“Lho. Kamu mau ngapain?” tanya Vindreya yang kaget karena Elvano tiba-tiba mengajaknya masuk ke rumah dan mengunci pintunya.
Bukannya menjawab pertanyaan Vindreya, Elvano malah asik melihat isi rumah itu. “Oke, jadi apa yang bisa kita berdua lakuin di sini, ya?”
Vindreya sangat ketakutan. Bagaimana jika Elvano melakukan sesuatu yang buruk? Gadis itu kemudian tiba-tiba teringat pada Hansa, si gadis di balik cermin itu.
“Hansa, kamu di mana? Please, tolong aku,” batin Vindreya.
Hansa memang aneh sekaligus ajaib. Wujudnya tidak tampak, tetapi suaranya terdengar dan menjawab kekhawatiran Vindreya.
“Vindreya, tenang aja. Elvano nggak mungkin bakal ngelakuin sesuatu yang buruk sama kamu. Asal kamu tau aja bahwa menjadi tunangan Elvano adalah keinginan kamu,” kata Hansa yang suaranya hanya bisa didengar oleh Vindreya.
Alis Vindreya merapat dan lagi-lagi berucap dalam hati, “Menjadi tunangan Elvano adalah keinginan aku?”
“Vindreya,” panggil Elvano yang tiba-tiba memeluk erat Vindreya.
Vindreya terkejut dengan mata melotot. Tubuhnya serasa kaku dan tak mampu melepas pelukan Elvano.
“Vin, aku nggak tau apa yang harus aku lakuin di rumah Kenzo ini. Yang aku tau, aku kangen sama kamu dan pengen kamu balik lagi sama aku. Kalo aja Kenzo bukan cowok yang berbahaya, mungkin aku udah bawa kamu pergi dari sini. Kamu tau? Aku udah berkali-kali berusaha bawa kamu pergi dari sini, tapi Kenzo selalu berhasil ngalahin aku dengan semua kekejamannya.”
Vindreya terdiam. Apa kisah di antara mereka bertiga memang serumit itu?
“Aku cinta sama kamu, Vin. Aku nggak mau kamu jadi milik orang lain, tapi aku juga nggak bisa buat kamu jadi milik aku seutuhnya sekarang. Tunggu sedikit lagi ya, Vin. Sebentar lagi aku pasti bisa bawa kamu keluar dari hidup Kenzo, dan kita akan hidup bahagia tanpa dia.”
Vindreya tidak menyangka. Dia yang awalnya ingin mendorong tubuh Elvano yang memeluknya, kini malah merasa nyaman berada di dalam pelukan hangat dan menenangkan itu. Jadi bagaimana sekarang? Siapa yang harus gadis itu percayai? Dia bahkan memiliki perasaan yang sama pada dua laki-laki asing sekaligus.
Tok tok tok!
Elvano dan Vindreya terkejut dan kompak melihat ke arah pintu yang masih terkunci itu.
“Vindreya?” panggil seseorang dari luar sambil terus mengetuk pintu.
“Itu Kenzo?” tanya Vindreya pelan.
Elvano hanya mengangguk.
Vindreya cepat-cepat keluar dari pelukan Elvano sambil melihat dengan panik ke sekelilingnya untuk mencari jalan keluar bagi laki-laki yang mengaku sebagai tunangannya itu atau setidaknya menemukan tempat di rumah itu yang bisa digunakan untuk bersembunyi.
“Vindreya, buka pintunya, dong!” teriak Kenzo lagi dari luar.
“I--iya, tunggu sebentar!” balas Vindreya.
Vindreya melihat ke kanan dan kirinya dengan semakin panik.
“Di mana pintu dapurnya? Kamu keluar lewat sana aja,” usul Vindreya yang masih belum mengetahui seluk beluk ruangan di rumah itu.
Pyar!
“Aaa!” teriak Vindreya sambil menutup kedua telinganya. Dia sangat kaget sekaligus ketakutan.
