Devano telah tiba dari Surabaya. Langkah kakinya nampak tergesa-gesa memasuki pintu utama kantornya yang luas dan megah.
Rasa rindu pada istrinya yang terasa menggebu membuat langkah Devano semakin cepat menuju ruangan Kasandra.
Sesampai didepan ruangan Kasandra Devano langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu.
“Hallo sayaaang..!!” Sapanya begitu membuka pintu dan melihat Kasandra yang tengah sibuk dengan laptop diatas meja kerjanya.
Kasandra tersenyum senang melihat kedatangan suaminya.
Rasa rindu membuatnya lupa pada kekecewaan yang sempat ia rasakan pagi tadi.
Kasandra segera bangkit dari tempat duduknya dan setengah berlari menghambur kepelukan Devano.
“Aku rindu padamu sayaang..” Desahnya manja dipelukan Devano.
Devano tersenyum bahagia dan menciumi pipi Kasandra.
“Maafkan aku karena meninggalkanmu diawal pernikahan kita.” Ujar Devano sambil membelai rambut istrinya dengan mesra.
“Malam ini kita akan melanjutkan bulan madu kita.” Sambungnya sumringah.
Wajah Kasandra bersemu merah mendengar gurauan nakal Devano.
Mereka berdua sejenak melepas kerinduan yang beberapa hari terakhir ini harus mereka tahan.
“Sudah sore..”
“Ayo kita pulang..!” Ajak Devano sambil meremas jemari Kasandra.
“Baik sayang..!”
Kasandra segera membereskan meja kerjanya dan mengambil tas diatas meja itu lalu berjalan disamping Devano menuju pintu keluar ruangannya.
Dihalaman parkir Dendi sudah bersiap didepan kemudi mobil.
Begitu Devano dan Kasandra naik dan duduk berdua dijok bagian belakang Dendi segera menjalankan kendaraan itu untuk menuju pulang.
Sepanjang perjalanan Devano tidak pernah melepaskan tubuh Kasandra dari pelukannya.
Rasa rindu yang sudah tidak tertahankan membuat mereka berdua seakan melupakan kehadiran Dendi diantara mereka.
Dendi menahan sakit dihatinya. Sejujurnya ada kecemburuan yang sangat berat ia rasakan.
Sekali-kali lelaki itu melirik kekaca spion didalam mobil itu.
Dan kaca itumemantulkan bayangan nyata kemesraan Kasandra dengan Devano suaminya.
Perjalanan menuju rumah terasa sangat lama dari biasanya. Dendi menahan siksaan bathin yang teramat dalam. Ia tidak pernah menyangka kalau Kasandra akan menjadi istri Devano sahabatnya sendiri.
“Sandra..” Panggil Devano terdengar lembut.
“Iya sayang..” Jawab Kasandra sambil menatap Devano dengan manja.
“Aku sangat merindukanmu.” Ujar Devano sambil mencium pipi Kasandra dengan mesra.
Ia merengkuh bahu Kasandra hingga tenggelam didalam pelukannya.
Kasandra membalas dengan memeluk erat pinggang Devano.
“Aku juga sangat merindukanmu.” Jawab Kasandra tak kalah mesra.
Satu gayung air panas serasa disiramkan tepat kehulu hati Dendi.
Ia ingin berteriak untuk melepaskan rasa sakit yang sedang ia tanggung saat ini.
Namun akal sehatnya masih bisa membendung sikapnya.
Ia tidak mau Devano curiga dan mencium kisah masa lalu dirinya dnegan Kasandra.
Walau hati pedih Dendi berusaha tersenyum dan menutupi smeua yang ia rasakan.
Beberapa menit kemudian mereka telah sampai dihalaman rumah megah bercat putih tempat tinggal mereka bertiga.
Kasandra dan Devano bergegas masuk kerumah dan langsung menuju kamar mereka.
