Share

Suami Nganggur Bikin Kesal

"Sa-saya tidak tinggal sendiri, pak. Kebetulan saya tinggal di rumah saudara saya."

"Masa sih? Minggu lalu saya lihat postingan kamu dan orang kantor makan di apartemen kamu kan?" tanya bos itu semakin mendekat.

"Beneran, pak" Neira mengelak.

   Selang setelah penolakan itu, ponsel milik sang bos berdering. Entah, ada panggilan dari siapa. Jelasnya, ia memperbolehkan Neira pergi dari ruangan itu.

  Tentu saja, Neira merasa lega dan langsung membalikkann badan. Ia bergegas pergi dari ruangan kedap suara dengan lampu remang-remangnya. Di luar, ternyata masih ada Ervin yang masih menunggu.

  Ketika Neira keluar, Ervin hanya sibuk memainkan ponsel. Lalu, disapa dengan tepukan pundak oleh Neira. Hampir saja ponselnya jatuh, beruntung bisa diambil kembali oleh Ervin sendiri.

"Aduh, bikin kaget aja! Lagi asyik main game juga" ujar Ervin sambil memeluk ponselnya.

"Iya, iya maaf. Lagian dipanggil gak nengok terus."

"Hmm.. ngapain lama baget di dalam?"

"Panjang ceritanya, Vin. Geli deh.." jawab Neira sambil berjalan menuju meja kerjanya.

    Kini, mereka kembali ke rutinitas seperti biasanya. Menatap layar komputer dengan tarian jari-jari yang lincah. Namun, dengan riuh memori yang berkecamuk. Termasuk, memori Neira yang tak kuat dengan kondisi kantor saat ini.

   Mulutnya tak kuat ingin julid bersama rekan kerja, termasuk Ervin dan geng. Naka yang dari tadi sesekali menoleh ke arah Neira pun keheranan. Ia melihat Neira dari tadi hanya ngetik tulisan tak jelas.

  Karena heran, Naka mendekat dan menepuk pundak Neira. Sontak ia juga kaget dan langsung mengucapkan maaf tanpa kejelasan. Selain itu, mukanya memerah dengan ikat rambut yang jatuh. Rambutnya kini kembali terurai.

"Ma-maaf bos!"

"Hei, ini gue Naka. Buka matanya, ra."

"Ngagetin aja, orang lagi sibuk juga!"

"Sibuk apaan? Dari tadi nulis gak jelas dan gak selesai terus. Hahaha"

"Apaan, sok tahu banget."

"Itu lagi bikin laporan apa? Laporan bahasa kalbu ya? Sini, cerita aja."

"Hmm.. gak dulu."

   Tadinya, Naka mendekat dan ingin memancing Neira bicara. Sayang, bos mereka datang dan meminta izin kepada yang lain untuk pulang lebih awal. Sebelum meninggalkan area ruangan, ia menaruh kartu nama di meja Neira.

  Ervin yang melihatnya hanya bisa menatap Neira dan kembali menoleh ke layar komputer. Ia kira tadinya bakalan menaruh kartu nama itu di mejanya. Ternyata, di meja Neira.

Neira yang tak sadar dengan kartu itu hanya bisa tertunduk mengiyakan izin bos. Lalu, percakapan pun dimulai. Tepat saat bos itu pergi meninggalkan mereka.

"Ervin.. vin.."

"Hmm.."

"Bisa noleh sebentar gak?"

"Gak ah, lagi sibuk. Mau kelarin dulu laporan."

"Kenapa? Sama gue aja kalau mau ngobrol.", saut Naka yang ada di sampingnya.

    Apa boleh buat, curahan hatinya itu ia lontarkan kepada sahabatnya itu. Segala ketakutan menghantui dirinya. Ingin rasanya pindah dari kantor ini.

   Neira tak ingin jadi korban selanjutnya, ditinggalkan oleh bos setelah merasakan segala surgawi dunia. Cinta itu tidak bisa dibeli katanya, kecuali dengan catatan setia pada satu wanita. Mungkin, seperti itulah ucapan Neira.

    Namun, ditengah perbincangan Neira dan Naka, Ervin mulai bergabung. Ia berusaha menjadi penengah diantara keduanya. Tapi, seperti apa ya?

"Ouh, itu. Tenang aja, ra. Gak usah diladenin. Kamu fokus sama kerjaan aja. Kalau sudah di luar batas, baru gue maju"

"Gak bisa kaya gitu, vin. Ini serius. Bukan dia doang yang pernah diginiin. Beberapa pegawai perempuan di sini resign karena apa? Emang gak cukup bukti?"

"Ekhem.. broh, boleh gabung?" datanglah Nugros sambil membawa segelas kopi hitam di tangan.

"Gue juga dong." begitupun dengan Tio.

"Mulai, dah mulaai.." Naka mengajak mereka berdua untuk berdiskusi tentang hal yang dialami Neira.

