Share

Part 05-Pingsan

Clarissa POV

Hari ini adalah hari pertamaku memasuki masa putih abu-abu, setelah kemarin telah selesai berkutat dengan MOS dan segala tetek bengeknya. Aku sudah terbiasa bangun pagi untuk bersiap sekolah, walau terkadang kalau tidurku larut malam karena tugas menumpuk membuatku terlambat bangun dan harus dibangunkan oleh mamaku.

"Clarissa, nanti semangat yah belajarnya!" mama memberikan aku semangat saat aku sedang berjalan ke dapur untuk mengambil minum, karena saat ini mama sedang memasak untuk sarapan kami. Aku tersenyum ke arahnya sambil mengambil gelas dari rak piring, saat ini aku masih mengenakan piyama panjang bergambar doraemon.

"Iya, Mah. Tapi sayang Clarissa gak sekelas sama Ares, Lala dan Chris." Aku sedikit sedih menceritakan hal itu pada mama, mengingat aku dan para sohibku tidak bisa bersama. Padahal sejak SD sampai SMP kami selalu bersama, walau sekarang kami juga masih satu sekolah hanya beda kelas saja.

Kulirik jam yang berada pada dinding dapur, ternyata sudah menunjukan pukul 04:35 WIB. Seketika aku langsung bergegas kembali ke kamarku untuk mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Aku ingat hari ini aku sudah janji pada kak Axcel untuk datang ke sekolah jam setengah enam, kalau sampai terlambat dia pasti akan marah dan akan semakin memberikan hukuman yang lebih berat.

Setelah selesai mandi aku langsung berganti pakaianku dengan seragam sekolah baruku. Aku bergegas berpamitan pada mama yang tengah menyusun makanan di meja makan. Aku yakin papa dan kak Angel masih bersiap-siap di kamar mereka masing-masing, atau mungkin malah belum bangun karena ini masih jam lima lebih lima belas menit. Biasanya kakakku bangun setengah enam, barulah dia berangkat sekolah jam setengah tujuh.

"Mah, Rissa mau pamit berangkat sekolah dulu yah. Maaf Rissa nanti sarapan di katin sekolah saja," pamitku sambil mencium tangan mama.

"Loh, ini masih pagi buta, Sayang. Kenapa kamu mau berangkat sepagi ini?" mama nampak kaget saat melihatku sudah rapih serta buru-buru ingin berangkat ke sekolah.

"Aku ada keperluan mendadak, Mah, aku pamit dulu." Aku memberikan alasan yang random, semoga mama tidak curiga dan bertanya lebih jauh. Melihat mama hanya diam, aku kemudian bergegas pergi menggunakan ojek online yang sudah kupesan.

Sebenarnya ada masalah apa sampai kak Axcel menyuruhku berangkat pagi buta ke sekolah? Kalau aku nanya entar dia marah, ah, sudah lah. Aku memang heran, tapi kemudian aku menepis semua pertanyaan yang ada dibenakku, sekarang yang terpenting adalah aku sampai di sekolah tepat waktu.

Setelah sampai di gerbang sekolah, pak satpam yang berjaga di gerbang nampak heran melihatku yang datang sepagi ini. Aku menjelaskan bahwa ada barang yang ketinggalan di kelas dan harus diambil pagi-pagi sekali, akhirnya dia percaya dan membiarkan aku masuk.

Aku duduk disebuah bangku yang berada di pinggir lapangan, menunggu sampai kak Axcel tiba. Namun cukup lama sekali aku menunggunya, dia belum datang. Kulihat sekelilingku, sekolah masih sangat sepi, lagian siapa juga yang mau berangkat jam setengah enam pagi. Murid teladan saja biasanya sampai di sekolah pukul enam.

Lama sudah aku menunggu, dari yang tadinya masih berembun serta gelap sampai akhirnya kini sudah terang dengan sinar matahari yang mulai muncul. Dari yang tadinya sepi, sekarang sudah banyak anak-anak yang berlalu lalang. Namun mengapa kak Axcel belum datang juga? Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengirim pesan padanya.

