Bruk! “Kak Al?!” Khalifa berteriak histeris saat mendapati Alby yang hendak ambruk di depannya. Namun, karena Khalifa yang siap siaga menahan tubuh Alby sekuat tenaga. “Khalifa …” Suara lirih disertai gemetar itu terdengar, cukup membuat Khalifa merasa kasihan dalam menatapnya. “Kak, masuklah, badan kamu basah.” Benar. Tubuh Alby sekarang basah kuyup, tangannya terasa dingin, bukan terasa dingin lagi, tapi sangat dingin. “Kak—-”“A--aku cinta kamu, Khalifa.” Alby menangis, seluruh badan Alby lemas membuat pria itu jatuh. Khalifa ikut terjatuh, menempatkan Alby agar bersandar padanya. “Khalifa … maaf. Ma--maafkan aku yang ba-baru menyadarinya. Maaf ….”“Kak? Kak Al?!” Khalifa panik saat Alby tak sadarkan diri. Ia menepuk-nepuk pipi Alby, namun sayang, setelah mengatakan kalimat itu Alby pingsan dengan bibir yang memucat. ***Setelah bersusah payah memindahkan Alby, Khalifa dibuat ngos-ngosan akan hal itu. Siapa yang mengira jika Alby akan jatuh pingsan seperti ini? Yang mana me
Pagi ini mata Alby bergerak pelan. Mengerjap sesaat sebuah cahaya masuk ke celah matanya. Jari-jemari Alby pula tergerak, sampai kemudian matanya membuka seiring cahaya itu masuk ke dalam retina. Alby menatap atap-atap langit sesaat mata itu terbuka secara keseluruhan, menghela napas beberapa menit sampai kesadarannya benar-benar terkumpul. Sampai dimenit berikutnya mata Alby dibuat mengerjap saat teringat akan sesuatu. Alby tertegun, membuka selimutnya dan melihat pakaian yang dirinya kenakan. Teringat bahwa ini bukan pakaian terakhir dirinya membuat Alby menarik kembali selimutnya, menutup sampai setengah wajah. Entah kenapa tapi … untuk sekarang Alby mendadak malu. “Apa … Khalifa yang menggantikan pakaianku?” ucapnya bertanya. Tidak terbendung lagi rasa malunya, memikirkan hal itu benar-benar membuat telinga Alby memerah. Alby hendak tersenyum, namun pula tidak. Mendadak netra matanya jatuh pada lengan kiri yang diperban.Alby mengangkat lengan kirinya. Teringat akan kejadian d
“Kau … romantis kak.”Khalifa sedikit menjauh, namun berbeda dengan Album, tubuh pria itu membeku. “Hahaha, aku bercanda. Tidak usah serius,” lanjutnya tertawa. Khalifa menggeleng kecil. “Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, sebab bukan aku yang mengurumu Kak, tapi, Bunda,” ucap Khalifa berikutnya. “aku mana bisa mengurusmu, dan tentu tidak tau harus melakukan apa. Jadi, yah, dua hari ini Bunda yang ngurus kamu.”“Bunda?” ucap Alby mengulangi, ia termenung. “Satu hari di mana kamu pulang dalam keadaan basah, itu aku yang mengurus kamu. Tapi saat besoknya ….” Khalifa menjeda, pikirannya teringat akan kemarin di mana Laila yang terus menanyakan keberadaan Alby. Sebab tidak bisa berbohong akhirnya Khalifa berbicara jujur pada Laila, mengatakan bahwa keadaan Alby sedang tidak baik-baik saja.Pagi itu Laila datang… 2 hari yang lalu… “Assalamu'alaikum, Khalifa?” Suara Laila terdengar dari bawah, Khalifa yang memang berada di kamar bawah mendengar suaranya. Gegas ia berlari kelu
“Alby cinta kamu, Khalifa. Dan itu … memang kebenarannya.” Ucapan Laila berhasil membuat bola mata Khalifa membola. “Ba--bagaimana bisa? Bukannya Kak Alby cinta Khanza? Dan ini, ini—”“Itu sebelum Alby tau orang yang telah menolongnya adalah kamu. Kamu ingat liontin yang kamu pakai itu, kenapa bisa ada di Alby?” ucap Laila membuat Khalifa menunduk, menggenggam liontin yang ia pakai. “Saat itu, kamulah yang telah menolongnya di danau. Mungkin saat itu tanpa kamu sadari liontin milik kamu terjatuh, dan itu justru ditemukan oleh Alby.”“Saat kejadian itu, Alby menceritakan ke Bunda, bagaimana dia terjatuh di danau dan hampir mati. Saat itu Alby ingin berterima kasih, tapi, justru penolongnya malah sudah pergi, menjadikan dia tidak tahu siapa orang yang telah menolongnya. Berhanyakan liontin itu, Alby berjanji akan menemukan dia. Dan berjanji pula bahwa dia akan menikahinya.”“Janji itu bukan hanya sekadar janji, Alby tepati dengan terus mencarinya. Sampai saat dia bertemu Khanza, ia ta
