Obelia memicingkan mata saat Sophie, sahabatnya sibuk membuka jendela kamar apartemen. Desiran angin menyelinap masuk, tak pelak membuat sekujur tubuhnya agak menggigil. Refleks, Obelia menaikkan kembali selimut bulunya.
"Kau sudah bangun, ya?""Jam berapa sekarang?" tanya Obelia."Jam sembilan, bangunlah. Di meja makan Iseul sudah menyiapkan segelas teh herbal dicampur akar licorice, madu dan mint demi kesembuhan pita suaramu."Sophie sering mendengar keluhan Obelia mengenai tenggorokannya yang nyeri dan suara yang tiba-tiba serak atau hilang. Sophie mempunyai inisiatif untuk menyuruh Iseul rutin membuatkan minuman herbal untuk Obelia tiap pagi.Sophie melangkah mendekati ranjang, menelisik wajah Obelia."Matamu tampak sembab. Apa kau menangis semalam?!""Ah, tidak kok tidak, mana mungkin aku menangis?""Sudahlah, jangan coba berbohong padaku. Apa Maverick penyebabnya?"Tak mampu lagi mengelak, Obelia hanya bisa berdehem."Apa yang sudah Maverick lakukan padamu, dear?""Maverick membawa perempuan lain ke kamarnya, ia t'lah menyelingkuhiku." jawab Obelia dengan suara paraunya sambil menahan perih di mata, sebenarnya ia tak mampu lagi menyembunyikan kegundahan hatinya."Sinting! Teganya ia berbuat begitu padamu! Akan kuberi pelajaran biar ia jera!""Tidak perlu, akan kuselesaikan sendiri masalahku dengannya.""Apa kau yakin?" tanya Sophie sesekali mengusap-usapkan telapak tangannya ke bahu Obelia tapi ditepisnya.Obelia bergeming."Kalau kau membutuhkan bantuanku, kau tahu aku selalu ada untukmu. Apa ada hal lain yang ingin kau ceritakan padaku, dear?"Obelia menggelengkan kepalanya, "Kurasa tidak."Mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk, ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri. Ia juga tak yakin Sophie dapat membantunya.Masih dipenuhi amarah yang berkecambuk karena ulah Maverick, Obelia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.Dress selutut warna pastel dengan corak polkadot telah menempel sempurna di tubuh semampai Obelia. Seketika diraihnya sebuah kotak kardus di sudut ruangan dengan cepat.Beberapa benda di meja dan lemari kaca dimasukkan paksa ke dalam kotak kardus sehingga menimbulkan suara gesekan."A-Apa yang sedang kau lakukan? Ke-Kenapa kau melakukannya?" tanya Sophie yang tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan membawa gelas kaca yang diletakkan di atas nampan."Aku sudah muak melihat benda-benda ini menghiasi kamarku!!!""Lalu kau mau apakan benda-benda itu, Obelia?""Dikembalikan ke pemiliknya yang brengsek itu!"Obelia seketika menutup erat rapat kardus dengan lakban kemudian meraih tas selempang dan sepatu flatnya."Hey, kau mau pergi kemana, Obelia?"Obelia bergeming."Makanlah dulu sarapanmu, Nadya sudah memasaknya untukmu."Obelia memilih tak menggubrisnya. Diayunkan kakinya keluar kamar tanpa mengindahkan Sophie yang masih berdiri sambil menggenggam nampan."Waktunya untuk setor uang bulanannya selama kau tinggal disini, Sophie, kutunggu!"Biasanya Obelia cukup antusias saat melihat berbagai pemandangan di jalanan melalui kaca jendela mobil. Namun, berbeda kali ini, gemuruh di dadanya mengalahkan semua keindahan yang tampak di depan mata."Kau telah memperlakukanku dengan sangat buruk, Maverick, kau pasti akan merasakan akibatnya."Mobil yang dikendarai sopir berhenti tepat di depan Perusahaan Firma milik Pengacara Maverick, Daeshim Firma sesuai perintah Obelia.Ketika sopir membukakan pintu mobil untuknya, Obelia seketika mengangkat kotak kardus yang diletakkannya di atas jok mobil.Air mukanya tampak kusut saat melangkah menuju depan pintu kaca kantor. "Siang, nyonya Emily, apa Maverick ada di dalam? Ijinkan aku bertemu, ada urusan penting yang harus kubicarakan dengannya." ucapnya pada Emily, Resepsionis Maverick sesampainya di meja resepsionis sambil menenteng kotak kardus.Obelia kerap mengunjungi Maverick saat rehat manggung sehingga mereka tak asing lagi satu sama lain.Emily melirik ke arah kardus yang diletakkan di mejanya dengan tatapan waspada. Saat jaringan telepon terhubung ke ruang kerja Maverick, Emily seketika