Secara mengejutkan Kenzo sudah berdiri di dalam rumah, di sebelah jendela yang baru saja dia pecahkan. Dari luar jendela tadi, dia mengintip dan berhasil memergoki istrinya yang sedang berduaan dengan musuhnya.
Berbeda dengan Vindreya yang takut luar biasa, Elvano justru tersenyum enteng.
“Hai, Ken. Udah lama nggak ketemu,” sapa Elvano.
Kenzo berjalan perlahan menghampiri Elvano dan Vindreya. “Keluar dari sini sekarang, El. Udah aku bilang jangan ganggu aku dan Vindreya lagi.”
“Hahaha. Nggak kebalik, tuh? Bukannya kamu yang gangguin hubungan aku dan Vindreya?”
Kenzo akhirnya tiba tepat di sebelah kanan Vindreya, sedangkan Elvano di sebelah kiri yang berarti Vindreya sekarang berada di tengah-tengah dua laki-laki asing itu.
“Vin, sekarang kamu bilang aja mau pilih aku atau Kenzo. Kalo kamu pilih Kenzo, aku bakal keluar dari sini sekarang. Tapi kalo kamu pilih aku, aku bakal bawa kamu pergi dari sini dan nggak akan biarin kamu kembali ke rumah ini. Aku udah nggak tahan liat kamu disekap di rumah mengerikan ini lagi.”
“Rumah mengerikan kamu bilang? Tanya aja sama Vindreya senyaman dan sebahagia apa dia tinggal di sini bersama aku. Dibanding tunangan, semua orang tau bahwa suami punya level yang lebih tinggi.”
“Kamu bukan suaminya, Ken. Kamu hanya mengarang cerita dengan mengatakan bahwa Vindreya adalah istri kamu.”
“Kamu yang mengarang cerita, El. Vindreya nggak pernah punya tunangan.”
Elvano mulai kesal. Dia meraih salah satu tangan Vindreya dan membuat gadis itu menoleh.
“Ayo, Vin. Buat keputusan sekarang, kamu pilih aku atau dia,” suruh Elvano lagi.
Kenzo tak mau kalah. Dia juga meraih tangan Vindreya yang lainnya. “Jangan takut, Sayang. Cukup bilang kamu pilih aku, maka semuanya akan baik-baik aja.”
“Argh …!” Vindreya berteriak frustasi sambil menarik kedua tangannya dari dua laki-laki asing itu.
“Gimana bisa aku pilih satu di antara kalian sedangkan aku mencintai keduanya?!” lanjut Vindreya.
Tunggu. Apa yang baru saja Vindreya katakan? Dia mencintai kedua laki-laki asing itu? Bukankah baru beberapa saat yang lalu dia ketakutan pada dua laki-laki itu karena tak mengingat apapun tentang mereka? Lalu, mengapa sekarang jadi tiba-tiba cinta?
Vindreya sudah tidak tahan lagi. Dia tiba-tiba berlari keluar rumah dan meninggalkan Kenzo dan Elvano di sana. Bagaimana pun juga, Vindreya harus mencari jalan keluar dari dunia asing dan aneh itu.
~bersambung
Vindreya berlari sekencang yang dia bisa menjauhi rumah di mana Kenzo dan Elvano sedang berdebat memperebutkannya. Beberapa kali Vindreya menengok ke belakang untuk melihat apakah kedua laki-laki itu mengejarnya atau tidak. Cukup mengagetkan bahwa tak ada satu pun di antara Kenzo dan Elvano yang mengejarnya. Ada apa ini? Apakah mereka benar-benar mencintai Vindreya atau tidak? Namun, ini membuat Vindreya bisa bernapas lega karena telinganya tak perlu lagi terganggu dengan perdebatan itu.Entah sudah berapa lama dan berapa jauh Vindreya berlari, tetapi entah kenapa dia tidak merasa lelah sedikit pun. Matahari yang tadinya bersinar terik, kini berganti dengan bulan yang menerangi gelapnya malam.Vindreya melihat ke kanan dan kirinya. Aneh sekali. Ada banyak rumah dengan lampu menyala seperti pada umumnya, tetapi sejak tadi dia tidak melihat ada satu orang pun di sana. Dunia asing itu seolah-olah hanya ditinggali oleh Vindreya, Kenzo, Elvano dan Hansa.
