Share

Pesan Bunda

Pagi harinya, Lara yang sudah berseragam rapi baru saja turun dari kamar sambil menggendong tas dan menenteng tote bag yang berisi buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya.

"Pagi semua," sapa Lara yang langsung ikut bergabung dan duduk dimeja makan bersama keluarganya yang lain. "Loh, Kak Dafa udah ikut sarapan aja, bukannya semalem belum pulang ya?" Dafa adalah kakak laki-laki Lara. Kebetulan sang kakak adalah salah satu mahasiswa yang memang cukup aktif menjadi panitia kegiatan di kampusnya, sehingga seringkali pulang larut malam bahkan tak pulang.

"Tadi Kakak pulang subuh, tidur dulu dua jam terus bangun buat sarapan, soalnya habis ini masih harus balik lagi ke kampus."

"Ya Ampun Kak, sibuk banget. Emang kalau udah jadi mahasiswa pasti bakal sesibuk itu ya?" Lara jadi penasaran dengan kehidupan seorang mahasiswa. Terlebih Lara yang kini sudah menginjak 12 SMA sebentar lagi juga akan masuk universitas, ia penasaran akankah dirinya menjadi mahasiswi seperti kakaknya yang super sibuk?

"Nggak juga kok Ra, ya tergantung mahasiswanya juga. Yang kuliah cuma gaya-gayaan banyak, yang kuliah cuma buat ajang cari title semata banyak, yang kuliah cuma buat ajang gengsi juga banyak, yang kupu-kupu pun juga banyak."

"Kupu-kupu apaan sih Kak Dafa?" Sambar Sandra dengan mulut yang masih penuh makanan.

"Kupu-kupu itu singakatan dari kuliah pulang kuliah pulang."

"Oh..." Angguk Sandra.

"Anak-anak, tolong ya fokus sarapan dulu, baru nanti nanya-nanyanya," titah Bunda.

"Hehehe... iya Bunda," balas ketiga anaknya serempak.

"Oh iya Bun, ayah hari ini jadi pulang kan? Jam berapa ya kira-kira, soalnya Dafa mau pake mobil yang ada dirumah."

"Umー tadi malem Bunda telpon ayah katanya, landing pesawatnya sih paling sekitar jam lima sore."

"Oh Gitu, yaudah Nanti Dafa balik ke rumah jam tiga, biar kita bisa sama-sama jemput Ayah ke bandara."

"Yah... Lara nggak bisa ikut jemput dong?" Karena hari ini ada les tambahan hingga jam delapan malam, Lara jadi merasa kecewa karena tidak bisa ikut menjemput sang ayah nanti sore.

"Parah banget kakak, masa Ayahnya pulang nggak mau jemput, parah... parah... durhaka loh..." sahut Sandra yang sengaja menggoda kakaknya.

"Sandra...," Tegur Hani.

"Hehehe, maaf Bunda, Sandra cuma becanda kok, canda bercanda."

Lara terlihat jadi gamang dan tidak enak hati, pasalnya ia sebenarnya juga ingin sekali menjemput sang ayah pulang, tapi bagaimanapun dirinya juga harus mengikuti les tambahan.

"Lara... kalaupun kamu nggak ikut jemput ayah, pasti ayah juga ngerti kok. Justru Ayah bakal marah kalau misalnya kamu bolos les."

Lara tersenyum tipis. "Gitu ya Bun."

"Iya," angguk Bunda.

"Parah ih kakak parah...," goda Sandra lagi sambil tertawa.

"Sandra ayolah... kakaknya jangan dipanas-panasin gitu terus dong," tegur bunda ke Sandra.

Adik Lara itu pun hanya bisa cekikan puas, menggoda kakak perempuannya.

"Yaudah kalo gitu Dafa manasin mobil dulu ya," ujar Dafa yang sudah selesai sarapan. "Ra, kamu bareng kakak aja ya ke sekolahnya, biar kakak anterin!"

"Sandra juga mau dianter!" Sahut belia tiga belas tahun yang sifatnya masih saja kadang seperti anak SD.

"Kamu nggak boleh! Iya kan kak Daf?" Gantian Lara yang menggoda adiknya kali ini.

"Ih... kak Lara, Sandra kan capek kalau harus nunggu bus sekolah!"

"Biarin aja, anak manja mah nggak boleh dibaikin."

"Bunda Kak Lara tuh...!" Sandra mulai merajuk. 

"Hu... ngadu, dasar manja," ledek Lara dengan senyum iseng yang sebenarnya penuh rasa sayang.

"Udah! Biar adil dua-duanya Kak Dafa angkut!" Ujar Dafa yang kemudian pergi untuk menaskan mobil.

"Siap kak Dafa! Wek!" Sandra balik meledek Lara dengan menjulurkan lidahnya. "Bun, Sandra udah selesai sarapan, Sandra mau beresin buku dulu ya dadah..." Sandra si manja malah langsung pergi meninggalkan meja makan. Melihat tingkah adiknya, Lara pun hanya bisa bergeleng-geleng kepala "Huh dasar abg kecil, bukannya bantu Bundanya beresin alat makan dulu malah kabur!"

"Nggak apa-apa Kak, toh kan Sandra harus beresin tas sekolahnya dulu," ucap Hani yang mulai membereskan alat bekas sarapan putra putrinya.

"Udah Bun, sini biar Lara aja yang bawain ke cucian piring. Masa Bunda udah masakin, masih aja direpotin sendiri." Lara yang juga sudah selesai makan langsung mengangkut piring-piring bekas sarapan itu dan mencucinya.

"Loh nak, kamu ngapain cuci piringnya juga? Nanti baju kamu basah loh..."