menyampaikan kedatangan tunangan atasannya itu ke kantornya. "Tunggulah disana nona, bos akan keluar dalam 30 menit karena rapat masih berlangsung." ucap Emily sambil menunjuk ke arah sofa warna krem di ruang tunggu."Baiklah, nyonya." ujarnya."Eits, jangan lupa bawa kotak kardusmu itu juga, tampak sangat mengganggu nona." seloroh Emily."Aroma parfummu lebih mengganggu, nyonya." celetuk Obelia.Aroma parfum menyerbak memenuhi ruangan dan menyeruak menembus dinding-dinding hidung Obelia saat Maverick membuka pintu. "Obelia, aku tahu kau datang kesini untuk membicarakan kejadian kemarin 'kan. Dengar, kejadian yang kau saksikan itu hanya kesalahpahaman semata. Maafkan kekhilafanku, Obelia.""Oh, begitukah?! Kau sudah pandai berdusta, rupanya. Kau memang pria paling brengsek yang pernah kukenal, Maverick." Obelia menyodorkan paksa kotak kardus pada Maverick."Apa ini?!""Kau bisa menganggapnya sampah, sama seperti dirimu, kau juga bisa membuangnya ke jalanan jika kau mau. Ah, ya, dan satu lagi ini, mulai saat ini hubungan kita sudah resmi berakhir, Maverick."Obelia melepas cincin tunangan dari jari manisnya dan meletakkannya di atas telapak tangan Maverick."Menyesal telah mengenalmu, Rick." murkanya.Obelia berjalan cepat meninggalkan Maverick. Bunyi kotak kardus yang sengaja dibanting 'Bruk!', masih terdengar di lorong pendengaran Obelia yang sudah berjarak beberapa langkah di depan Maverick. Langkahnya semakin dipercepat agar Maverick semakin sulit mengejarnya.'Aaaarrrrggghhh ….'Teriak Maverick saat sebuah insiden menimpanya di halaman depan kantor. Ia tersungkur dengan posisi mencium aspal akibat tak mampu mengelak dari tubrukan seorang perempuan belia berpenampilan lusuh nan kumuh dengan rambut acak-acakan. Maverick menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan kejadian yang baru saja menimpanya.Perempuan belia itu menjulurkan tangan ke arah Maverick. Namun, Maverick sontak menepis bantuannya, 'Cuih!' merasa jijik.Menengok dengan tatapan merendahkan, Maverick bangkit perlahan sambil menopangkan sikunya ke atas aspal."Apa kau sudah buta, hah?! Sampai tidak lihat ada orang lewat." geramnya sambil menyibak-nyibakan setelan jas peraknya dari debu aspal."Salahmu sendiri kenapa kau berjalan tanpa menoleh kanan kiri. Kau pikir jalanan ini punya nenek moyangmu.""Dasar kau perempuan kumuh.""Kau pria yang sangat angkuh, Tuan."Enggan meladeni argumen perempuan itu, Maverick memilih menutup rapat mulutnya.Perempuan lusuh itu memutar kepalanya, dilihatnya segerombolan pria bertubuh tegap nan kekar dengan setelan gelap berupaya mengejar dan mengepungnya kembali. Tak mampu membayangkan akibat yang akan diterimanya jika sampai tertangkap, ia kembali berlari panik dengan napas yang terengah-engah.Maverick mengacuhkannya, memilih tidak membantu perempuan asing itu dari kejaran pria-pria yang entah siapa mereka dan apa tujuan mereka mengejarnya, "Sial! Pagi-pagi sudah tertimpa kesialan beruntun."Belum sempat menghela napas panjang, satu kejutan menghampirinya kembali. Dirinya sudah dikepung oleh para jurnalis media yang ingin menggali informasi lebih banyak darinya sambil membawa kamera, mikrofon dan alat perekam suara."Tuan Maverick, seseorang melaporkan bahwa Anda menyewa jasa beberapa perempuan penghibur saat berada di tempat karaoke. Benarkah?""Tuan, benarkah Anda bermalam dengan salah satu perempuan penghibur itu setelah keluar dari bar?""Pengacara Maverick, dengan berbagai berita buruk yang menimpa Anda masihkah Anda merasa pantas menjadi salah satu kandidat kuat Calon Pewaris Shangdong Corp.?""Benarkah perusahaan Anda, Daeshim Firma sedang berada dalam ambang kebangkrutan?""Sebagai putra bangsawan, apakah Anda ….."Wajah Maverick memerah. Perangainya tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, "Brengsek!!! Tulis saja semua berita buruk tentangku!!! Tulis semua ingin kalian tuliskan!!! Jangan ganggu aku!!! Atau kalian akan membusuk di penjara!!!"Para wartawan yang seketika dilanda ketakutan akibat amarah Maverick memilih untuk mundur, tak lagi melanjutkan wawancaranya. Aparat