Di dunia nyata, tampak seorang dokter sedang memeriksa kondisi Vindreya yang sudah berhari-hari ini tidak sadarkan diri.“Gimana keadaan anak kami, Dok?” tanya Freya, ibu dari Vindreya dengan raut panik.Dokter menggantung stetoskop miliknya ke lehernya setelah selesai memeriksa detak jantung Vindreya. “Anak Ibu dan Bapak baik-baik aja. Jantungnya berdetak normal dan nggak ada tanda-tanda yang nunjukkin kalo dia sakit.”Gavin, ayah dari Vindreya melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan enteng. “Ya, iyalah dia baik-baik aja. Dia itu cuma tidur. Lagian juga ada selang medis yang bisa salurin makanan dan minuman ke tubuhnya. Jadi, apa yang perlu dikhawatirin?”“Dok, apa Vindreya perlu dibawa ke rumah sakit? Mungkin dia harus diberi perawatan intensif atau operasi biar bisa bangun lagi.” Freya tampak semakin panik.Gavin tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalan
Setelah mendengar penuturan Vindreya yang terkesan lebih suka berada di alam mimpi karena semua keinginannya bisa terwujud di sana, Freya tampak kecewa sekaligus sedih. Ya, itu wajar. Ibu mana yang akan rela jika ditinggal oleh putri sematawayangnya selama berhari-hari demi sebuah “mimpi”?“Terus gimana sama Mama dan Papa, Sayang? Kami sedih kalo kamu lebih suka berada di dunia mimpi dibanding ada di sini bersama kami.” Mata Freya berkaca-kaca lagi.“Ah. Cengeng lagi kamu, Frey. Vindreya, lihat. Kamu udah bikin Mama nangis, lho. Berdosa nggak, tuh?” Lagi-lagi Gavin mencari gara-gara dengan menggoda Vindreya.“Ih, Papa!” Vindreya melepas selang medisnya lalu bersembunyi di belakang Gavin. “Hibur Mama, Pa. Jangan sampe Mama keburu nangis bombai gara-gara aku.”Gavin melipat kedua tangannya di depan dada. “Nggak mau, ah. ‘Kan kamu yang buat Mama nangis. Ya, harusn
"Cie elah. Uwu-uwuan katanya. Emang siapa pangeran lo?” tanya salah satu siswa. Vindreya tersenyum remeh. “Ah, kayak gitu aja pake nanya segala. Harusnya kalian tau siapa di kelas ini yang cocok jadi pangeran.” “Eh, itu Elvano!” teriak salah satu siswi ketika Elvano baru saja masuk ke kelas. Kelas seketika gaduh. Para siswi berlarian mengerumuni Elvano, si laki-laki tampan, kaya dan berbakat di bidang seni itu. “Elvano, selamat ya. Lagi-lagi lo berhasil jadi pemenang dalam lomba melukis tingkat nasional itu,” ucap salah satu sisiwi. “Selamat, Elvano. Lo hebat banget,” kata siswi yang lain. “Bagi tipsnya dong gimana caranya biar bisa pinter menggambar sama melukis, El.” Bola mata Vindreya tak bisa bergerak ke manapun kecuali terpaku pada visual Elvano yang menurutnya sangat menawan. T