Dendi menyusul kemudian dan langsung menuju lantai dua dimana kamarnya berada.
Dikamar itu ia lampiaskan seluruh kesedihan hatinya.
Ia tau apa yang tengah dilakukan Kasandra dan Devano dikamar mereka.
Sebagai pengantin baru tentu saja mereka tengah bermesraan.
Dendi terduduk dipojok kamar dan merasakan air hangat mulai menggenangi bola matanya.
Sementara itu Devano dan Kasandra tengah larut dalam alunan kemesraan penuh kerinduan.
Nafas mereka kadang tersengal dan berpacu mengikuti buaian nafsu birahi sepasang suami istri yang baru saja mereguk nikmatnya kehidupan berumah tangga.
Tiga bulan sudah berlalu.
Dendi berusaha menahan siksaan bathin yang ia rasakan setiap menyaksikan kemesraan antara Ksandra dan Devano.
Terkadang timbul keinginannya untuk pergi dari kehidupan mereka berdua.
Namun tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya membuat ia tidak mungkin mengambil keputusan itu. Dendi berusaha bertahan minimal sampai pekerjaanya selesai.
“Den, melamun aja.” Sebuah suara membuyarkan lamunan Dendi yang tenagh berada dilokasi pembangunan proyek properti.
Dendi mengangkat kepalanya dan melihat Devano sudah berdiri dan tersenyum dihadapannya.
“Aku lapar, ayo kita makan siang.” Ajak Devano pada Dendi.
Dendi mengikuti langkah Devano yang telah terlebih dahulu berjalan didepannya.
Berdua mereka menuju sebuah rumah makan yang sudah sering mereka datangi.
Sesampai disana keduanya mencari tempat duduk yang mereka anggap paling nyaman.
Seorang pelayan segera menghampiri mereka dan menyodorkan album berisi menu makan direstoran itu.
Setelah memilih mereka menyebutkan pesanan masing-masing.
Devano menyulut sebatang rokok lalu menghembuskan asapnya keudara.
Dendi memperhatikan sikap Devano tidak seperti biasanya.
Sejak dulu Devano bukan tipe lelaki yang suka merokok.
Dendi merasakan bahwa ada persoalan berat yang tengah dihadapi sahabatnya itu.
“Setahuku kamu tidak pernah merokok.” Ujar Dendi
Devano nampak terbatuk kecil menandakan bahwa ia memang tidak berpengalaman merokok.
Dendi tertawa kecil lalu menyulut rokoknya dan menghembuskan asap dari mulutnya dengan nampak propesional.
Dendi memang sudah merokok sebelum mengenal Devano.
“Aku sedang bingung Den.” Ujar Devano nampak sedikit kacau.
“Maksudmu...?” Tanya Dendi mulai penasaran.
“sudah tiga bulan pernikahanku dengan Kasandra tapi belum memperlihatkan tanda-tanda kehamilannya.” Jawab Devano setelah menghela nafas berat.
“Oooh..” Dendi mulai paham masalah apa yang tengah dihadapi sahabatnya itu.
“Sedangkan kedua orang tuaku sangat mengharapkan kehadiran cucu ditengah keluarga kami.” Sambung Devano tanpa menunggu tanggapan Dendi selanjutnya.
Ia seakan ingin menumpahkan semua beban pikiran yang tengah menganggunya.
“Yah.. mungkin belum saatnya.” Jawab Dendi menghibur Devano.
Sesaat dendi menyingkirkan perasaannya dan lebih memikirkan kebahagiaan Kasandra dan Devano.
“Aku bisa bersabar Den.”
“Tapi kamu kan tahu bagaimana kedua orang tuaku.”
“Bahkan mami seakan memaksaku untuk menceraikan Kasandra atau setidaknya berpoligami.” Sambung Devano dengan wajah yang nampak penuh beban.
Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Devano benar-benar membuat Dendi terkesiap. Matanya setengah melotot memandang Devano seakan tidak percaya.