berseragam polisi yang melakukan patroli rutin turun dari mobil menertibkan para jurnalis media saat melihat adanya kerumunan.Merasa dirinya sudah benar-benar bebas dari berbagai kepungan jurnalis, Maverick kembali berlarian mencari Obelia. Namun, seakan sosoknya sudah lenyap dari peredaran bumi. Dihubunginya ponsel tunangannya itu tapi yang terdengar hanya suara operator yang mengalihkannya ke kotak pesan suara.Maverick menyepak kaleng kosong di depan kakinya, 'Klontang!'"Sial! Kemana perginya kau, Obelia?""Apaaa?!! Cepat bawa Ayah ke rumah sakit terdekat, Bel, aku akan menyusul kesana." pekik Louise yang terjangkit kepanikan seketika.Setelah mendapat kabar kurang mengenakkan mengenai kondisi kesehatan sang Ayah yang sedang memburuk dan perlu segera mendapat penanganan khusus dari rumah sakit, tak pelak membuat Louise terpaksa membubarkan kelas ajarnya kemudian meluncur ke rumah sakit Hanguk.Louise tidak bisa duduk dengan tenang, ia terus bergerak gelisah saat menunggu hasil diagnosis sang dokter. Tak berselang lama dokter Liam keluar dari dalam ruang perawatan."Bagaimana, dok?""Ayah Anda secepatnya memerlukan donor ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.""Ta-tapi dimana aku bisa mendapatkan pendonor itu, dok?""Rumah sakit ini bisa membantumu untuk mendapatkan pendonor ginjal yang sesuai, Nona tapi tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saran yang bisa kuberikan untuk saat ini berusahalah dul
"Wah, rupanya aku tak salah memilih orang, kau memang sangat mirip diriku, Hanna." ucap Obelia terkesiap menatap rambut baru Hanna usai keduanya melangkah keluar dari salon. Saat ini rambut dan style penampilan mereka tampak sangat mirip.Hanna menunduk dengan pipi memerah.Diletakkannya kunci apartemen dan mobil di atas telapak tangan Hanna. "Kita bertukar peran, mulai detik ini kau telah resmi menjadi diriku, Hanna. Kau harus siap meninggalkan kehidupan lamamu untuk menjalani kehidupan barumu. Ingat, namamu sekarang berganti menjadi Obelia, Hanna sudah lenyap dari kehidupan fana ini.""Ta-Tapi nona, apa kau yakin ingin aku menggantikan dirimu?"Obelia menganggukkan keras kepalanya, "Aku telah melangkah sejauh ini. Tak akan kulakukan jika tidak seyakin ini, Hanna."Hanna hanya diam membisu."Usai keluar dari mall ini, bersiaplah, kita akan melakukan sesuai rencanaku.""Ba-Baik, nona."Sudut bibir Obel
"Kak, biarkan aku saja yang mendonorkan ginjal untuk Ayah." ucap sang adik, Bellona pada Louise."Tidak akan pernah kubiarkan kau melakukannya, Bel.""Kenapa kau melarang, kak, Ayah sedang sekarat ia membutuhkan bantuan kita secepatnya.""Karena kau masih terlalu muda, Bel, masa depanmu masih panjang. Biarkan aku yang mengurusi kondisi Ayah, kau cukup mengurusi sekolahmu saja, mengerti? Aku harus pergi mengajar sekarang.""Ta-tapi kak…"Diayunkan kakinya mendekati Hanna sambil menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku jaket."Dengan kondisi amnesia yang kau alami tentu akan memudahkanmu untuk masuk ke kehidupanku yang sebenarnya dan bertemu dengan orang-orang di sekitarku. Kau pun akan punya cukup waktu untuk mengenal kepribadian mereka tapi bersiaplah menghadapi semua kenyataan yang akan terjadi." ujar Obelia sambil menunduk menatap lurus pada kedua mata Hanna yang seakan terpojok ketakutan."Aku rasa tidak akan sanggup melewatinya, aku ingin menarik kembali ucapanku untuk bertukar pe
Hanna telah menginjakkan kakinya di apartemen Obelia. Sebuah surat beramplop yang Iseul berikan mengejutkan dirinya. Dengan tangan bergetar, dibuka dan dibacanya isi dalam amplop itu perlahan."Tidak mungkin!" teriak Hanna usai membaca isi keseluruhan surat lalu menjatuhkannya. Wajahnya memutih sekejap."Kenapa dia tega berbuat itu padaku?! Dia berkata aku akan mendapatkan kenyamanan hidup tapi nyatanya tidak. Ia malah meninggalkan hutang akibat kalah bermain judi lalu membebaniku? Ia sungguh tak waras, aku merasa dijebak olehnya!" Hanna menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Ia merasa harus bertemu dengan Obelia untuk membahas masalah ini tapi tak tahu kemana harus menemukan keberadaannya.Ketukan pintu kamar sekali lagi mengejutkannya. Disisirnya rambut dengan jari-jemarinya agar tampak tak terlalu berantakan. Sophie sudah lebih dulu membuka pintu sebelum Obelia sempat membukanya."Apa ingatanmu sudah mulai membaik setel
