung Ziana berdetak kencang ketika membalas hinaan Sherena padanya. Bukan karena dia takut pada Sherena tapi menahan emosinya agar tetap bisa berpikir jernih. Sangat sulit bagi Ziana bicara pada Sher
“Makasih, pak,” ucap Ziana setelah turun dari boncengan ojek online.Ziana menarik penutup hoodienya hingga menutupi sebagian kepala dan wajahnya. Ia memastikan alamat tempat yang menjadi lokasi penculik Hannah, sebelum memutari sekitar tempat itu. Dilihatnya pagar yang cukup tinggi di bagian samping gudang yang terlihat cukup tua itu.Ketika melihat setumpuk kotak di samping pagar, Ziana mendapat ide untuk melompat masuk dengan berpijak pada kotak-kotak itu. Ziana perlahan menaiki kotak lalu mengintip ke balik pagar. Ia sedikit terkejut karena berhadapan langsung dengan jendela yang terdapat di samping gudang. Ziana bisa melihat ke dalam gudang yang cukup terang itu.“Kak Hannah,” bisik Ziana melihat kakaknya duduk terikat dengan mata dan mulut tertutup. Ziana sangat mengenal postur tubuh Hannah hingga langsung mengenalinya meskipun terhalang kaca dan kondisi Hannah.Tapi Hannah tidak sendirian di dalam gudang itu. Ada dua orang bersamanya. Mereka berdiri di dekat Hannah dan sepertin
“Tenang dulu, tante. Semuanya akan terbuka hari ini. Saat ini juga. Tapi sebelum itu...” Mahanta fokus menatap Rania yang sibuk memperlihatkan boneka beruangnya pada kedua bayi Zaidan dan Ananda. “Tante Juwita, tolong bawa Rania dan bayi kami ke kamar tamu ya. Disana,” tunjuk Mahanta.Juwita yang ingin tahu ceritanya, terpaksa mengangguk. Dia mendorong stroller kembar itu sambil menggandeng Rania menuju kamar tamu. Setelah pintu kamar tamu tertutup, Mahanta kembali menatap satu persatu orang yang ada di ruangan itu.“Aku mulai ya. Kalian pasti sudah tahu siapa Sherena. Tapi yang kalian belum tahu adalah perbuatan jahat yang Sherena lakukan selama ini.”Nenek Darisa yang ingin bicara, terdiam saat Mahanta mengangkat tangannya. “Ada waktunya nenek untuk bicara nanti. Tapi tidak sekarang. Aku akan mulai mengatakan apa saja yang sudah Sherena lakukan selama ini. Dan semua ini ada hubungannya dengan Ziana, istriku dan Zaidan, bayi kami.”“Bayi cacat dibelain terus,” dumel nenek Darisa memb