Dendi tidak rela Kasandra disakiti.
“Kasihan Sandra..” Gumam Dendi dalam hati.
Beberapa pelayan datang mengantarkan pesanan mereka.
Sup panas kesukaan Dendi telah dihidangkan dihadapannya beserta sepiring nasi putih.
Demikian juga dihadapan Devano telah terhidang makanan kesukaannya.
Namun mereka berdua nampak kehilangan nafsu makan.
“Kamu harus memberikan pengertian pada kedua orang tuamu Dev.” Ujar Dendi memberika solusi.
“Kasihan Kasandra bila ia mengetahui masalah ini.” Sambung Dendi menatap wajah Devano serius.
“Aku telah berulang kali menjelaskan dan menyuruh mereka bersabar.”
“Tapi mereka seakan tidak mau memberi kami waktu.” Tutur Devano dengan nada mengeluh.
“Bahkan..”
“Bahkan apa..?” Tanya Dendi mengejar jawaban dari kalimat Devano yang belum selesai.
“Bahkan mami sudah menyodorkan seorang gadis untuk dinikahkan denganku.” Jawab Devano melengkapi kalimatnya tadi.
“Oooh gila..!” Seru Dendi setengah berteriak.
“Lalu bagaimana keputusanmu..?” Tanya Dendi seakan menuntut kepastian sikap Devano.
“Sampai saat ini aku masih menolak bisa keinginan mami.” Jawab Devano mulai menyuap makanan kemulutnya perlahan.
“Aku sangat mencintai istriku.” Sambungnya setelah menelan satu sendok makanan dimulutnya.
Dendipun nampak risau mendengar penuturan Devano.
Ia memikirkan nasib Kasandra.
Dalam hatinya yang paling dalam, ia tidak ingin melihat wanita yang dicintainya itu menderita.
“Cukup aku saja yang telah membuatnya terluka.” Desah Dendi dalam hati.
Matanya menerawang kembali kemasa dimana ia harus meninggalkan Kasandra demi mematuhi perintah orang tuanya untuk menikahi Andini.
Saat itu ia melihat bagaimana Kasandra terluka sangat dalam.
Dengan bermalasan Dendi mulai menyuap makanannya. Selera makannya mendadak hilang entah kemana.
“Aku harap kamu bisa merahasiakan semua ini dari Kasandra.” Ujar Devano lirih.
“Aku tidak ingin menyakiti hati istriku.” Sambungnya entah pada Dendi entah pada dirinya sendiri.
Dendi hanya menganggukkan kepalanya.
Ia juga tidak ingin Kasandra mendengar berita yang tidak membahagiakan ini.
“Sampai sekarang aku masih bisa menolak keinginan Mami.” Kalimat yang diucapkan Devano masih terngiang ditelinga Dendi. “Sampai sekarang.” “Itu artinya tidak ada jaminan bahwa Dev akan mampu memperatahankan Sandra selamanya.” Desah Dendi dalam hati. “Oh kasihan sekali hidupmu Sandra.” Ratap Dendi pilu sambil memperhatikan Kasandra yang tengah sibuk berbincang dengan seorang bawahannya. Ia nampak sangat bersemangat dan ceria. Sungguh Dendi tidak tega membayangkan kalau suatu saat dirinya menyaksikan Kasandra terluka. Dendi menghembuskan asap rokoknya keudara. Gumpalan asam putih terbang perlahan mengurai bermacam rasa yang berkecamuk dipikiran Dendi. Tiba-tiba dari arah lain Dendi melihat Devano sedang berjalan bersama Mirna dan seorang wanita muda. Mirna berjalan dengan angkuh dan nampak berbicara tegas pada putranya. Tak lama kemudian mereka bertiga memasuki sebuah mobil mewah dan berlalu mening
