Benda Kotak berantai itu terus saja menghantam kepalaku, wajahku, tanganku bahkan leherku tak luput dari sambaranya.
Aku sudah berusaha menjelaskan pada Mala, namun wanita ini seperti kerasukan jin ponsel, dia bahkan menarikku ke tengah semak belukar sekarang."Cari!" Tirahnya, kakinya menghentak-hentak tanah, seperti orang tersetrum saja!Aku menyisir tempatku berpijak sekarang, bagaimana akan kucari benda sekecil itu di rimbunnya rumput liar ini?"Cari mas!" Aku terkejut Mala melemparku dengan kerikil, segera saja aku berjongkok, menyibak semak dan duri di depanku.Sialnya aku, baru beberapa saat lalu membayangkan nikmatnya liburan, kini aku harus mencari benda sia*lan itu. Bodohnya aku, kenapa juga harus kubuang, harusnya kumasukkan saja ke tas Mala lalu memintanya keluar bersama ponselnya itu.Aku lihat Mala masih menyisir rumput yang lebih pendek, sementara dia paksa aku membuka hutan duri di teHari mulai gelap, Selepas solat Isya bersama dan makan malam yang hangat, aku duduk berdua dengan mas pandu di bakon rumahku.Balkon memang selalu jadi tempar favorit kami bercerita. Dulu di rumah, Kami akan naik tangga bambu dan duduk berlama-lama di atap rumah hanya untuk saling berbagi cerita.Lalu semenjak rumah di renovasi, Bapak membuat baklon juga di belakang rumah. Bapak bilang, itu di buat untukku dan Mas Pandu, karena seringnya kami memanjat ke atap rumah. Namun kenyataanya jadi hak milik Emak, tempat istimewa menjemur pakaian saat siang." Bagaimana kabarmu mas? "Mas Pandu menatapku sebentar, lalu memandang langit yang penuh bintang."Aku baik, seperti yang kau lihat. Kau sendiri, apa kesibukanmu?"Aku hanya tersenyum, memandang rumput plastik tempat kami duduk. "Jadi istri sholeha mas, tu pekerjaanku.""Itu bukan pekerja Din!""Lantas?" Aku
Aku masih terdiam mendengar tanya mas Pandu. Haruskah aku bercerita padanya sekarang? Atau nanti menunggu semuanya jelas."Tak ingin memulai bercerita?"Dia kembali melemparkan tanya. Aku hanya tertunduk menatap rumput sintetis di kakiku."Baiklah Din, simpan sendiri saja!" Ucapnya lagi, lalu berjalan masuk ke dalam rumah."Mas, tunggu!" Akhirnya aku menyerah."Duduklah!" Aku memintanya duduk kembali.Mas Pandu menurutiku, kuhembuskan nafas panjang sebelum memulai, akhirnya semua bebanku lolos keluar dari krongkongan. Kecuali tentang siapa perempuan itu dan Dreamnet."Lantas apa yang akan kau lakukan?""Mengumpulkan bukti mas, sejauh ini aku belum memiliki banyak bukti." Ucapku menerangkan."Aku dan Mas Haris memiliki perjanjian pra nikah. Toko mebel pemberian Bapak, Rumah ini dan juga separuh saham bapak di batu bara, masuk sebagai harta kami bersama setelah
Bapak, Mas Pandu dan Mas Haris mengobrol hingga larut sekali, aku tak ingat pukul berapa Mas Haris masuk kekamar, pagi ini dia bahkan bangun terlalu siang.Ini hari minggu, jika sesuai rencana harusnya sekarang dia sedang bercinta dengan pujaannya, tapi justeru kembali ke rumah degan wajah penuh polesan merah."Bangunmu siang sekali?"Bapak menegur saat Mas Haris turun dari tangga.Mas Haris hanya tersenyum lalu duduk di meja makan."Iya pak, Haris lelah" Ucapnya membela diri."Biasakan solat subuh berjamaah, kamu laki-laki, sehat, waras, wajib solat di Masjid! Masjid juga tak terlalu jauh."Mas Haris tersedak mendengar ucapan Bapak, jelas dia tersindir sekarang, jangankan solat sendiri, azan saja justeru tidurnya semakin pulas.Aku hanya melihatnya sambil menata makanan di piring, lalu membawanya ke meja makan. Mataku melihatnya tajam, entah mengapa ia malah salah tingkah.
"Yaa Allah mbak, ada apa ini?" Seorang Wanita bertubuh gempal mendekat dan memapahku duduk di teras samping rumah Mala. " Saya ini kakak sepupunya bu, datang kemari meminta kejelasan, kenapa dia menjalin hubungan terlarang dengan suami saya." Ucapku tergugu, tentunya dengan air mata buaya."astagfirullah! " mereka mejawab bersahutan, saling pandang dan saling berbisik menaruh iba padaku."Perempuan murahan!" Celetuk wanita berambut ikal." Betul mbak Yasi, warga baru saja sudah bikin masalah!""Jangan-jangan suaminya mbak ini mobil hitam yang sering kesini itu ya? mobilnya Mobili* yaa mbak?"Aku semakin kencang menangis, saat yang disebutkan memang benar mobil mas Haris. Aku anggungkan saja kepalaku dengan kencang."Tapi ada mobil lain juga yang sering kesini lho, ganti-ganti." seseorang yang lain menimpali, aku yakin dia pemilik rumah yang sekarang aku duduki.Kubuka leb
Selesai kuperbaiki mobilku, aku bergegas kembali ke rumah, Emak pasti sudah menungguku cemas. Saat berkendara, aku mendengar bunyi dering, ternyata aku mendapat sebuah pesan dari ponsel rahaisaku. Segera aku menepi dan membaca pesan yang ku terima.King J[Queen, kau baik-baik saja?]Aku merasa heran dengan pertanyaan King J, apa ada sesuatu yang terjadi?'Yaa, aku baik. Ada apa King?' Kukirim sebuah voice note.King J[Dengar Queen, Jangan mendekati Mala saat ini, aku baru menemukan informasi tentangnya, kita semua harus bertemu!]' Aku baru saja mendampratnya, bahkan dia mengirim dua orang untuk menghadangku, Informasi apa? