Dengan lemah lembut, Clarissa mengoles obat merah dan sesekali meniup luka sayat pada tangan David, dia membalutnya pelan dengan kain kasa. Gadis itu merasa sangat berhutang budi pada pemuda itu. ‘Apa yang ada di pikirannya? Kenapa dia bisa melukai diri sendiri seperti ini,’ batin Cla. Luka di lengan David mencuri perhatiannya, kilasan kejadian tadi siang kembali di ingatan. “Terima kasih,” ucap gadis itu memecah keheningan. David terus menatapnya sejak tadi. “Untuk apa?” “Karena telah menyelamatkanku dari maut.” David tersenyum kecut dan segera bangkit. “Sudah malam, istrahatlah.” Pemuda itu kembali ke kamar dengan perasaan kacau. Tatapan Clarissa menganggu konsentrasinya. Siapa dia? dan apa tujuannya menjadi misteri tersendiri bagi David. Malam berganti dengan cepat, Clarissa ketiduran dan masih terlelap di atas kasur. Helena sudah bangun dari tadi dan dua pelayan telah berdiri di sisi tempat tidurnya. “Selamat pagi, Nona.” Bibi Agnes sang asisten datang membangunkan Cla.
Clarissa telah duduk di mobil, setelah meyakinkan Helena semuanya akan baik-baik saja. Gadis itupun pasrah mengikuti David. Tiger dan tuannya saling berembuk, tangan David sakit dan dia meminta Tiger mengalah. Helena menatap khawatir melepas Cla keluar tanpa dirinya. Namun titah Abraham, jelas. Hanya Clarissa dan David yang boleh menghadiri acara penting itu. Klik. Pintu mobil terbuka dan David masuk ke kursi pengemudi. Tanpa bicara, lelaki itu membanting pintu mobil dan menyalahkan mesin, mereka melaju meninggalkan kediaman Reevand. Clarissa terpaku menatap tangan lelaki itu dan bergumam di dalam hati. ‘Kenapa dia harus menyetir sendiri saat tangannya masih cidera, kenapa tidak memakai jasa supir,' batinnya. Mereka telah jauh dari rumah, David berhasil meminta Tiger tidak mengikutinya. “Dengar," ucap David tanpa menoleh. Cla menatapnya segan. "Entah ini akan berakhir baik atau sebaliknya. Aku hanya ingin memberi tahu. Konferensi pers ini sangatlah penting bagi kakek." Cla
David dan Clarissa memasuki ruangan konfrensi pers yang megah, mereka bagai pasangan yang serasi dan langsung mencuri perhatian, para wartawan dan pengawal saling berdesakan demi mengambil foto sesuai angel yang mereka inginkan. Cla gugup sekaligus takut, keringat dingin membasahi telapak tangannya. Beruntung ada David yang selalu stay di sampingnya. "Kau tidak apa-apa?" tanya pemuda itu perhatian. Cla menatapnya sungkan lalu mengangguk canggung. Di Kejauhan, Elo dan Zeland tampak tenang duduk di depan sana. Mereka diam dan mengamati, penasaran bagaimana akhir dari kekacauan ini. “Selamat siang, Tuan David. Silahkan duduk di kursi yang telah disediakan,” ucap sang pembawa acara. Cla yang bingung akan melangkah kemana, terpaku saat David mengenggam tangannya. "Ikuti aku, oke." Cla seolah terhipnotis. Pemuda itu maju dan berusaha melindungi Cla meski tangannya sendiri masih cidera. "Auww!" Grasak grusuk dari awak media membuat Cla hampir terpeleset. David geram melihatnya, sont
Setibanya di rumah, David langsung keluar dari mobil dan meninggalkan Clarissa di sana. Pengawal dan pelayan sigap datang menyambutnya. “Selamat siang, Tuan David. Tuan besar menunggu anda di ruang kerja.” "Hemm, siang." David bergegas, melihat Bibi Agnes berdiri di sana pemuda itupun lantas menghampirinya. “Dia ketiduran, bangunkan dia setelah saya berada di dalam.” “Baik, Tuan.” David pun berjalan menemui kakeknya di ruang kerja. Angelo dan Zeland berada di ruangan yang sama. Klikkk Pintu terbuka, Zeland dan Angelo kompak menatap ke arah pintu. “Bagus lo pulang, darimana aja lo, udah gua bilang jauhi gadis itu. Sekarang lo susah sendiri, kan.” Angelo terus bicara tidak peduli dengan keberadaan Abraham di sampingnya. David mengabaikan sang adik dan berdiri tepat di hadapan sang kakek. “Apa maksud Kakek tadi? Kenapa nggak terang-terangan saja jika memang kakek mau menikahi Clarissa.” Abraham tersenyum, emosi David bagaikan simfoni di telinganya. “Kakek akan melakukannya, V