Kasandra mendesah dalam gelisah hatinya. Yach.. istri mana yang bisa tertidur lelap sementara suaminya tengah bersama wanita lain. Apalagi wanita itu adalah gadis pilihan orang tua Devano. Kasandra merasa dirinya amat tersisih. Ia sangat sadar bahwa dirinya terlalu banyak kekurangan. Selain berasal dari keluarga miskin, Kasandra merasa Cantika jauh lebih cantik dari dirinya. Walau dimata Devano Kasandra selalu menang dibanding wanita manapun didunia ini.Perlahan Kasandra merasa rongga matanya panas. Dua anak sungai mengalir dikedua belah pipinya. Air hangat itu bergulir turun dan menyentuh bibirnya. Ia merasa tak ubahnya seperti perahu kecil yang sedang terapung dilautan luas ditengah malam. Tiada tempat mengadu apalagi untuk bersedu sedan. Orang tuanya jauh dipulau sumatera. Walaupun dirinya bisa menelpon ibunya untuk berkeluh kesah, tapi Kasandra tak pernah mau melakukan itu. Ia tidak ingin memberi beban kepada ibunya yang hidup menjanda. Kasandra sudah terbia
Pukul 10.30 pagi menjelang siang.Devano turun dari mobilnya yang baru saja ia parkir dihalaman kantornya yang megah. Tidak seperti biasanya ia selalu berpakain rapi, tapi hari ini Devano hanya menggunakan kaos oblong yang kusut dan raut wajah yang semberawut. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Kasandra, namun untuk kesekian kalinya tidak ada jawaban. Devano sadar istrinya pasti sedang marah karena semalam ia tidak pulang. Karena itu kini ia datang dengan maksud menjernihkan suasana dengan Kasandra.Devano melangkah memasuki kantornya. Beberapa orang karyawannya memandang heran tapi tetap membungkuk hormat padanya. Pada seorang karyawannya Devano bertanya " Ibu Sandra dimana..?""Diruang rapat Pak."Jawab karyawannya itu dengan penuh hormat. Devano menganggukkan kepalanya lalu meneruskan langkah kakinya menuju ruangan kerjanya.Devano menghempaskan pinggulnya disalah satu sofa yang ada didalam ruangan kerjanya. Pikirannya suntuk dan kacau balau. Kesal dan
Episode 10"Sabar ya San..!!" Dendi mencoba menyabarkan Kasandra yang nampak sudah mulai menangis. Dendi dapat merasakan luka dihatinya. Mendung yang bergayut dimata Kasandra melebihi awan hitam yang kini bergelantungan diatas langit. Sejurus kemudian hujan deras turun dengan suara bergemuruh dan seiring dengan itu, air mata Kasandra nampak jatuh berderai dipipinya. Tawanya yang renyah telah hilang dalam sekejap. Kini Kasandra kembali dengan wajahnya yang lebih sering nampak murung."Saan..!!" Dendi mendekat dan memeluk bahu Kasandra yang mulai sesugukan. "Kita pulang saja yuk..." Bujuk Dendi mencoba terus menenangkan hati Kasandra. Kasandra tidak menjawab, namun sedu sedannya semakin mengiris hati. Dendi membimbing Kasandra meninggalkan restaurant itu. Bagaikan anak kecil Kasandra pasrah mengikuti langkah kaki Dendi. Dengan tangan kanannya ia bergayut pada bahu kiri Dendi dan terus melangkah keluar pintu restaurant itu.Dendi membuka jasnya dan memayu