  Akhirnya, mereka duduk dan berkumpul membentuk lingkaran. Beruntung, tugas sudah mereka selesaikan. Meskipun dengan sisa sedikit laporan yang masih berputar di kepala mereka.

  Sementara itu juga, saat malam yang dingin dan gelap gulita, Aurora kembali membuka matanya. Ia tak bisa tidur bukan karena stress. Tapi, karena suasana bahagia berkat diajak main oleh suami bersama anak semata wayangnya.

    Ia menatap Antony yang terlelap tidur dengan ekspresi lucu karena mukanya ditindih oleh kaki Nakula. Aurora hanya membiarkan pemandangan itu. Lalu, mengecup kening dengan jutaan doa dihatinya.

"Terima kasih untuk segala kasih dan cintamu, mas. Caramu mencintaiku memang beda dan setianya tak bisa terukur. Semoga kita selamanya seperti ini sampai tua dan sesurga." gumam Aurora.

    Kemudian, ia matikan lampu tidur dan ikut terlelap bersama mereka. Kini, perlahan Aurora terlelap dengan hati yang lapang dan penuh kasih. Namun, manusia memang kerap berubah.

  Keesokan harinya, ada saja kejutan tak terduga. Rumah megah dengan segala hal yang ada di dalamnya, berbanding terbalik dengan hujatan caci yang diterima oleh Aurora. Siapa lagi kalau bukan dari sang ibu mertua, Bu Firah.

"Kemarin habis jalan-jalan kemana, ra?"

"Oh, biasa bu nonton sama makan ramen." jawab Aurora sambil menyapu lantai.

"Hmm.. padahal ibu lagi senggang, kenapa Tony gak ngajak ibu?"

"Gak tahu saya juga, bu. Mas Antony juga ngajaknya dadakan."

"Oalah.." Bu Firah langsung pergi ke luar dapur dan pergi entah kemana.

  Tak berhenti sampai di sana, percakapan itu terdengar oleh Antony. Ia baru saja masuk ke dapur dan mungkin bertemu dengan sang ibu terlebih dahulu.

    Tanpa basa-basi, ia langsung duduk dan mengambil beberapa camilan untuk sarapan. Tak sendiiri, ia ditemani Nakula dan menyuapinya dengan sangat lahap. Pada suapan pertamanya, Antony membalikkan badan dan bicara dengan Aurora sambil duduk.

"Kamu ngapain bilang kalau kemarin kita jalan-jalan?"

"Soalnya, ibu yang nanya. Masa aku diem aja mas?"

"Ya, harusnya diem aja gak usah dijawab. Aku jadi gak enak sama ibu."

"Hmm.. wajarlah mas, kalau ibu nanya kaya gitu ya jawab. Namanya juga manusia, obrolan biasa."

"Oborlan biasa gimana? Kamu pamer foto di sosmed tanpa ibu? Ibu pasti cemburulah.."

"Terus, aku harus gimana?"

"Ya, diem aja."

"Ah, ribet banget gitu doang dipermasalin.", ujar Aurora dengan kesal dan menggendong Nakula untuk pergi ke luar.

    Tinggal Antony seorang diri di dapur. Aurora dan anaknya pergi ke luar untuk mengajaknya main di taman komplek. Saat mereka berdua jalan ke sana, ternyata sudah ada Bu Firah yang duduk seorang diri di bangku taman.

  Tak enak dengan situasi itu, Aurora dan Nakula datang menghampiri. Niat besarnya, ingin mengajak sang ibu mertua ngobrol agar tak kesepian. Entah, ada apa dengan Bu Firah saat itu.

"Bu, ini Nakula dari tadi nyariin."

"Oh, iya." ia langsung merangkul Nakula untuk duduk di bahunya.

"Bu, sebelumnya aku minta maaf kalau ibu cemburu. Kemarin aku, mas Antony, sama Nakula gak sempet ngajak ibu."

"Iya, ibu tahu gapapa."

"Bu.. kalau aku mau minta saran boleh? Pengen banget melihat Mas Antony kerja biar ada kegiatan. Setiap hari ada saja masalah kecil yang kami ributkan."

"Hmm.. udahlah, Auorora. Dia itu sudah punya segalanya, ngapain kerja? Buang-buang waktu, uang udah ada."

"Tapi, bu. Kerja itu bukan hanya untuk mengejar materi. Bisa jiga dipakai untuk mencari relasi."

"Relasi? Apa itu? Emang kamu mau suamimu selingkuh?"

"Habisnya a-aku bosen bertengkar terus sama Mas Antony."

"Ya ampun, Aurora.. bertengkar itu wajar, jangan sok-soan nyuruh suami kerja. Kamu sudah bersyukur dinikahi pria kaya seperti Antony"

"Yaudah, saya aja yang kerja gimana? Bu"

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status