Di tengah perjalanan, kedua mata Hanna tertuju pada sebuah plakat yang bertuliskan "Toko Roti Almond 'Sam Dong'." Teringat Sophie pernah membuatkan roti untuknya saat sarapan maka ia pun ingin membalas kebaikannya.Langkah kakinya seketika terhenti saat ia merasakan pergelangan tangannya digenggam dari arah belakang.Belum sempat memalingkan wajahnya, seorang perempuan berparas cantik dengan tinggi melebihi dirinya dan berambut pirang telah berdiri tepat dihadapannya.Hanna menaikkan salah satu alisnya."Kau masih ingat aku, Obelia?" tanya perempuan asing itu sambil memamerkan seulas senyum manisnya.Alis Hanna saling bertautan dengan dahi berkerut. Kepalanya menggeleng perlahan."Aku Freya, teman seperjuanganmu saat audisi menyanyi. Kau ingat 'kan sekarang?!""Aku belum mengingatmu, maafkan aku."Freya seakan tak juga menyerah untuk membuat Obelia palsu itu kembali mengingat sosoknya.Berada di dalam t
Dengan ketakutan yang menjalar di sekujur tubuh dan berjibaku dengan pikiran kalutnya, Hanna bergegas merogoh ponsel dari dalam saku dan melakukan panggilan darurat ke ambulans.Setelah hampir satu jam waktu berlalu, Hanna dan Maverick dikejutkan oleh suara sirine ambulans yang melintas. Dapat disaksikan langsung oleh pasangan itu kala para petugas medis berlarian untuk menyelamatkan gadis asing yang sudah terkapar tak sadarkan diri di tanah lalu mengangkutnya di atas brankar.Hanna ikut masuk saat brankar sudah masuk ke dalam ambulans. Ban ambulans mulai bergerak untuk menuju rumah sakit, sementara Maverick membuntuti dari arah belakang dengan mobilnya sendiri.Ketegangan semakin membucah dalam diri Hanna ketika menyadari gadis yang tak sengaja ditabrak oleh tunangan Obelia adalah gadis yang pernah ditemuinya beberapa saat lalu, Freya. "Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadiii…" pekik Hanna tak percaya.'Obelia andai saja kau disini untuk
Netra Louise menghadap lurus menuju danau surga yang airnya berwarna biru jernih bak lazuardi."Jadi, apa alasan yang menyebabkan adikku melakukan bunuh diri di danau ini, Louise?""Kau tahu 'kan danau surga ini berada di bawah kaki puncak gunung Baekdu. Ada masyarakat tertentu yang menganggap gunung itu suci.""Lalu apa kaitannya dengan kematian adikku?""Mereka yang sengaja melakukan bunuh diri di danau surga ini ingin dekat dengan tempat yang suci yang tak lain gunung suci Baekdu itu, mungkin menjadi alasan adikmu melakukan bunuh diri.""Apa mungkin? Sejauh yang kutahu dia tak sereligius itu.""Sebelumnya aku telah melakukan sedikit riset, kebanyakan wisatawan yang datang kesini mereka membawa masalah pribadi atau mempunyai masa lalu yang buruk. Jadi, danau surga ini merupakan tempat tujuan bagi mereka yang memang mempunyai masalah. Mereka mengira danau surga ini merupakan tempat yang sempurna untuk mengakhiri masalah mereka.
Mode auto pilot telah diaktifkan dan pintu cockpit telah tertutup. Namun, di dalam cockpit terjadi kericuhan yang tak diinginkan saat pilot dan co-pilot menatap dengan jelas gumpalan awan hitam cumulonimbus disertai gemuruh petir dan kilat yang menyala-nyala mengintari pesawat. Pilot pun seketika meraih radio dan melapor pada pihak ATC (Air Traffic Controller) dan pengawas lalu lintas udara demi keselamatan.Pesawat masih terkepung gumpalan awan hitam saat pesawat naik di ketinggian 39 ribu kaki. Pilot berusaha mengendalikan navigasi dengan membelokkan pesawat dan memukik tajam ke arah kanan demi terhindar dari gumpalan awan hitam dan pesawat lain yang juga sedang melintas.Suasana tegang di dalam area cockpit menjalar ke area kabin penumpang ketika co-pilot mengumumkan pada kru dan penumpang mengenai fenomena alam yang sedang terjadi saat ini."Kepada kru dan penumpang pesawat dengan kode penerbangan QZ829, bahwa sebentar lagi pesawat akan mengalami turbu