"Udah Bunda tenang aja, lagian Lara kan pake celemek jadi nggak akan basah, iya kan?"

Hani tiba-tiba terdiam lalu mengulum senyum manis sambil menatap putri sulungnya yang kini sudah menjelma menjadi gadis dewasa yang cantik jelita dan baik hati. Sebagai seorang Ibu, Hani pun tak kuasa menahan rasa haru dan bangga pada putrinya itu. Ia pun membelai rambut indah Lara yang menjuntai hampir sepinggang.

"Bunda, ngapain?" tanya Lara kaget tiba-tiba rambutnya dibelai oleh sang bunda.

"Nggak apa-apa sayang, Bunda cuma ngerasa bangga banget sama kamu. Bunda bersyukur sekali, karena Tuhan sudah kasih Bunda seorang putri yang nggak cuma cantik parasnya, tapi hatinya juga baik. Dan dia juga gadis yang membanggakan buat Bunda."

Lara mengeringkan tangannya yang baru selesai mencuci piring, lalu memeluk bunda tercintanya. "Lara juga bangga... banget, karena punya Ibu sebaik dan sehebat bunda. Bunda yang selalu sabar dan pengertian sama anak-anaknya yang sering kali buat bunda kesel."

"Iya dong, meskipun kalian suka bikin jengkel, tapi Bunda sayang sekali sama kamu, Dafa dan Sandra. Kalian semua adalah hadiah terindah dari Tuhan buat Bunda dan Ayah." Hani membelai kedua pipi merah merona putrinya, menatapnya dengan penuh kasih sayang dan rasa bangga seorang ibu. "Kamu udah semakin dewasa sayang, semakin cantik, semakin memesona, dan semakin terpancar aura kamu. Bunda yakin pasti banyak laki-laki yang suka sama kamu. Iya kan?"

Lara langsung membulatkan mata saat bundanya membahas soal laki-laki.

"Nggak apa-apa kok kalau kamu mau suka sama lawan jenis, tapiー"

"Tapi Lara sebenernya udah punya seseorang yang Lara suka Bun." Akhirnya tiba saatnya aku jujur sama Bunda soal hubungan aku sama Gilang yang udah kita jalanin selama tiga bulan terakhir ini.

Hani langsung mengerutkan alisnya. "Maksud kamu apa sayangー?"

"I- iya Bun, sebenernya udah sebulan yang lalu Lara mau bilang kalau Laraー sebenernyaー um..." Lara ragu mengatakannya, ia takut Bundanya marah, pasalnya Lara baru diizinkan pacaran saat lulus SMA nanti. Tapi karena tidak mau bohong teralalu lama, Lara pun akhirnya memutuskan untuk bilang. Namun alih-alih dimarahi, Hani justru tersenyum kecil dan membelai rambut sang putri. "Jadi, putri bunda ini udah paham cinta ya sekarang?" 

"Bu- bunda, bunda nggak marah?"

Hani menggeleng. "Bunda nggak marah sayang, asalー kamu janji buat bawa pacar kamu ke rumah, kenalin ke Bunda sama Ayah."

"Beneran Bun?" Lara masih belum yakin.

"Iya Beneran masa bohongan."

Lara seketika tersenyum senang, "Kalo gitu, pokoknya segera Lara bakal bawa Gilang ke rumah."

"Jadi namanya Gilang...?"

"I- iya Bunda, namanya Gilang. Dia mantan ketua osis angkatan aku, anaknya baik kok Bun," terang Lara dengan malu-malu dan mata berbinar-binar.

"Iya sayang, Tapi ingat selalu pesan Bunda." Hani sekali lagi membelai pipi putrinya dan menatapnya dalam-dalam.  "Kamu harus ingat satu hal Lara, pada diri seorang gadis ada mahkota yang harus ia jaga. Karena ibarat bunga, kamu adalah bunga yang baru saja merekah dengan indah sudah pasti bayak yang ingin memetiknya, jadi... tolong jaga keindahan mahkota itu sampai benar-benar tiba waktunya mahkota itu siap kamu lepas. Jangan biarkan sembarangan laki-laki merusaknya. Berikan mahkota itu hanya kepada dia yang memang terbaik untuk kamu selamanya. Pahamkan maksud Bunda? "

Lara mengangguk "Iya Bunda, Lara akan selalu inget pesan Bunda untuk jaga kehormatan Lara. Yaudah, kalo gitu Lara berangkat sekolah dulu ya. Dah Bunda..." Setelah salim dan memeluk Bundanya, sang anak gadis pun beranjak pergi.

Hani masih terdiam sambil tersenyum memandangi Lara yang sudah melangkah pergi. "Bunda bangga sama kamu Lara, bangga sekali."

 **

"Yaudah yuk kita berangkat!" Ajak Lara yang baru saja keluar. Ternyata adik dan kakaknya sudah sejak tadi menunggu dirinya di depan.

"Huh lelet banget deh Kakak, kita udah dari tadi nih nunggu!"

"Sorry deh, lagian kakak telat kan juga gara-gara kamu yang males nggak mau bantu cuci piring."

"Loh kok nyalahin Sandra sih!"

"Udah ah jangan ribut, cepet masuk mobil nanti  telat!" Ujar Dafa sambil melihat jam tangannya. Tiga bersaudara itu pun akhirnya berangkat pergi dengan diantar oleh bunda mereka. "Daa... Bunda..." Ujar ketiganya secara bergantian.

"Bye semua, hati-hati nyetirnya Dafa jagain adik-adiknya." Seyuman ibu tiga anak itu mengembang memandangi anak-anaknya yang ia cintai berangkat menuntut ilmu.

🥀🥀🥀

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status