Shasa, manajer Venus akhirnya menggunakan jasa seorang bodyguard buat Venus. Untung saja ia banyak channel dari kalangan pengusaha yang menggunakan jasa bodyguard untuk keseharian mereka.
“Halo, princess. Gue udah dapet bodyguard buat lo. So…lo terima aja langsung atau lo butuh ketemuan dulu?” tanya Shasa.
“Iya, tolong ajak dia ke apartemen, gue pengen liat kayak apa sih dia. Jangan-jangan lo pilih bodyguard dengan tampilan preman pasar. Perih banget mata gue tiap hari liatin dia.”
“Iya, percaya deh sama gue. Gue juga belum ketemu, tapi bodyguard ini terkenal dan gak gampang dapetin dia. Worth it sih dengan fee dia.”
“Ya udah, gue pengen istirahat. Lo dateng aja ke apartemen sore ini.”
“Okay darling. See you.”
“Ya…”
Sore sesuai janji ketemu dengan bodyguard pilihan manajernya. Venus menunggu sembari mengganti channel tv dengan malas. Tidak ada tontonan menarik.
Tiit...tiit….tiit
Seseorang memencet tombol unit apartemen Venus.
Venus beranjak malas untuk membukakan pintu, ternyata manajernya sudah datang. Setelah kejadian teror, Venus mengganti dan merahasiakan kode sandi unit apartemennya bahkan kepada Shasa sekali pun. Dia sangat menjaga privasi.
“Loh, kok sendirian? Calon bodyguard gue mana?” tanya Venus yang melihat manajernya datang sendirian.
“Gue udah hubungin dia. Dia yang akan dateng sendirian ke sini katanya,” manajer Venus masuk dan berjalan menuju ruang tengah.
“Oh ya udah ”
“Nih, salad buah buat lo,” manajer Venus menyerahkan sebuah totebag dan disambut wajah sumringah Venus.
“Thanks, lo emang manajer kesayangan gue.”
“Udah tahu.”
Tiitt…tiit….tiitt….
Kali ini bel berbunyi sekali lagi, dari layar berdiri sosok pria memakai topi dan pakaian serba hitam.
Manajer Venus membuka pintu, dan benar saja itu calon bodyguard buat Venus. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali akan sosok pria di hadapannya. Bahaya, jangankan perempuan, gue yang laki aja kayaknya bergejolak arus bawah ngeliatnya, batin Shasa.
“Mm-masuk,” ucap manajer Venus gagap.
“Terima kasih,” suara berat itu menyapa gendang telinganya.
Manajer Venus dan Venus duduk santai menatap bodyguard di hadapannya. Rasa tidak percaya menyergap keduanya. Pria ini terlalu tampan untuk menjadi bodyguard, dan cocok menjadi model bagi agensi model milik Shasa.
“Are you serious, you are the bodyguard?” tanya Venus tidak percaya.
“Tentu saja, berdasarkan informasi, saya memang diminta untuk menjaga anda. Apa ada yang salah?” pria itu balik bertanya.
“Ngg-nggak kok. Lo terlalu tampan untuk jadi bodyguard, lo gak pengen banting setir jadi model atau pemain film gitu,” ucap manajer Venus blak-blakan.
“Maaf saya tidak tertarik. Jadi, bagaimana apakah anda masih ingin meneruskan untuk menggunakan jasa saya atau tidak. Saya tidak punya banyak waktu,” ucap pria itu arogan.
“Cih…sok sibuk banget lo. Lo kira gue gak sibuk. Gue ini artis dengan segudang kesibukan,” sindir Venus tidak terima.
Wawancara kerja antara artis dan calon bodyguard berujung panas. Shasa terpaksa harus menengahi keduanya.
Shasa lebih tertarik kepada tampilan fisik pria itu. Pria tinggi dengan wajah dipenuhi jambang halus, tatapan matanya dingin, mata abu-abunya seolah menyimpan rahasia. Pelit bicara, tanpa senyuman. Badannya? jangan ditanya, otot lengan yang dibalut kemeja warna hitam membuat Shasa ingin meremasnya, gemas.
Venus menyerahkan semua urusan bodyguard ini kepada manajernya. Termasuk urusan pembayaran jasanya.
Kehidupan keseharian Venus akhirnya berubah. Pria ini merangkap sopir pribadi miliknya. Berdasarkan perjanjian, pria ini akan mendampingi kemanapun Venus terkecuali saat tidur.
Pria itu membukakan pintu untuk Venus, dan menjadikan tangannya sebagai penghalang bagi kepala Venus agar tidak kejedot atap mobil. Venus gengsi untuk mengucapkan terima kasih.
“Hey, lo punya nama gak sih?” tanya Venus saat Mars duduk di balik kemudi.
“Panggil saja, Mars, Nona.”
“Mars?” tanya Venus sekali lagi untuk memastikan pendengarannya. Kebetulan apa ini, nama pria ini Mars dan dirinya Venus.
“Ya, Mars,” jawabnya singkat.
“Itu nama samaran kan, pasti bukan nama asli,” tebak Venus.
“Saya tidak punya alasan untuk menyamarkan nama asli saya. Semua klien tahu, nama saya Mars…Mars Dandelion.”
“Okey, nevermind. Tapi Shasa kemana?” tidak ada bantahan dari Venus yang beralih penasaran mencari sosok manajernya.
“Oh maaf, katanya dia menunggu nona di kantor agensi. Saya hanya ditugaskan menjemput nona di apartemen.”
Mobil berlalu menuju kantor agensi. Ada kabar baik pemeran utama pria sudah didapatkan. Setelah itu akan dilanjutkan tandatangan kontrak dan proses reading naskah.
Sayang, Venus kecewa saat mengetahui bahwa pemeran utama sekaligus lawan main Venus adalah Carlos Monte. Dia tahu betul kehidupan pribadi pria itu. Pria itu penyuka sesama jenis, walaupun tampilannya macho dan digilai kaum hawa.
Venus paham kehidupan malam beserta rumor di dalamnya karena hal itu juga bagian dari sisi kehidupannya. Dia kerap kali memergoki Carlos Monte bercumbu dengan pria.
Manajer Venus meyakinkan Venus untuk tidak mundur dari film itu. Film akan menjadi batu loncatannya menuju kesuksesan di kemudian hari.
Venus dan Carlos mau tidak mau harus bekerjasama selama proses syuting berlangsung. Mereka seolah mengetahui kartu As masing-masing. Venus diketahuinya sering bergonti-ganti pria hanya sekedar make out.
Popularitas Venus menanjak seketika, saat media mengetahui ia terlibat film bergenre action-romance. Menurut publik, mereka pasangan yang sangat serasi, dan bersih dari gosip. Bahkan beberapa fans berharap keduanya bisa menjalin hubungan cinta di luar lokasi. Hal yang sangat tidak mungkin dilakukan oleh keduanya. Harus berakting mesra saja sudah membuat mereka muak apalagi untuk menjalin hubungan cinta di dunia nyata.
Sosok bodyguard ini ternyata benar-benar membantu Venus karena banyak fans yang merangsek mendekatinya saat konferensi pers.
Venus yang terdesak, terpaksa berlindung dibalik dada bidang bodyguard-nya. Dada dan aroma tubuh yang membuatnya menegang, ada perasaan aneh terhadap pria itu. Shasa mencoba menghalangi dari belakang Venus.
Cukup sulit agar keluar dari kerumunan fans hingga Venus akhirnya bisa sampai di mobil.
“Hufft untung ada dada bidang Mars ya kan cyin,” ucap Shasa saat keduanya sudah berada di atas mobil. Venus hanya mengangguk dan melihat reaksi Mars yang duduk di kemudi, tidak menoleh dan datar menanggapi perkataan Shasa, manajernya.
Sesampainya mereka di Apartemen, sudah ada amplop coklat di depan pintu unit Apartemen Venus lagi.
Mars berinisiatif menyuruh Venus dan Shasa menjauh, berjaga dari kemungkinan amplop itu berisi bahan berbahaya.
Mars dengan hati-hati membuka amplop. Ternyata sebuah surat ancaman. Tulisan dari beberapa huruf yang dibentuk dari huruf-huruf potongan koran dan majalah, sepertinya untuk menghindari pola tulisan tangan si pengancam dikenali.
Lo itu, milik gue. Lo gak akan bisa kemana-mana. Jadi milik gue atau mati!!!
Sebuah pesan ancaman yang tidak main-main apalagi ini berujung ingin menghabisi nyawa Venus.
“Silahkan nona masuk. Saya akan menemui penjaga keamanan gedung ini dan mungkin meminta salinan CCTV milik mereka,” Venus dan Shasa sontak mengangguk dan buru-buru masuk ke dalam apartemen Venus.
Mars bergegas menuju lift. Berdasarkan laporan penjaga keamanan tidak ada orang maupun kejadian yang mencurigakan di gedung apartemen ini. Tapi ada yang janggal, CCTV beberapa saat terganggu dan mati seketika.
Mars yakin, ini perbuatan yang meng-hack akses CCTV apartemen dan dengan gampang meletakkan surat ancaman tanpa satu pun saksi maupun bukti dibalik ancaman kepada Venus.
Mars tertantang untuk mencari tahu pelakunya. Satu yang pasti, dia harus memulai kecurigaan dari orang terdekat Venus, bukankah mereka lah yang paling patut dicurigai apalagi semuanya yang dilakukan pengancam ini terlalu “bersih”.
Hari pertama syuting film “Love in Action”, dengan pemeran Venus Alexandria dan Carlos Monte dilakukan di daerah Bogor, yang dijuluki kota hujan. Semua kru film sudah di lokasi, menunggu pemeran utama. Carlos Monte ditemani manajer dan tim wardrobe, make up dan hairstyles-nya berkumpul dan menyiapkan segala kebutuhan syuting sesuai perannya. Di sisi lain, Venus juga tidak kalah. Timnya terlihat sibuk dan cekatan menyiapkan keperluannya. Keduanya ingin menunjukkan bahwa mereka adalah artis kelas atas yang patut diperhitungkan. Mars berdiri memberi jara
Sesuai rencana, Mars menemani Venus clubbing malam ini. “Kamu minum aja, nanti tagihannya aku yang bayar,” ucap Venus melenggang ke lantai dansa. “Maaf saya tidak minum.” “Oh yah. Terserah kamu, soalnya susu stroberi gak ada disini,” sindir Venus mengenai kebiasaan Mars. Venus meliukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik, sambil sesekali menenggak minuman beralkohol rendah, dia tidak ingin mabuk malam ini, sekedar menghilangkan penat. Gerakan tubuhnya terhenti saat sebuah tangan menyentuh pinggang Venus. “Alexis!!!” pekik Venus menatap tajam Alexis, percuma, karena lampu klub ya
“Hai princess siap buat syuting hari ini?” sapa Shasa saat Venus membuka pintu apartemennya. Venus bersiap untuk syuting hari ini. Cukup kemarin ia merutuki kesalahannya. “Hei Sha!!! kok dia di sini. Lo gak denger gue kemarin!!!” ucap Venus melihat kehadiran Mars. “Duduk dulu cyin, gue jelasin,” Shasa mengiba. “Menurut kontrak kerja, gue gak bisa membatalkan kontrak secara sepihak. Gue bisa didenda 10x lipat artinya 10 miliar!” “What!!! lo bayar dia 1M, gila lo Sha,” ucap Venus tidak percaya. “Demi lo princess. Lo berharga banget buat gue.” “Tapi…” Shasa ragu. “Tapi…” balas Venus tak sabar. “Tapi, perjanjiannya cuman 3 bulan kok. Dalam 3 bulan dia gak dapet si stalker, perjanjiannya selesai, dan dia kena denda 500 juta. Jadi please, tahan sampai 3 bulan, lagian udah berjalan dua minggu kan. Sabar ya.” “Okey, gue turutin mau lo. Gue kas
Venus merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar sambil mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya. Merasa bosan, sambil berguling ia meraih handphone jadul, “Mars, ke sini sekarang,” Venus menguji ucapan Mars. “Ada apa?” Venus nyaris melompat, Mars sudah berada di belakangnya. “Astaga, lo tahu kode apartemen gue,” heran Venus. “Tentu saja. Ada apa kamu menelpon?” Mars mulai membiasakan diri berbicara santai saat mereka berdua. “Beliin makanan, gue laper” perintah Venus, Mars menggelengkan kepalanya. “Kamu pengen makan apa?” tanya Mars. “Terserah.” “Tidak ada makanan terserah. Tentukan atau aku pergi sekarang.” “Ya udah, aku pengen makan steak, tenderloin medium rare.” “Baik. Tunggu sebentar.” Sepuluh menit menunggu, Mars sudah kembali. “Steaknya mana?” tanya Venus saat melihat Mars membawa kantongan kecil. “Aku yang masak. Ini
Venus menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Siapa sangka, syuting hari ini beradegan sedih dan menguras air mata, sehingga bisa dipastikan aktingnya terlihat lebih natural. “Mata lo bengkak kenapa?” tanya Shasa yang duduk di samping Venus. “Gue nonton film romantis dan baper. Buat latihan dan referensi adegan hari ini,” kilah Venus. Mars hanya menatap datar Venus melalui kaca spion. Mars menjadi stuntman tetap dikarenakan stuntman untuk peran Carlos berhenti. Selain menjadi stuntman dia juga ditunjuk menjadi peran figuran sebagai anggota geng yang akan menghabisi Carlos. “Hei itu yang disana, kamu akan membuat fokus penonton terpecah. Kamu terlalu ganteng. Astrada!!! Pakein dia topeng atau apalah, untuk menutupi wajahnya,” ucap Sutradara menegur Mars. Dia khawatir hal itu akan menenggelamkan pesona Carlos. Syuting kembali dilanjutkan setelah Mars memakai masker. Namun tak dinyana, ke
Hubungan Mars dan Venus semakin membaik akibat kejadian di parkiran dan beberapa kejadian belakangan ini. Dret…dret...dret Ponsel Venus berbunyi, terlalu pagi baginya saat manajernya menghubunginya. “Halo, Are you ready for tonight?” “Apaan?” Venus masih memejamkan matanya. “Astaga lo lupa, nanti malam lo kan janjian makan malam dengan Adrian,” ucap Shasa mengingatkan Venus terhadap janjinya. “Bisa dicancel gak. Gue males keluar,” alasan Venus. Alasan sebenarnya adalah saat ini dia tidak tertarik pada pria manapun. Dunianya hanya berputar pada pria lain yang posesif dan tak tahu bagaimana bersikap lembut pada wanita . “Eh lo bercanda, Senin ini lo punya jadwal pemotretan dan iklan untuk produk milik Adrian. Jangan sampai lo melewatkan kesempatan ini” ucap Shasa mengingatkan. “Iya okey.” “Gitu dong sampai ketemu sebentar malam”
Pemotretan produk dan syuting iklan untuk perusahaan Adrian berlangsung lancar dan tidak ada hambatan. Adrian bahkan sengaja meluangkan waktunya yang sibuk untuk mengawasi pemotretan Venus Sikap Venus yang menjaga jarak membuat Adrian semakin penasaran dan ingin merebut perhatian Venus. Venus adalah gadis yang sangat berbeda menurutnya, tidak silau harta dan jabatan. Padahal banyak model di luaran sana tidak akan melewatkan kesempatan untuk dekat dengan dirinya. “Terima kasih, terima kasih,” ucap Venus tersenyum dan membungkuk hormat kepada semua tim dan kru yang membantunya hari ini. “Hai, ini untuk kamu,” sodor Adrian dengan sebuah buket bunga mawar merah. “Thank you,” ucap Venus singkat. “Kamu ada waktu luang hari ini?” tanya Adrian sembari melihat arloji mahal di tangannya. Setidaknya dia ada waktu hingga jam makan siang sebelum kembali ke kantor untuk mengurusi pekerjaannya yang tertunda. “Oh maaf, aku ada syuting b
“Mars, Shasa gak kesini katanya. Kita ketemu di lokasi syuting,” Venus berbicara dengan Mars dari pantulan cermin di hadapannya. Tangannya dengan lincah merias diri. Make up sederhana hanya untuk menuju lokasi syuting, nanti saat dirinya tiba di lokasi syuting seorang make up professional sudah tersedia untuknya “Hmm…,” Mars mengecup leher Venus yang sibuk berdandan. “Mars, aku udah rapi loh. Jangan rusak make-up ku hari ini. Kita sudah telat, bahkan demi menghemat waktu Shasa gak jemput aku,” Venus memperingatkan Mars tapi tidak menghindari kecupan demi kecupan yang dilayangkan Mars. “Okey, malam ini kamu gak punya alasan lagi,” peringati Mars. “Iya, aku udah gak bisa nolak lagi,” Venus tersenyum sembari menggeleng geli. Mars memeluk tubuh langsing Venus dan mendekapnya erat. “Oh iya Mars, syuting hari ini hampir aja selesai, menuju ending. Di script akan ada adegan ranjang dan ciuman panas dengan Carlos. A