Saat mikrofon berpindah ke tangan kecil Shenina, tidak banyak yang disampaikan oleh anak gadisnya itu.Dia hanya menyampaikan,“Shen sayang Mama dan Papa. Ayo kita bersama-sama untuk waktu yang lama.”Syukurnya, Shenina hanya mengatakan itu, jika tidak, Lara tidak bisa bayangkan sederas apa air matanya karena setelah mendengar Neo saja hatinya seperti diremas dan dirundung nestapa.Sedikit banyak, anak-anaknya telah melihat Lara yang dulu kerap kali menangis.Yang membuat Lara merasa bersalah karena dulu dia banyak mengeluh dan mengadu pada Tuhan tentang bagaimana cemasnya dia terhadap masa depan. Jika tahu itu akan melukai anak-anaknya seperti ini, mungkin Lara akan mencari tempat untuk mengadu yang lebih rahasia agar mereka tak perlu melihatnya.Jika Lara merasa bersalah, Alex diremukkan berulang kali.Mendengar Neo, mendengar Shenina, siapa yang tidak akan hancur hatinya.Bayangkan saja ... anak yang tak dia ketahui dilahirkan dari rahim seorang wanita yang dia benci itu mengatakan
Ini tentang ingatan Lara yang hari itu masih dibelenggu oleh banyak duka dan lara. Kembali pada hari di mana dia harus merayakan ulang tahun anaknya yang pertama, yang ke satu. Untuk Neo dan Shenina yang menunggunya pulang ke rumah pada sore hari.....Lara baru saja keluar dari apotek milik keluarga Karel saat jam menunjukkan pada pukul tiga sore lewat beberapa menit yang dingin.Dia menatap langit dari ujung barat yang tampak mengelung mendung kelam. Akan ada hujan dalam waktu kurang dari setengah jam. Jika dugaannya benar, wilayah ini hingga nanti sampai dia tiba di rumah akan diguyur oleh hujan.Tapi Lara tidak ingin itu terjadi. Lara ingin Tuhan menunda hujan agar tak turun sekarang sebab ada yang ingin dia lakukan.“Lara.”Panggilan sebuah suara laki-laki membuat Lara yang berjalan di atas jalur pedestrian berhenti.Dia menoleh ke belakang dan menjumpai Karel yang berlari kecil setelah keluar dari mobilnya yang dia parkir di dekat apotek.“Dokter Karel. Mampir ke sini?”“Iya. Ka
Kemudian dengan bergegas, Lara membawa kuenya pergi dari Dessert Bar milik Adam. Setelah membayar degan uang yang dia miliki, dia berlari dengan hati yang buncah oleh berbagai macam perasaan. Senang, dan terharu.Benar-benar masih ada orang yang baik di dunia ini.Meski gerimis tak begitu baik karena jatuh dan mengejek kepulangan Lara, Lara sampai di rumah pada akhirnya.Dia menutup pintu dengan sedikit kasar. Dia tidak ingin melihat hujan.Dia benci dengan hujan.Napasnya memburu saat dia menghadap pada pintu yang tertutup di rumah kontrakan yang tak jauh dari apotek.Dia menata napasnya, menata hatinya, tersenyum. Dia harus tersenyum di depan Neo dan Shenina yang menunggunya pulang.Melewati ruang tamu kecil setelah memutar tubuhnya, Lara—saat itu—berpikir jika ada baiknya mungkin dia memiliki rumah sendiri yang akan dia cicil dalam sistem KPR?Nanti, akan dia rencanakan ulang. Tapi sekarang saatnya dia harus menemui buah hatinya yang paling dia sayang.Lara sudah mendengar celote
Remuk, hanya kata itu yang mungkin bisa menggambarkan seperti apa perasaan Alex dengan hanya mendengar cerita Lara.Dia berlutut dan tertunduk semakin dalam di depan Lara. Kedua tangannya terkepal, meremas jemarinya sendiri, di atas lututnya yang terasa kebas dan kesemutan.Matanya perih. Kenyataan menamparnya sekali lagi dengan fakta kejam, bahwa dirinyalah yang kejam.Dia tidak menduga jika satu hal yang dia lakukan sore itu, mengusir Lara pergi dari rumah adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal. Hal yang membuatnya dirundung sesal kemudian sepanjang sisa hidupnya.“Maaf, Lara ....” sesalnya sekali lagi.Suaranya terdengar parau. Lebih parau dari suara burung gagak yang barangkali bertengger di pohon tabebuya yag ada di luar rumah mereka.Tapi tahu apa yang dilakukan oleh Lara?Dia meraih kedua bahu Alex, mengusapnya dengan lembut.Jari telunjuknya menyentuh dagunya agar dia tak selamanya tertunduk.Suara lembutnya membisikkan,“Sudahlah ... sudah terjadi sangat lama, ‘kan? Yang
