Share

Bab 10

Aku memarkirkan mobilku di pelataran plaza. Rencananya aku akan membeli semua perlengkapan yang dibutuhkan besok. Ini week end pertamaku dengan keluarga kecilku. Rasanya aku sungguh tak sabar menunggu momen itu hingga berpuluh jam lagi.

Ku dorong trolly dan memasukkan barang barang yang telah aku buat list sebelumnya. Setelah semuanya lengkap, segera aku berjalan ke meja kasir untuk menyelesaikan transaksi pembayaran.

Wajah Aiswa yang nampak begitu bahagia saat mendengar ajakanku berlibur kemarin, demikian terbayang di pelupuk mata. Membuat bibirku tanpa sadar menerbitkan sebuah senyum.

"Eh mbak, yang di belakang dah pada antri tuh. Buruan!" Seorang ibu yang sedang mengantri di kasir sebelah menyenggol lenganku.

"Diiih, malah senyum senyum sendiri!" Terdengar yang lain ikut menimpali.

Aku tersentak kaget. Antara keki juga malu, ku tengok orang orang di belakangku. Ternyata benar, antrian begitu panjang mengular, dan sudah tiba giliranku untuk membayar. Pantas saja mereka sewot.

"Oh, maaf!" jawabku singkat menahan malu. Mungkin wajahku saat itu sudah benar benar seperti orang b*go. Segera kukeluarkan uang dan membayar semua belanjaanku.

Dua kantong kresek besar kutenteng di kedua tanganku. Aku berjalan cepat meninggalkan antrian dan tak ku hiraukan lagi keadaan di sekelilingku. Aku abai saja dengan orang orang di sana yang melihatku dengan tatapan aneh sambil berbisik bisik.

Tiba tiba saja!

"Buuugghhh" Tubuhku menabrak seseorang dari arah yang berlawanan. Meski aku tak sampai terjatuh, tapi satu kresek di tangan kiriku terpental hingga keluarlah sebagian isinya.

Segera aku membungkukkan badan untuk memunguti barang barangku yang terserak. Namun belum juga aku selesai melakukannya, kedua mataku terpaku pada beberapa barang yang sepertinya bukan milikku. Sebab semua benda itu biasa sekali digunakan oleh para mereka kaum adam. Ada silet cukur, sabun muka khusus cowok, juga satu pack besar tissue.

"Itu punyaku!" Sebuah suara bariton seolah berusaha menjawab tanda tanya di kepalaku. Aku mendongak mencari si empunya suara tersebut.

Namun selanjutnya, seketika wajahku berubah masam. Bagaimana tidak, aku merasa selalu mengalami nasib sial tiap kali berdekatan dengan lelaki itu. Tak terkecuali kali ini. Ya..., siapa lagi kalau bukan Fattan si Tuan arogan itu.

"Siapa juga yang mau mengambilnya!" Aku mendengus sebal. Tanganku kemudian meraih satu pack pembalut, satu satunya barangku yang masih tercecer di lantai.

Kuhentakkan kasar langkah kakiku meninggalkan pria arogan itu. Namun, sempat ekor mataku meliriknya. Dengan santainya dia masih berdiri, memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana sambil memalingkan mukanya. Huuh...menyebalkan sekali dia!

"Tok tok tok!" Baru saja aku masuk ke dalam mobil, tiba tiba kudengar sebuah ketukan di kaca mobilku. Aku menoleh untuk melihat siapa orang itu.

Huuuf! Aku menghembuskan napas kasar. Lagi lagi dia! "Apa maunya sih?" batinku kesal.

"Apa?" ketusku.

"Apa kau pikir aku memerlukan ini sampai kau harus meninggalkannya untukku?" Fattan menyodorkan sebuah plastik putih padaku.

Meski ragu, tapi aku tetap menerima plastik tersebut. Kuraih dan lantas kubuka untuk melihat isi di dalamnya, yang seketika membuat mataku langsung membulat lebar.

"What? Pembalut?" teriakku dalam hati. Itu pembalut yang persis sama dengan yang tadi kubeli. "Bagaimana benda ini bisa ada padanya?"

"Kembalikan tissue ku!" katanya, lagi lagi dengan ekspresi dingin.

Tanpa berkata lagi aku langsung mengambil kresek belajaanku di dalam mobil. Benar saja, satu pack benda bertuliskan "TISSUE" teronggok manis di dalamnya.

Oh Tuhan! Aku menepuk jidatku sendiri. Tissue dan pembalut itu mempunyai kemasan warna dan ukuran yang hampir sama. Rupanya aku tadi sudah salah ambil karna begitu buru buru.

Aaah, entahlah! Mukaku pasti sudahmemerah seperti kepiting rebus. Malu sekali!

💖💖💖

"Ibu, Aiswa! Ayo buruan! Kita harus berangkat cepat. Kalau tidak nanti terlalu macet," teriakku memanggil Ibu dan putriku usai memanasi mesin mobil.

"Iya Ma, kita udah siap kok!" Aiswa berlari keluar rumah dengan riang.

Kulihat penampilan Aiswa kali ini berbeda dengan biasanya. Kalau sehari hari rambutnya hanya di kucir dua, kali ini rambutnya di kepang kecil kecil dengan jumlah yang banyak mengitari kepalanya.

Tak lama kemudian Ibu terlihat menyusul berjalan di belakang Aiswa. Tak seperti biasanya, kali ini pun Ibu juga menyapu wajahnya dengan riasan tipis. Membuatnya nampak sangat cantik dan kembali lebih muda dari usianya sekarang yang memang sudah kepala lima.

"Lama banget sih!" gerutuku ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil.

"Itu, Aiswa minta di kepang kecil kecil gitu. Jadi lama kan?" Tumben Ibu ngeles.

"Hahaha! Ga gitu, Ma! Aiswa udah siap dari tadi. Kan di kepangnya udah dari abis subuh tadi. Tapi barusan..." ucapan Aiswa terputus.

Rupanya Ibu menyikut lengan Aiswa sambil mengedip ngedipkan matanya.

"Hussst!" Ibu sekali lagi memberi kode dengan meletakkan satu jari telunjuknya di depan mulut.

"Apaan sih pada rahasia rahasiaan segala?" Aku mulai kepo.

"Hahaha. Tadi abis Aiswa selesai di kepang, Ais maksa nenek buat dandan." Kali ini rupanya anakku lagi kurang kompak sama neneknya.

Aku yang mendengar cerita anakku hanya mengulum senyum. Sementara Ibu sendiri terlihat bibirnya mengerucut lucu. Haha, baru ini ku lihat Ibu ngambek!

"Tapi nenek jadi keliatan cantik banget ya Aiswa?" Tanyaku sambil melirik Ibu dari spion mobil.

"Iya pasti cantik lah Ma, nenek siapa dulu dong?" Aiswa menimpali sambil senyum senyum menggoda neneknya.

Wajah Ibu bersemu merah jambu karna tersipu malu. "Aah sudah sudah, kalian ini pintar sekali menggoda orang tua!"

"Hahaha!" Seketika tawa kami pecah bersama.

Sungguh indah ternyata bercengkrama bersama keluarga. Bodohnya aku yang selama ini selalu terkungkung dalam masa suramku, hingga mengabaikan perhatian untuk mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status