Share

Aku Selamat

Satu suara tembakan terdengar jelas di telingaku, Aku terus merintih merasakan sakit bagian kaki dan punggungku.

"Siapa disana?" Terdengar suara seseorang diatas sana.

"Tolooong ...!" Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku.

"Astaghfirullah, suara anak kecil."

"Kamu harus bertahan ya nak, saya akan memanggil bantuan untuk menolong kamu!" teriak seseorang tadi dari atas jurang.

"Emak, Aku ingin ikut Emak dan Heru saja," rintihku pelan sambil memegang kakiku yang kini tak dapat lagi digerakkan.

Samar-samar kulihat cahaya senter yang dibawa orang itu, menyoroti wajah dan tubuhku yang terkulai tak berdaya di dasar jurang. Sayup-sayup pula Aku mendengar Ia menghubungi seseorang, agar datang kesini.

Entah berapa lama aku tergolek di sini, sampai kemudian Aku mendengar suara deru mobil datang dan terdengar suara beberapa orang lagi sedang sedang berbicara, tapi entah apa yang mereka bicarakan. Cahaya senter kembali mengenai tubuhku yang lemah tak berdaya di dasar jurang.

"Dek kamu bertahan ya ... kami akan menyelamatkan kamu!" teriak seseorang di atas sana.

Samar-samar Aku melihat dua orang yang memakai senter di kepala turun menggunakan tali, secercah harapan muncul kala itu, bahwa aku akan selamat.

Kemudian mereka menghampiriku dan mengangkatku ke atas tandu, lalu mengikat tubuhku pada tandu tersebut. Perlahan-lahan mereka yang berada di atas menarik tandu yang membawa tubuhku menggunakan tali.

Entah bagaimana salah satu tali bisa terputus, dan tubuhku terombang-ambing di tengah jurang. Pandangan mataku kini mulai gelap dan terdengar apapun lagi, hanya gelap dan hening yang kurasakan.

Seketika Aku berada di ruangan yang asing, semuanya serba putih. Aku melihat Emak dan Heru adikku tersenyum ke arahku. Aku berlari mengejar mereka, namun mereka semakin menjauh dan perlahan menghilang. 

__________

Aku tersentak kaget saat membuka mata, Aku melihat selang infus sudah berada di tangaku.

"Alhamdulilah, kamu sudah sadar nak," Ujar seorang ibu-ibu bertubuh gemuk dan mengenakan jilbab lebar, di sampingku.

"Dimana ini?" tanyaku bingung.

Aku berusaha duduk, namun gagal karena kaki dan punggungku terasa sangat sakit. Mengetahui hal itu, Ibu-Ibu tersebut lantas membantuku berbaring lagi.

"Kamu tiduran aja dulu, kaki kamu patah dan punggungmu terluka jadi jangan jangan banyak gerak dulu ya!" Perintahnya, sambil menyelimutiku.

"Ibu siapa?"

"Saya Bu Yati istrinya Pak Danu, Pak Danu itu orang yang menolong Kamu di hutan semalam," ujarnya sambil tersenyum, lalu mengeluarkan Roti dan sekotak susu coklat dari dalam kresek.

"Kamu makan roti dan minum susu dulu ya!" Beliau lalu menyuapkan roti ke mulutku.

"Kamu kok bisa sampe ada di hutan sendirian nak?" Tanya-nya, sambil menautkan alis.

"Aku ditinggal oleh Pakde dan Paklekku"

"Loh terus orang tuamu kemana? 

"Abah berangkat ke Jakarta, Sedangkan Emak dan Adekku sudah meninggal," Jawabku jujur.

"Ohh gitu, Kamu asalnya dari mana?"

"Dari Desa Cileunyi, Bu."

"Cileunyi? Ya ampun, jauh banget Desamu itu dari sini nak."

"Memangnya ini dimana Bu?"

"Ini di Hutan Halimun Salak nak, oh iya nanti kalo Kamu sudah sehat, biar Pak Danu aja yang nganter Kamu ke desa."

"Aku takut Bu, Paklek jahat sama Aku, Aku pengen nyusulin Bapak aja ke Jakarta."

"Ya udah Ibu ngomong dulu sama suami Ibu, kebetulan Beliau juga akan di pindah tugaskan ke Jakarta."

"Iya Bu."

"Ini Kamu minum susunya dulu ya, bisa kan minum sendiri? Tanya-ya sambil tersenyum ramah.

Aku mengangguk lemah. Kemudian perempuan berwajah bulat khas Jawa itu, memberikan sekotak susu coklat kepadaku, dan buru-buru keluar dari kamar.

Aku melihat sekeliling kamar tempatku dirawat. ruangannya lebih kecil daripada tempat Heru dirawat dulu. Terdapat satu tempat tidur kosong di sampingku, sebuah kursi dan sebuah meja nakas kecil, untuk sekedar menaruh makanan atau minuman.

Tedengar suara pintu dibuka, terlihat Bu Yati masuk kembali sembari ditemani seorang lelaki yang bertubuh kutus tinggi dan memiliki wajah yang tegas

"Nak ini suami saya, Pak Danu namanya." Bu Yati memperkenalkan laki-laki yang berada di sampingnya tersebut.

"Jadi Bapak yang menolongku?" tanyaku.

'Iya nak .... Bagaimana, Kamu jadi, mau ikut kami ke Jakarta?" tanya-nya, sambil menatap mataku dalam.

Entah mengapa Aku merasa tatapan matanya, sama persis seperti tatapan mata Abah, saat memandangku, seketika ada rasa tenang menyelusup ke dalam hatiku.

"Abahku juga di Jakarta, pastinya Aku mau ikut Om, biar bisa ketemu Abah." Aku tersenyum sumringah.

"Oke, kita akan segera ke Jakarta, tapi ada syaratnya!" ucap Pak Danu sambil berjalan lalu duduk di kursi yang ada di samping tempat tidurku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status