Share

Bab 2. Pertemuan Pertama

Keesokan paginya, Kayana memutuskan untuk melihat kondisi ayahnya setelah mendapat serangan jantung semalam karena mendapat kabar buruk. 

"Selamat pagi Ayah. Apa kau baik-baik saja hari ini?" tanya Kayana.

"Duduklah," perintah Rendra. Kayana menurut.

"Tolong, kabulkan permintaan terakhir, Ayah. Sebelum, Ayah benar-benar pergi," pinta Rendra dengan pandangan sayu.

"Ayah." Kayana sudah tau apa yang akan diucapkan Ayahnya.

"Menikahlah, sebelum Rose menikah nanti."

"Tidak ada permintaan selain itu Ayah?" tanya Kayana dengan berat.

"Ayah hanya ingin melihat kau bahagia."

"Tapi tidak untuk menikah juga Ayah. Selama ini Yana menikmati hidup tanpa siapapun dihidup Yana."

"Coba, berikan alasan yang logis, kenapa sampai sekarang kamu belum pernah mengenalkan satu laki-laki kehadapan ayah?"

"Yana sudah terlambat, Yana pergi. Selamat pagi."

Tidak menjawab pertanyaan sang ayah. Kayana memilih untuk pergi. Dia tidak ingin mengatakan alasan kenapa sampai usianya yang ke 27 tahun belum menikah.

**

Malam ini Kayana tengah kalut dengan apa yang terjadi dengan semua masalah yang datang dihidupkannya, terutama permintaan ayahnya yang ingin dirinya segera menikah. Tapi, bagaimana ia bisa menikah jika calon pun tak punya. Masalah pekerjaan yang membuat dirinya pusing. Ditambah dengan kondisi adiknya yang tengah berbadan semakin mendesak dirinya untuk segera menikah.

"Ahh! Aku butuh refreshing. Apa aku club aja ya," gumam Kayana kemudian ia pun memutuskan untuk keluar malam ini. Setelah memastikan dan berbicara dengan sang ayah yang menginginkan dirinya untuk menikah lebih dahulu sebelum adiknya.  Meskipun kondisinya sudah seperti ini. Tapi keinginan ayahnya untuk menikahkannya terlebih dahulu tidaklah goyah.

Club malam bukanlah tempat biasa Kayana menghabiskan waktu atau tempat ia menjernihkan otaknya. Namun kali ini

Kayana benar-benar kalut. Walaupun ia tampak tidak peduli dengan permintaan ayahnya. Tapi Kayana tetaplah seorang anak yang memikirkan kebahagiaan orang tuanya. Walaupun  terkadang ia egois.

Tapi saat diperjalanan menuju Club malam, tiba-tiba saja mobil Kayana berhenti. Kayana yang merasakan hal itu mencoba memeriksa apa yang terjadi.

"Sial!" umpat Kayana ketika mobilnya berhenti di tempat yang sepi. Kayana memeriksanya, mulai dari ban mobil, hingga kapnya.

"Mogok?"

 Lalu segerombolan pria urakan datang menghampiri Kayana. "Hay manis, kenapa malam-malam begini sendirian? Mau ditemenin gak?"  Para pria jalanan itu tersenyum ke arah Kayana.

"Jangan ganggu," ucap Kayana, kemudian mengambil uang yang ada di dalam dompetnya. Semuanya ia keluarkan dan ia berikan kepada preman itu.

"Ini ambil! Jangan banyak bicara dan banyak tingkah." Kayana pun melempar uang tersebut.

"Hei nona, apa cara ini kamu bersikap," ujar preman jalanan yang berjumlah tiga orang itu.

"Saya akan bersikap bagaimana dengan orang yang saya temui, dan saya sangat hapal orang-orang tidak berguna seperti kalian. Jadi sekarang kalian pergi dan jangan ganggu saya, dan silahkan. Ambil uang itu!" kata Kayana menatap para preman itu dengan tajam.

Para preman itu pun mengambil uang yang Kayana lemparkan.

"Waw, lumayan juga untuk mencicipi satu tubuh  gadis. Tapi sepertinya anda lebih menarik." Seringai preman itu menatap Kayana dengan tatapan melecehkan.

Kayana yang paham dengan kondisinya yang tidak bagus pun mulai waspada.

"Jangan mendekat!" teriak Kayana ketika salah satu preman itu mulai mendekati dirinya. Jangankan disentuh, ditatap seperti makanan oleh preman itu Kayana sudah amat merasa jijik.

"Ouh ayolah, kita tidak cukup jika harus membayar satu wanita sedangkan kami bertiga. Jadi nona, anda bisa menjadi salah satu wanita untuk kami jelajahi."

"Brengsek!" umpat Kayana. Tidak ingin menjadi santapan pria gelandangan. Kayana memutuskan untuk lari. Karena tidak mungkin, ia akan diam terus. Namun, kondisinya. Membuat larinya tidak cepat, Heels yang ia gunakan dan rok span itu menyusahkan langkahnya. Satu -satunya yang Kayana lakukan adalah berteriak minta tolong. Walaupun keadaannya sepi. Kayana berharap, ada orang yang mendengarnya.

"Woy jangan lari!"

Kayana tetap berlari meskipun hasilnya akan sia-sia dan saat ini para preman itu mengejarnya.

"Astaga, kemana aku harus lari dan kemana aku mencari pertolongan," gumam Kayana sesekali melirik ke belakang.