Lara melihat mata terpejam Alex. Seperti dugaannya, dia selalu menjatuhkan bibirnya untuk menyapa bibir Lara dengan tidak berdaya setelah mengakui semua yang dia lakukan di masa lalu itu adalah sebuah kesalahan besar.Lara merasakan lembut dan manisnya bibir Alex yang memagutnya secara perlahan. Tangannya yang besar merengkuh pinggang Lara, membawanya mengambil langkah mundur ke belakang. Menjaga keseimbangan agar Lara tidak terjatuh, karena Alex yang akan menjatuhkannya di sini, di atas ranjang hangat milik mereka berdua.Alex memeluknya semakin erat saat mereka tenggelam di dalam gemuruh suara batin yang perlahan menerima. Ini adalah takdir mereka.Saat Alex melepas Lara, tatap mereka bertemu di udara. Dalam sayu, Lara menyaksikan telunjuk Alex yang menyentuh pipinya.“Cantik sekali.”“Itu rayuan, ‘kan?”“Iya. Rayuan.”“Aslinya? Aku tidak cantik?”“Tidak cantik tapi saaaangat cantik. Tapi tidak boleh cantik di mata orang lain karena cantik ini hanya miliknya Alex.”“Kamu tahu?”“Ap
***Segar sekali rasanya setelah mandi keramas.Pagi ini, Alex turun dari kamarnya dengan rambut yang masih setengah basah. Dia tersenyum sepanjang keluar dari kamar, sepanjang anak tangga, bersenandung tanpa henti meski itu hanya sebatas ‘hmm ... hmmm ....’ yang tak ada artinya.Apa ada yang bertanya kenapa dia mandi keramas?Ah ... itu karena Alex dan Lara baru saja melakukan hal yang menyenangkan tadi malam.Kok bisa? Di mana?Di dalam kamar mandi. Lewat tengah malam setelah anak-anak tenggelam di dalam lelap, Alex dan Lara tenggelam di dalam rasa nikmat.Pokoknya, ini hanya masalah pintar-pintar mengatur waktu, strategi, posisi. Jika ketiganya sudah bisa diatasi, kenikmatan akan singgah di dalam hati. Nikmat raga nikmat batin.Maka dari itu pagi ini wajahnya cerah, tidak ada cerita ditekuk-tekuk seperti kertas origami.Dia tiba di ujung anak tangga dan mencium bau wangi roti yang sepertinya baru saja keluar dari oven.Siapa lagi yang membuatnya jika bukan malaikat tanpa sayap mili
***Ada yang ingin dilakukan Lara hari ini setelah dia menjemput anak-anaknya dari sekolah, menidurkan mereka, tentunya dengan keadaan perut mereka yang kenyang.Dengan diantar oleh Ron, salah satu sopir milik Alex, Lara pergi ke sini, ke tempat yang sudah beberapa waktu terakhir ingin dia kunjungi apalagi setelah dia mendengar dari Laras, ibunya Lara, bahwa seseorang yang ada di dalam sini menitip pesan dan harapan kebahagiaan untuknya dan untuk keluarga Lara.Tahu ke mana Lara akan pergi?Iya, ke lembaga pemasyarakatan tempat di mana Roy, ayahnya ditahan atas kasus keterlibatan percobaan pembunuhan berencana pada kasus kecelakaan Ibra.“Sudah sampai, Nona Lara,” ucap Ron mengakhiri lamunan panjang Lara sedari mereka pergi dari rumah hingga tiba di sini.“Baik, terima kasih, Pak Ron. Pak Ron ikut masuk, ‘kan?”“Sesuai yang diperintahkan sama Pak Alex kalau saya harus menjaga nona Lara, tentu saja saya harus masuk.”“Baik. Kita masuk sama-sama kalau begitu.”“Baik, Non.”Setelah parki
***Dalam rangka menepati apa yang pernah dia janjikan pada Lara dan menuruti keinginan agar Lara bisa sementara pergi, hari ini pun terlaksana.Iya, pergi untuk healing dan menyembuhkan luka. Tempat di mana alam akan membaur bersama mereka. Menampilkan kebahagiaan yang sejati, bukan hanya sebatas semu yang menghitamkan nurani.Alex tidak ingin menundanya lagi. Dia sudah mendapatkan tempat tujuannya, dia sudah melalui proses mengurus yang lama untuk tiba pada hari ini.Norwegia.Sebuah tujuan yang akan memberikan mereka pengalaman memasuki negeri dongeng. Nanti setelah dari sini, Alex akan mengajak Lara, Neo dan juga Shenina untuk terbang ke Inggris, di sebuah desa yang memberikan pengalaman yang juga seperti ada di negeri dongeng.Tapi itu nanti saja.Karena masih ada yang ingin—dan banyak—Alex lakukan di Norwegia.Udaranya sejuk, alamnya bagus. Pepohonan menghijau karena ini adalah musim semi yang cukup dingin. Bunga bermekaran menyambut mereka.Norwegia, sebuah Negara Nordik yang
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,