15
Morgan sedang duduk di kursi kerjanya. Matanya berkabut seperti sedang memikirkan sesuatu. Tak fokus dengan pekerjaanya sudah pasti membuat ia melamun dari pada berpikir. Pertemuannya dengan adiknya, Mika. Kemarin adalah pukulan paling sakit yang pernah ia rasakan.
Tautan di kening Morgan makin berkerut saat Morgan merasa telah gagal menjadi keluarga untuk adiknya sendiri. Lebih mementingkan tujuannya tanpa menanyakan keadaan adiknya itu.
“Seenggaknya, apa kalian engga bisa pura pura khawatir?”
Kembali, pertanyaan sarkasme Mika memb
16 Mika berjalan kembali ke arah ruangannya. Setelah mengantarkan MRs Johan ke ruanganya, ia memutuskan untuk kembali ke ruangannya dan bersiap siap. Entah untuk apa? Tapi Mika mulai merasa, kalau ia harus tampil lebih baik dari sekarang. “Astaga!! Kaya alas sepatu anak SMP yang nginjek comberan!!” Mika terkejut dengan perubahan tubuh dan wajahnya sendiri. Bibir pucat tanpa polesan apapun. Berat badan yang jelas menurun karena tak bisa makan sembarangan. Pipi dengan rahang yang terlihat jelas karena perubahan berat bada yang menurun drastis. Apa lagi di tambah dengan piyama yang belum sem
17 Mata Mika masih bertatapan dengan kosong. Ada getaran di hatinya. Ini... tidak wajar. “Maksud saya, kamu seorang wanita yang kuat. Beda dari pasien pasien saya yang sebelumnya.” Penjelas selanjutnya yang Raka katakan. Seperti memupus sebuah tunas yang bahkan belum tumbuh. Sesakit itu di babat sebelum berkembang menjadi pucuk daun teh, atau sebelum menguncup jadi melati. Sekarang, Mika sadar. Dia sudah menjadi kuncup melati yang menginginkan bertemu dan di satukan dengan sepucuk teh di cangkir.&
18 Pagi berjalan begitu cepat. Padahal Mika masih menantikan kalau pukul sembilan pagi itu masih delapan jam lagi. Tapi sia sia. Waktu curang. Ia berlalu dengan sesuka hatinya, walaupun pada dasarnya, ia berjalan dengan wajar. Mika merasakan kesialan menimpanya. Ia tak percaya, hanya karena aroma Raka. Ia menjadi candu akan aroma laki laki itu. Mendapati tertidur dan mengendus aroma itu berkali kali tanpa sadar, Mika sampai harus mengetuk pipinya agar otaknya kembali. “Mba Mika? Ini sarapannya....” suara suter Ana membuat Mika melirik sosok yang ada di depan pintu. Bernafas dengan lega karena tak ada Mega bersatu dengan dokter Raka. Mika mencoba tersenyum dengan sangat senang.
19 “Saya mulai pemeriksaan sekarang....” Raka mulai memeriksa kondisi Mrs Johan. Mega mengganti alat medis yang harus di ganti, mengganti infus. Memberikan beberapa suntikan yang sudah di resepkan Dokter Rico padanya. Kebanyakan adalah beberapa serum antioksidan. “Saya kira Mrs Johan hampir mencicipi teh setiap hari,” celetuk Mega. Ia rasa, teh sudah cukup untuk antioksidan agar menjadi anti kanker. Tapi ternyata, wanita ini terkena kanker. Luar biasa, hidup memang sulit di tebak. “Dulu, waktu suami saya meninggal.” Mrs Johan mulai bercerita.
20 Raka langsung meraih tubuh Mika agar beban tubuh gadis itu bisa ia topang. Mika meremas dada kirinya dengan sangat tersiksa. Kesadaran wanita itu masih ada. Tapi kendali tubuhnya menghilang. Terdengar isakan yang sangat memilukan yang berasal dari Mika. Tanpa sadar, Raka sudah mendekapkan tubuh Mika ke dalam pelukannya. “Jangan menangis....” pesan Raka. Tapi Mika mendengarnya, tapi tetap saja dia mengabaikan pesan Raka. Tangisan Mika malah kian menjadi jadi. “Semuanya ada di tangan Tuhan. Bukan di tangan Dokter ....” Raka masih bersuara dengan lemah lembut, sembari seseka
21 Raka masih mengusapkan tangannya ke rambut Mika. Ia tak menyadari kalau gadis itu sudah bangun. “Kamu dapat besukan pertamamu. Jadi saya harap, kamu.... lekas sehat.” Kalimat itu menjadi penutup keberadaan Raka di ruangan Mika. Setelah yakin kalau Raka benar benar keluar dari ruangannya. Mika memutuskan untuk bangkit. Membuka mata dan melihat keadaan. Begitu tercengangnya Mika saat mendapati bunga matahari di mejanya, bersebelahan dengan parcel buah. Ini harusnya membahagiakan. Tapi kenapa perhatian yang Mika dapatkan dari keluarganya, bersamaan dengan kepergian Mrs Johan. Rasanya, M
22 Raka tersenyum simpul dan mulai berjalan. “Ayo.” Ajak Raka dan Mika mengikuti langkah laki laki itu. Raka melambatkan langkah kakinya. “Kamu udah ngerasa baik baik aja?” tanya Raka. Ia tak melihat ke arah Mika. Ia memilih lurus ke depan. Mika bingung harus bertanya apa. “Maksud dokter, Mrs Johan?” tanya Mika, kalau di tanya tentang wanita yang baru pergi selamanya itu, Mika akan menjawab kalau ia tidak baik baik saja. “Bukan.&r
23 Mika sebenarnya ingin kabur, tapi Raka punya cara yang paling ampuh untuk mencucuknya seperti kerbau penurut yang berjalan di belakang tuannya menuju ke ladang. Raka memegang botol infus Mika. Sesaat Mika seperti melihat cengiran puas di bibir Raka. Tunggu...!! Apa ini salah lihat? Raka tersenyum...? “Ayo ikut saya.” Ucap Raka seperti perintah juga ancaman karena di saat yang bersamaan Raka menunjukan botol infus yang bisa ia cabut dengan cara menariknya. Mika jadi ngilu sendiri membayangkan rasa sakitnya. “Tapi dok-“ “Engga ada tapi tapi.” Jelas sekali Raka t