Suara keributan terdengar dari lantai bawah, Angelo dan kedua saudaranya sedang bermain di ruang billiar. Mereka saling bertatapan saat suara-suara asing menggema terdengar cukup keras. “Ada apa di bawah?” tanya El pada kedua saudaranya. “Entahlah, aku tidak tahu.” Zeland fokus bermain, sedang David memikirkan masalah yang terjadi. “Pajang bunga itu di sana, ganti dekorasinya sebelah sana. Tuan Abraham menginginkan dekorasi yang elegant dan mewah.” David menyadari sesuatu. “Jangan-jangan.” Pemuda itu berlari keluar. Hal itu memantik rasa penasaran kedua saudaranya. Angelo dan Zeland menatapnya aneh. “Mau kemana dia?” tanya Elo pada Zeland. “Entahlah, kau ini cerewet, aku terus bersamamu. Sama halnya denganmu akupun tidak tahu,” ucap Zeland kesal. “Santai aja kali, gua kan cuman nanya?” Mereka keluar dari ruangan dan melihat begitu banyak orang yang berlalu lalang. Semuanya tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang menyusun bunga dan ada juga yang menyiapkan prasma
Persiapan pesta telah rampung, di setiap sudut para pengawal berdiri mengawasi acara yang akan berlangsung, para tamu mulai berdatangan dan ketiga sang pewaris telah siap di tempatnya. Zeland dan Angelo tampak gagah dengan setelan tuxedo berwarna putih, suara musik terdengar mendayu dan para rekan bisnis keluarga Reevand telah datang satu per satu memenuhi undangan. Malam ini, tuan Abraham akan membuat para tamu gempar dengan keputusannya. “Wah, sungguh sangat megah acara yang telah di siapkan. Namun, dimana ketiga pangeran pak Abraham? Aku tidak melihatnya," tanya Pak Damar, salah satu klien penting rekan bisnis Reevand Grup. Zeland dan Angelo turun menyambut para tamu. David berdiri di atas sendirian, seolah mengawasi dari lantai dua. Kakeknya sang empu yang melaksanakan acara kini telah tiba dan di sambut hormat oleh para tamu. Beliau di agungkan, atas kuasa dan jabatannya. “Wah ini dia yang di tunggu-tunggu. Tuan Abraham." “Terimakasih, Pak Damar. Maaf membuat kalian menung
“Katakan padaku, apa kalian berpacaran?” Abraham menghujam keduanya dengan tatapan dingin.David adalah kebanggan Abraham, lelaki itu tidak pernah membangkang sebelumnya. Apa yang dilakukan David barusan membuat Abraham sedikit shock.“Tidak, kami tidak memiliki hubungan.” Clarissa segera membantahnya.Gadis itu perlahan mengetahui siapa Abraham, dia mendapatkan banyak informasi dari Bibi Agnes. Clarissa sangat takut, Abraham menggunakan kekuasaannya untuk menyiksa dirinya dan Helena.“Jawab, David. Jika kalian tidak berpacaran lalu kenapa kau merusak acara kakek malam ini?”David diam membisu. Pemuda itu tak memiliki jawaban untuk dikatakan.“Katakan dan jelaskan pada tuan Abraham, kau dan aku memang tak memiliki hubungan,” pinta Clarissa setengah memohon.Netra gadis itu berkaca-kaca, dia
Clarissa tertidur sangat pulas, gadis itu baru bangun saat matahari sedang terik-teriknya. Helena menunggu dengan sabar. Tidak ada yang berani membangunkannya. Semua itu karena titah Abraham pagi ini.“Huam.” Dia menguap, kepalanya terasa sangat berat.“Eh, jam berapa sekarang?”Helena mendekat dan menunjuk ke arah jam dinding.“Jam 9,” Clarissa terbelalak.“Oh Tuhan, aku akan kena marah. Kenapa Kak Helena tidak mebangunkan aku?”Helena hanya tersenyum. Wanita itu merasa lega karena adiknya terbebas dari keharusan menikahi Abraham.“Nona, minum susu dulu. Tuan Abraham menunggu di halaman belakang.”Bibi Agnes masuk membawa segelas susu di atas nampan.“Dia pasti akan memarahiku,” ucap Clarissa merenggut.B