Perlahan daun pintu tersibak. Devano hanya menemukan kesunyian dirumah itu. Ia yakin Kasandra pasti berada didalam kamarnya.Devano lalu menuju kamarnya dan membuka pintu. Pandangan mata Devano langsung tertumbuk pada ranjang yang nampak berantakan. Pakaian Kasandra berserakan dilantai. Namun ia tidak menemukan Kasandra istrinya dikamar itu. Dari balik tirai yang tersingkap nampak jendela terbuka lebar. Devano segera menuju jendela dan melihat keluar. Tak satupun orang yang ia lihat berada berada disana. Hanya taman dengan hamparan rerumputan hijau dan beberapa kuntum bunga yang nampak bermekaran dan masih basah oleh sisa-sisa air hujan."Sayaaang..!!" Devano memanggil.Tiada sahutan terdengar membalas panggilannya.Perlahan pendengaran Devano menangkap bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi."Ooh, Kasandra sedang mandi. Pantas tidak bisa mendengar panggilanku." Desis Devano sambil tersenyum.Sambil menunggu Kasandra selesai mandi, Devano
"San... Aku rasa kita harus memperbaiki semuanya.” Kata Dendi disaat Kasandra memasak didapur.Dendi sengaja turun dari lantai atas begitu melihat Kasandra sendiri disana. Ia mau menuntaskan semua beban yang ia rasakan. Setelah ia pikirkan matang-matang, Dendi memutuskan untuk mengakhiri perselingkuhannya dengan Kasandra istri sahabatnya itu.“Apa maksudmu Den...?” Tanya Kasandra menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk sayur tumis dikuali.“Devano kemana...??” Kata Dendi setengah berbisik. Matanya berkeliling memantau keberadaan Devano.“Devano tidur...! Semalam dia kecapekan menjaga Papi.” Sahut Kasandra datar.“Apa maksudmu tadi Den....?” Kasandra mengulangi pertanyaannya yang masih belum dijawab oleh Dendi.“Maksudku kita harus mengakhiri semuanya San... Kita sudah berdosa besar kepada Devano..!!” Ujar Dendi agak keras.Kasandra memalingkan pandangan menuju wajah Dendi
Mirna bergegas menuju pintu utama. Cantika menguntit dari belakang dan terus memanasi suasana hati Mirna.“Usir saja Sandra itu Tante...! Dia perempuan mandul tak berguna..!” Seru Cantika ditelinga Mirna. Mirna mengangguk tegas dan menunggu kedatangan Devano dan Kasandra dengan mempersiapkan beberapa kalimat pedas.“Hai Mamiii...!!” Ujar Devano sumringah begitu mereka melawati pintu utama rumah itu. Kasandra juga tersenyum dan mengangguk hormat ke arah Mirna.Alih-alih menyambut baik kedatangan anak dan menantunya, Mirna malah langsung menyemprot dengan kata-kata pedas yang telah dipersiapkannya.“Deev..!! Mengapa kamu bawa perempuan mandul ini kerumah hah..?? Tolong jauhkan dia dari hadapan Mamiii..!!” Hardik Mirna dengan pandangan mata setajam pedang.Cantika tersenyum sinis memandang Kasandra yang terus bergayut dilengan suaminya.“Miii... Jangan begitu sama menantu..! Tidak baik..!” Sahut Devano menunt
“Saan..!!” Dendi meraih tangan Kasandra yang tengah melenggang menuju ruang kerjanya.“Apaan sih kamu Den..!” Ujar Kasandra membesarkan matanya. Ia tidak ingin orang-orang akan curiga melihat keakraban mereka.“Apa benar kamu hamil San..?” Dendi tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.“Bisa tidak ini kita bicarakan dirumah..??” Sahut Kasandra makin membesarkan matanya.“Tapi Dev selalu ada dirumah, kita tak punya kesempatan untuk ber....”Kasandra langsung menginjak kaki Dendi begitu ia melihat Rika yang bekerja sebagai resepsionis muncul secara tiba-tiba dari balik ruangan lainnya.“Aauuuh..!” Dendi mengaduh.“Ya Rika...! Apa kamu mencariku..?” Kasandra segera menyapa Rika untuk menghentikan kicauan Dendi.“I..iiya Bu.. Tapi biar nanti saja kalau Ibu sedang berbicara penting dengan Pak Dendi.” Sahut Rika tersenyum penuh arti dan bersiap memba