Padahal saat aku melirik jam tanganku, sudah jam 06:25 WIB, tapi sejak tadi belum kelihatan juga batang hidungnya. Kalau begini ceritanya, sia-sia saja aku berangkat pagi buta dan melewatkan sarapan pagi bersama keluargaku.

To : Kak Axcel

Kak, ini Clarissa udah di sekolah dari tadi subuh, Kak Axcel dimana?

Setelah kukirimkan pesan itu padanya ternyata tidak ada balasan, lama sudah aku menunggunya hingga rasanya benar-benar lelah. Tapi tetap saja dia tidak muncul, bahkan membalas pesanku saja tidak. Padahal dia yang menyuruh untuk jangan terlambat tapi dia sediri yang telat dan susah dihubungi. Bayangkan saja, kalau dihitung-hitung sudah sejam lamanya aku menunggu dia, padahal bagiku menunggu itu adalah hal yang sangat menyebalkan.

"Clarissa, lo ngapain disini?" tanya Lala yang baru datang

"Emm anu, a-aku lagi nunggu orang," jawabku jujur.

"Nunggu siapa? Ayo ngaku!" goda Lala padaku, nampaknya dia salah paham dan mengira yang tidak-tidak. Padahal kenyataannya aku sedang menunggu senior rese yang sejak tadi tidak bisa dihubungi.

"La, aku mau curhat deh sama kamu." Akhirnya aku memutuskan untuk menceritakan saja semuanya pada Lala, dia kan sahabatku. Sejak dulu kami selalu berbagi rahasia dan saling mencurahkan apapun masalah kami.

“Kamu inget kan, waktu kita main game di Kafe. Ternyata sasaran dare aku sekolah di sini, dan sialnya lagi dia ternyata senior yang cukup berpengaruh di sekolah ini!” ujarku memulai cerita.

“HAH? Kok bisa kebetulan gini, terus dia inget sama lo?” Lala memekik kaget dan aku langsung mengisyaratkan dirinya untuk mengecilkan suara.

“Iya, jelas dia inget. Sekarang aku lagi berusaha menebus kesalahanku dengan menuruti semua kemauannya yang semena-mena itu. Tapi gapapa deh, ini juga salahku sih.” Aku menghela napas pasrah, karena setelah aku pikirkan kembali, mungkin ini salah satu cara kak Axcel membalas sakit hatinya karena ulahku.

“Astaga Rissa, lo apes banget sih. Sabar yah, kalau dia udah keterlaluan sebaiknya lo juga tegas ya.” Lala terlihat iba padaku, aku hanya mengangguk saja mendengar nasehatnya.

“Ya udah, gue masuk kelas duluan ya. Udah mau bel masuk soalnya, lo juga harus buru-buru masuk kelas deh. Mungkin dia udah di kelasnya, ini kan udah mau jam tujuh.”  Lala berpamitan padaku.

“Iya La, kamu duluan aja,” jawabku.

Lala pergi terlebih dahulu ke kelasnya, aku kembali melihat ponselku berharap ada balasan dari kak Axcel namun nihil, dia sama sekali tidak memabalasnya. Parahnya sampai bel berbunyi, kak Axcel tidak juga datang menemuiku.

Lalu kuputuskan masuk kelas karena tidak mau dicap terlambat, padahal kalau dipikir-pikir aku siswa pertama yang sampai di sekolah pagi ini tapi aku juga masuk deretan siswa terakhir yang masuk ke dalam kelas.

Hari pertama putih abu-abuku, pelajaran yang aku dapatkan di kelas hanya sebatas perkenalan antara guru dan murid saja, lalu kami juga bercerita-cerita diri kami masing-masing, tentang alamat rumah, hobi, prestasi, sekolah asal dan lain sebagainya. Intinya dihari pertama hanya sebatas perkenalan dan pengakraban diri.

Kak Axcel

Lo di mana? Istirahat samperin gue di kantin!