Vindreya merapikan rambutnya terlebih dulu kemudian berjalan dengan anggun keluar kelas. Di depan pintu, dia menengok ke kanan dan ke kiri hingga akhirnya menemukan Kenzo yang sedang berjalan menuju kelas. Tanpa pikir panjang lagi, Vindreya bergegas menghampiri laki-laki itu.“Ehem. Pagi, Ken,” sapa Vindreya yang sudah berdiri tepat di depan Kenzo.Kenzo menghela napas panjang. “Lo lagi. Awas. Jangan halangin jalan gue.”Bukannya memberikan Kenzo jalan, Vindreya malah tersenyum semakin lebar. “Hari ini gue udah masuk sekolah lagi setelah nggak masuk berhari-hari sebelumnya. Lo ….”“Gue nggak kangen sama lo kayak temen-temen yang lain. Awas.”“Aaah, bercanda, nih. Jangan malu lah bilang kangen sama istri sendiri.”Alis Kenzo merapat ditambah dengan tatapan ta
Setelah Bu Risa selesai membagi setiap siswa dengan pasangannya masing-masing, guru itu izin keluar kelas karena ada rapat guru. Kelas yang tadinya tenang, kini perlahan mulai ribut kembali dengan segala macam jenis pembicaraan.Di salah satu meja, tampak Hansa membuka buku paket bahasa Indonesia dan buku tugasnya di atas meja Kenzo. Di sisi lain, Kenzo malah menunjukkan ketidaktertarikannya mengerjakan tugas dengan menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya di bangku.“Ayo, kerjain.” Hansa tak mau menatap mata Kenzo yang menyebalkan itu, melainkan hanya menatap bukunya.“Lo aja yang kerjain.” Seperti biasa, Kenzo selalu saja ketus.Karena kesal, Hansa akhirnya menatap Kenzo dengan tatapan agak tajam. “Tapi ‘kan ini tugas berpasangan.”“Hem? Emang siapa pasangan lo?”“Lo.”“Oh, ya? Kapan gue nembak lo?”
Siang itu Freya sedang duduk di atas sofa sambil menonton TV. Ketika sedang asik menonton, samar-samar terdengar suara Vindreya sedang mengobrol dengan Hansa di teras rumah.“Aku pulang,” ucap Vindreya kemudian.Freya bangkit dari sofa, mematikan TV, lalu bergegas pergi ke pintu utama untuk menyambut putrinya itu yang baru saja pulang sekolah.“Hai, Sayang. Gimana sekolahnya hari ini?” tanya Freya sambil memberikan tangan kanannya pada Vindreya untuk dicium.“Yah, betulah, Ma. Seperti biasa.”“Lagi ada masalah, ya?” tanya Freya yang melihat wajah anaknya tampak murung.“Ma, aku salah ya jatuh cinta sama dua cowok sekaligus?” Vindreya to the point.“Hem? Em, ayo duduk dulu.”Freya merangkul pundak Vindreya lalu mengajak putrinya itu duduk di sofa yang berada di ruang tamu.“Gimana, Ma? Aku sa
“What?! Kok bisa?”Salah satu siswa mengangkat bahunya. “Katanya masih diselidiki sama polisi.”“Gue denger-denger, katanya Pak Toni ditemuin udah berlumuran darah sama istrinya yang baru bangun tidur tadi pagi. Di sekitar tempat kejadian nggak ditemuin satu benda tajam pun dan kemungkinan besar Pak Toni dibunuh.”“Siapa yang bunuh?” Vindreya semakin antusias.“Nggak tau. Itu juga masih diselidiki.”“Ish …. Udah pasti dibunuh itu sama seseorang. Nggak mungkin Pak Toni bunuh diri karena nggak ditemuin benda tajam di sana, ‘kan? Huh, kejam banget yang bunuh Pak Toni. Semoga aja orang itu dapat balasan yang setimpal,” kata Vindreya yang sudah terbawa emosi.Bug!“Aaa!” teriak beberapa siswi karena kaget.Para siswa yang sedang asik mengobrol itu sontak melihat ke sebuah meja yang berada tak jauh di d