Justru semua orang sedang memikirkan posisi anda, Nona!" Evan mengabaikan rasa sakit dan panas yang kini dia rasakan di pipi kirinya. Begitu pun dengan egonya yang kembali tersentil. Berani sekali anak kecil ini menamparnya??
Lupakan egonya. Evan sebenarnya cukup terkejut melihat air mata yang menggenang di wajah Arsy. Mata gadis itu memerah, sama seperti hidungnya. Bibirnya bergetar saat membentak Evan barusan. Sejujurnya ada sedikit rasa iba yang muncul dalam diri pria berusia tiga puluh dua itu. Apa yang membuatnya sampai se-marah ini? Tanya Evan dalam hati.
"Bagian mananya?! Kalian pikir, mau ditaruh di mana muka aku sekarang?! Semua dosen dan teman-teman sekelasku sudah tau kalau aku hanya anak kecil yang sampai kapan pun nggak akan pernah dianggap dewasa sama orang tua aku!! Aku seakan-akan nggak bisa jaga diri sampai harus dikasih pengawal padahal umur aku udah dua puluh empat tahun. Aku malu! Kalian tau nggak??"
Arsy marah besar. Sayangnya dia melampiask
Setelah kejadian yang menimpa Arsy tadi sampai di telinga Demian, semakin yakin lah pria paruh baya itu bahwa memang selama ini ada yang berusaha ingin menyelakai putrinya. Siapa lagi kalau bukan musuh bisnisnya?"Ini pasti ulah Benjamin." Demian mengepalkan kedua tangannya yang bertopang di siku di atas meja makan."Pa, jangan sembarangan ... kenapa Papa bisa menuduh Benjamin yang melakukannya?" Sarah, istrinya, mencoba menenangkan."Memangnya siapa lagi yang sedang bersaing dengan kita untuk tender Prima Rasa? Hanya perusahaan Benjamin." Demian menyebutkan salah satu program tender yang sedang mereka ikuti, yaitu tender pembangunan 50 depot rumah makan khas Sunda bernama Prima Rasa, yang akan dibangun di seluruh Nusantara. Itu adalah proyek terbesar di tahun ini. Puluhan perusahaan kontraktor ikut ambil bagian untuk memenangkan tender. Namun Demian lebih fokus pada Benjamin saja.Sarah mendesah. Dia memang tau Benjamin sangat berambisi untuk memen
Tanpa Gunawan dan Martini sadari, Evan mendengar pembicaraan mereka. Bahkan kalimat-kalimat berikutnya yang terucap dari mulut wanita yang sudah melahirkan Evan itu.Kecelakaan. Balas budi. Perjodohan. Tiga kata kunci yang dirangkai pria berkepala tiga tersebut menjadi sebuah fakta mengejutkan yang baru saja dia ketahui. Apa-apaan ini? Jadi sebenarnya tentang bodyguard ini adalah salah satu cara orang tua dan majikannya untuk membuat dia dan Arsy saling jatuh cinta? What?! Licik sekali??Jadi kecelakaan yang menimpa ibunya, Martini, beberapa tahun yang silam bukan hanya sebuah kecelakaan biasa seperti sebagaimana Evan ketahui selama ini. Ternyata itu adalah aksi heroik yang dilakukan ibunya demi menghindarkan Demian dan Sarah dari kecelakaan di sebuah lokasi proyek. What the ...Evan sungguh tidak habis pikir. Ternyata selama ini kedua orang tuanya tidak pernah jujur tentang peristiwa yang menimpa ibunya, yang mengakibatkan kaki wanita itu patah dan sempat
Sore itu juga mereka sekeluarga langsung berangkat ke Purwakarta, salah satu kota kecil di Jawa Barat yang terkenal dengan kulinernya yang khas, yaitu Sate Maranggi. Setidaknya, mereka akan membutuhkan waktu tempuh sekitar tiga jam jika melewati jalur tol. Arsy hampir tidak percaya karena ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu benar-benar mengabulkan permintaannya. Senyum setengah tertawa menghiasai wajahnya lantaran kesenangan. Sepanjang berganti pakaian dia tidak berhenti bersenandung seperti anak kecil.“Sy?” Tiba-tiba Sarah membuka pintu kamarnya dan tubuh wanita itu masuk sebagian melalui pintu.“Iya, Ma?” Dia berbalik melihat ke arah ibunya.“Kamu butuh Evan nggak? Kalau butuh, biar mama minta dia ikut dengan kita.”“Nggak usah, Ma. Kan bukan jam kerja dia lagi.”“Beneran?”“Hm-m …” Arsy mengangguk. Dia tidak sadar kalau ibunya sedang berbicara den