Dengan nafas yang memburu, Kayana  mulai merasa lelah.  Sedangkan para preman itu masih mengejarnya dan beberapa langkah lagi, para preman itu akan sampai dan menangkap dirinya. Kayana yang melihat itu segera melanjutkan larinya. Namun, sayang, sepatu heels yang digunakannya membuatnya susah berlari, sehingga para preman itu berhasil menangkap dirinya.

"Lepasin! Lepasin tangan saya dari tangan kotor kalian!" sentak Kayana.

"Ouh ayolah manis, jangan seperti itu. Dari pada kamu capek lari-lari. Lebih baik capek bermain sama kita iya gak." Para preman itu pun tertawa.

"TOLONGGGG! TOLONGGGG! TOLONGGG!" teriak Kayana sekencangnya.

"Percuma sayang, sekencang apapun kamu berteriak tidak akan ada orang yang mendengarnya  karena daerah ini jauh dari pemukiman warga dan satu lagi, kita akan bersenang-senang." Preman itu pun mencolek dagu Kayana.

Kayana yang merasa diperlakukan tidak baik mencoba menghindar itu semua. Tapi karena kedua tangannya sudah dicekal. Kayana tidak bisa menepis tangan kurang ajar itu menyentuh wajahnya.

"TOLONGGGG! TOLONGG! TOLONGGG!" teriak Kayana kembali. 

Kayana tidak akan berhenti berteriak meminta pertolongan, ia berjanji dalam hatinya. Siapapun yang menolongnya malam ini. Ia, akan memenuhi keinginan sang ayah, bila perlu jika yang menolongnya adalah seorang pria ia akan menikah dengan pria tersebut.

"DIAM!" bentak salah satu preman tersebut. Kemudian preman yang paling besar tubuhnya diantara mereka, menyeret Kayana ke kebun yang berbeda di pinggir jalan tersebut secara paksa dan membekap mulut Kayana agar tidak berteriak.

Perasaan Kayana mulai tidak enak. Jantung Kayana tidak berhenti berdetak kencang.

"Ya ampun, siapapun tolong aku. Aku berjanji jika ada yang menolongnku kali ini. Aku akan membantu orang itu," batin Kayana, dia ketakutan, bahkan air mata Kayana sudah keluar dari tempatnya membentuk sebuah aliran sungai.

"Ah, sepertinya tempat ini cocok," kata preman tersebut. Kedua preman yang memegang tubuh Kayana pun mengangguk dan menyeringai senang.

"Ok siapa dulu nih?" tanya preman yang memegang tangan Kayana disebelah kiri.

"Gue dulu," kata preman yang berbadan paling besar.

Kayana yang sudah sangat lemas tak bertenaga pun mulai memejamkan matanya. Ia tidak siap, jika kehidupan sempurnanya akan hancur malam ini.

Namun, tiba-tiba saja ada suara pukulan yang begitu keras dan suara orang meringis kesakitan.

"Ahh brengsek!" umpat preman yang berbadan paling besar.

Sedangkan, preman yang memegang kedua tangan Kayana pun mulai melepaskan cekalannya dan mulai membantu temannya yang saat ini sedang dipukuli oleh seorang pemuda yang sama seperti mereka, kurus dan berpenampilan berantakan.

"Eh siapa kamu? Main ganggu kita aja. Kalau kamu mau, tunggu giliran," kata preman yang berbadan kurus berkulit hitam dengan warna rambut hijau berkalung rantai.

Pria yang menolong Kayana, tidak banyak bicara langsung saja menyerang kedua preman yang berwarna rambut hijau dan biru itu dengan dua pukulan masing-masing, tanpa menunggu persiapan kedua preman itu.

Berbeda dengan Kayana. Dia yang melihat itu bukan merasa tenang. Akan tetapi makin bertambah ketakutannya, karena melihat orang yang telah menolongnya itu sama. Dari penampilannya yang memakai celana lepis robek-robek, serta kaus yang sangat dekil. Kayana mengira jika orang yang saat ini tengah memukuli ke 

tiga preman itu adalah sama-sama preman tapi berbeda kelompok.

Ingin rasanya Kayana berlari ke jalan. Tapi kakinya terasa lemas dan rasanya sulit untuk di gerakan. Lagipula jika  berlari pun hasilnya akan sama. Ia akan tertangkap.

Setelah pria jangkung namun kurus  berpenampilan preman itu selesai menghajar habis ke-tiga preman itu. Ia pun mulai menghampiri Kayana yang saat ini sudah sangat kacau. Mata yang sebab, baju yang sudah sangat acak-acakan, karena kancing kemeja sudah terlepas dua bagian paling atas memperlihatkan teng-top warna hitamnya. 

Saat pria yang Kayana kira termasuk permen itu mendekat Kayana pun mulai berlari sekencang-kencangnya namun sayang Kayana malah terjatuh karena menginjak tanah yang berlubang.

"Jangan mendekat! Jangan sentuh saya. Saya mohon apapun yang kamu mau, silahkan ambil. Tapi jangan sentuh saya." Kayana pun melepaskan jam tangan mahalnya serta cincin yang di pakainya.

"Ini silahkan kamu ambil tapi biarkan saya pergi," mohon Kayana.

Sedangkan pria yang melihat itu malah membuka jaket levisnya lalu memakaikannya pada tubuh Kayana.

Kayana yang melihat sikap pria yang ia kira preman itu pun menoleh dan menatap pria tersebut."Saya tidak meminta barang yang kamu punya. Saya ikhlas, hanya ingin membantu, mari." Pria jangkung itu pun mengulurkan tangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status