Itulah pesan masuk dari kak Axcel, bukannya menjawab chatku yang tadi pagi. Dia malah marah-marah dan seenaknya sendiri menyuruh-nyuruh lagi. Tidak tahkah dia, aku sudah menunggunya sangat lama hingga aku lupa sarapan pagi. Oh astaga, sabar Clarissa. Aku menenangkan diriku sendiri.

Akhirnya bel tanda istirahat pun berbunyi, aku bergegas pergi ke kantin untuk menemui seniorku itu. Dan tenyata benar saja, dia sudah duduk di kantin itu dengan gayanya yang tengil. Aku melangkahkan kakiku mendekatinya, kuhela napasku mencoba menambah stock sabarku.

"Kemana lo tadi pagi?" tanya kak Axcel sinis sambil menatapku yang baru datang dengan tatapan tajamnya

"Aku udah nunggu Kakak di lapangan sejak jam setengah enam pagi, Kak. Aku juga udah chat Kakak, tapi gak dibales!" jawabku sambil menahan emosi.

"Oh, udah berani ya lo nyalahin gue. Lagian siapa yang nyuruh lo nunggunya dilapangan, huh?" kak Axcel malah marah padaku, sebenarnya di sini siapa yang salah sih.

"Kan kakak gak bilang nunggu di mana,” jawabku lagi tak mau kalah.

"Lagian lo gak nanya, bego." Kak Axcel memaki diriku membuatku membelalakan mata tak percaya, bisa-bisanya dia membuat semuanya terdengar seperti salahku. Astaga sabar Clarissa, tahan… tahan, jangan emosi.

"Udah sana, lo beliin gue makanan. Gue mau bakso, es teh manis, gorengan, ketoprak, dan cemilannya yang banyak. Oh, dan lo harus bawanya sekalian alias gak boleh bolak-balik!" titahnya seenak jidat, yang benar saja memangnya aku punya berapa banyak tangan. Mungkin aku bisa meminjam nampan milik ibu kantin, tapi sepertinya dia hanya punya satu nampan dan itu sedang dipakai.

"Lah gimana caranya Kak, lagian mangkok bakso kan panas gimana aku bawanya? Mau pakai nampan juga gak ada soalnya lagi dipake," protesku padanya.

"Terserah lo lah, gimana kek, yang penting harus bisa. Karena itu hukuman buat lo, cepet sana gue udah laper, nih duitnya!" ujarnya sambil memberikan uang padaku, aku menerimanya sambil mendengus sebal lalu pergi meninggalkannya.

Aku mengantri dan membeli pesanannya, aku bersusah payah membawa semua ini sekali jalan, tubuhku oleng, bakso tumpah kebajuku. Sungguh kulitku terasa begitu panas seolah terbakar, tapi kakiku terasa dingin diwaktu yang sama karena tersiram es teh manis.

"Aww, panas.. panas!" pekikku sambil mengibaskan-ngibaskan tanganku yang terkena kuah bakso. Kulihat kulit tanganku yang terkena kuah bakso panas nampak memerah, rasanya perih sekali.

"Lo gimana sih, bawa begituan aja gak becus! Jadi tumpah semua kan makanan gue!" bukannya menolong atau bagaimana, kak Axcel malah memakiku.

"Udah sana beli lagi, buruan, gue udah laper banget!" titahnya dingin tanpa memperdulikan aku yang kesakitan. Aku hanya bisa menunduk menahan air mataku agar tidak mengalir keluar. Dengan menahan perih dipergelangan tanganku, akupun bergegas pergi untuk memesan makanan lagi.

Kurasakan perutku berbunyi, aku ingat aku belum makan apapun sejak tadi pagi karena berangkat sekolah dipagi buta. Rasanya sangat perih seperti rasa kelaparan pada umumnya. Kurasakan kepalaku mulai pening, tubuhku lemas dan aku pun terjatuh. Untuk apa yang terjadi selanjutnya aku tidak tau karena aku tak sadarkan diri, kurasakan semuanya gelap.

Wihelmina Miladi

Terimakasih yang sudah mau mampir, semoga kalian suka. Jangan lupa votenya yah, masukan cerita ini kedaftar pustaka juga.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status