Entah apa yang sedang dirasakan Evan saat ini. Mungkin sebuah realita telah membuka mata hatinya. Keluarga yang dia benci selama satu bulan belakangan ternyata tidak seburuk yang dia pikirkan. Keangkuhan orang kaya yang selalu dia alamatkan kepada keluarga Wijaya, nyatanya tidak dia temukan sedikit pun. Setidaknya selama kurang lebih delapan jam bersama-sama dengan mereka. Pulang pergi Jakarta - Purwakarta dan selama mengelilingi kota kecil tersebut.Evan justru merasakan kehangatan yang biasanya sudah jarang didapati di dalam keluarga konglomerat. Mereka juga sangat merangkul karyawan seperti pak Heru dan Evan sendiri. Selama di perjalanan dan selama di Purwakarta, tak pernah sedikitpun keluarga itu terlihat mengesampingkan supir dan bodyguard Arsy. Mereka duduk di meja yang sama, makan dengan menu yang sama dan dari piring yang sama pula.Demian dan pak Heru malah terlihat seperti teman karib saat mereka mengunjungi acara pertunjukan air mancur Sri Baduga yang
Bab 12. Es krimEvan menepati janjinya. Setelah malam itu, hubungannya dengan Arsy pun berubah menjadi baik. Oke, sebenarnya selama satu bulan terakhir dia yang menjauh dan menjadi dingin terhadap Arsy. Namun setelah melewati satu malam bersama keluarga itu, sepertinya Evan sudah salah dengan menganggap mereka adalah keluarga kaya yang jahat. Mungkin peristiwa kecelakaan ibunya waktu dulu memang sudah menjadi sebuah takdir. Evan memilih untuk tidak memikirkannya lagi. Lagipula ibunya sudah sembuh sekarang, walaupun sudah tidak bisa beraktifitas seperti biasanya.Sekarang dia menjalankan tugasnya dengan hati yang lebih lapang. Arsy juga sudah tidak kaku lagi kepadanya. Sudah lebih rileks dan lebih santai. Apalagi gadis itu konsisten dengan panggilan ‘mas’-nya. Sepertinya Arsy sudah menganggap Evan seperti saudara laki-laki sendiri, sama seperti Arsen. Evan merasa begitu lebih baik. Dia pun lama kelamaan bisa memandang Arsy seperti adiknya sendiri yang
Adapun ide yang dimaksud Arsy kemarin lusa adalah sesuatu yang membuat Evan geleng-geleng kepala. Saat dia menjemput Arsy di rumah, wanita itu memakai dress normal yang berlengan dan roknya kembang se lutut. Tapi setelah sampai di club, dia mengganti pakaiannya di toilet. Evan jelas sangat terkejut dan nyaris menyuruh Arsy mengganti pakaiannya kembali.“Mas, jangan kasih tau Papa Mama yaa? Plis plis plis plissssss …” Arsy tahu Evan sedang marah sekarang. Oleh karena itu dia harus benar-benar membujuk dan memastikan agar pria itu tidak bocor ke orang tuanya.Evan yang sudah tidak selera, mengabaikan Arsy dan menyuruh gadis itu untuk segera bergabung dengan teman-temannya saja.“Syy!” Bagas yang Evan tau adalah fans sejati Arsy, datang menyambut wanita itu. Bagas sepertinya menyewa satu blok khusus di club untuk acara ulang tahunnya malam ini. Jelas sekali sepertinya dia bukan orang biasa.Bagas merangkul Arsy dan menari
Pertanyaan absurd Evan barusan sukses membuat suasana di dalam mobil menjadi semakin angker. Arsy tidak tahu harus menjawab apa. Apakah dia marah? Sepertinya tidak. Tapi tidak mungkin juga kan dia jujur kalau dia menikmatinya? Kenapa sih Evan harus pakai nanya segala? Arsy menggerutu di dalam hati.“Kenapa memangnya, Mas?” Asry membalikkan pertanyaan.“Kalau marah, saya mau meminta maaf karena sudah lancang.”“Enggak kok, Mas. Aku yang minta maaf. Aku mabuk dan menempatkan Mas Evan di posisi yang sulit. Maaf ya, Mas. Tadi udah marah ke Mas Evan .…"Hening…“Tapi kamu suka saya peluk?” lanjut Evan lagi, tidak mau berhenti.“M … Mas … kenapa pertanyaannya frontal banget sih?” Arsy menjawab dengan gugup. Tidak dapat dipungkiri sekarang dadanya berdegup kencang. Pipinya pun berubah merah. Evan sepertinya akan bisa melihatnya meski lampu di dalam mobil dipadamkan.
Arsy sontak berdiri dari kursinya. Kalimat pendek Demian barusan begitu jelas terdengar di telinganya, bahkan di telinga semua orang. Pastinya. Demian menyebutkan sesuatu yang terdengar sangat janggal dan tidak masuk akal sekarang.“Papa!! Apa maksudnya?!” Arsy berteriak dengan lantang. Oh hohohoho, Sarah tiba-tiba merasa de javu. Iya, dia mengingat dirinya sendiri yang dulu juga menolak mentah-mentah perjodohannya dengan Demian. Arsy memang copy paste dirinya."Maksudnya apa ya, Pak?” Gunawan masih terlihat bingung. Justru semakin bingung sepertinya.“Saya mau putera Pak Gunawan menikah dengan puteri saya, Arsy. Apakah Bapak dan Ibu keberatan?"“Ta … tapi … kenapa, Pak? Apa Evan sudah melakukan sesuatu terhadap Arsy?”“Nggak ada, Om, Tante! Om dan Tante tolong jangan dengar perkataan konyol Papa saya.” Arsy begitu menggebu-gebu meminta Gunawan dan Martini mengabaikan ayahnya saja. Dia s