“Tolong jangan berubah ya, Khalifa … aku ingin kamu menjadi kamu yang sekarang, seperti ini. Aku ingin kamu yang seperti ini ….” Alby mengusap pelan kepala Khalifa, hal itu membuat Khalifa melebarkan pupil matanya. Jantungnya berdetak. Satu hal yang Khalifa sukai. Seseorang menyentuh kepalanya dengan cara di elus. Hatinya … selalu tenang kerap kali seseorang itu mengelus rambutnya.Khalifa selalu suka kerap kali ia disentuh seperti itu… Kepala Khalifa menunduk, mendadak pipinya bersemu merah. Deg degan dijantungnya makin bertambah kencang. Sangat kencang. ****“Masuk kampus?” tanya Khalifa melihat Alby yang sudah rapi. Terlihat masih tampak pucat namun terlihat segar pula. Sepertinya Alby habis mandi, terlihat dari rambutnya yang basah. Pria itu baru saja menuruni anak tangga, Khalifa yang berada di ruang tengah menatapnya sekilas. Alby tersenyum lebar, paginya benar-benar disuguhi oleh cinta Khalifa untuknya. “Enggak, aku ambil izin buat sekarang.” Alby mendekat, melihat Khalif
“Pelan-pelan,” ucap Khalifa mendudukkan Alby, dengan tangan lembut itu, ia tuntun Alby untuk berbaring. Cukup dekat, sampai tatapan keduanya sempat bertemu. Khalifa langsung berpaling, gegas ia menarik dirinya dari jarak yang cukup dekat itu. Namun… “Ah!” Kepala serta tubuh Khalifa harus tertarik kembali saat liontinnya justru nyangkut di kancing kameja Alby. Khalifa terdiam, tangannya yang berada di sisi kiri kanan kepala Alby menahan sekuat tenaga agar tidak terjatuh di atasnya. Alby terkekeh kecil. “Liontin kamu ini seneng banget nyangkut, Alif. Kamu tau artinya apa?” tanya Alby yang malah menatap Khalifa dari jarak dekat itu. Sungguh, keadaan inilah yang Alby inginkan, Khalifa berada di atasnya dengan wajah yang amat dekat. Rambut halus nan lembut itu tergerai ke permukaan wajah Alby, membuat Alby menikmati semua itu. “Ak--aku nggak tau! Dan lagipula, liontinku ada pengaitnya, pantas kalo nyangkut!” ucapnya gugup. Khalifa gegas melepas liontin tersebut dengan tangan kanan, sed
Jantung Alby berdetak, memikirkan bagaimana caranya agar masalah ini bisa teratasi. Sungguh, semuanya di luar ekspetasi, Khanza? Dia tidak ingat apapun? Alby melirik pada Khalifa, perempuan itu tampak ingin bertanya. Namun karena gengsi perempuan itu lebih baik diam. “Ya udah, Bunda. Aku---aku tutup dulu telponnya. Assalamu'alaikum.” Setelah mengatakan itu Alby menutup telponnya. Ia melirik Khalifa. “Alif, barusan kamu mendengar apa yang aku bicarakan?” tanya Alby was-was. Khalifa menggeleng. “Memangnya apa yang dikatakan Bunda barusan?” “Tidak! Ti--tidak ada. Bunda cuman tanyain kabar aku aja,” jawab Alby setengah deg deg an. Alby menghela napas lega, lega sebab Khalifa belum tau pasal semua ini. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Berkata jujur apa tetap di sembunyikan? Jujur, situasi ini benar-benar rumit! Sesaat Alby sudah mendapat kesempatan untuk mempertahankan pernikahan ini justru masalah lain hadir ingin merobohkan. “Kau menyembunyikan sesuatu?” tanya
“Hanya sebentar Alif, tolong … aku butuh pelukan kamu…”Khalifa tak merespon apapun, ia cukup terdiam merasakan hembusan nafas Alby yang terdengar tak beraturan. Hanya beberapa menit keduanya berpelukan, sampai Alby melepaskan pelukan tersebut dengan memegang kedua bahunya. “Khalifa, ada hal yang ingin aku bicarain sama kamu. Tapi waktunya tidak memungkinkan untuk aku bicara sekarang. Tolong, untuk saat ini apapun yang terjadi tolong jangan marah Khalifa, dan apapun yang terjadi tolong untuk tidak meminta pisah. Khalifa…”“Apa yang kamu bicarakan, Kak?”“Khalifa, aku….”Tittt Titttt… Suara klakson mobil terdengar nyaring dari arah luar, menjadi pemicu tatapan Khalifa beralih. Khalifa mengernyit, kepala yang semula lurus menatap Alby teralihkan menatap mobil yang berhenti di depan. Khalifa melepaskan bahu Alby—berjalan keluar. “Khalifa…”“Mama … Papa … Khanza pulang. …”Deg! Khalifa membeku ditempat, napasnya terasa tercekat, detakan jantung berpacu kian pacuan kuda. Terdiam mem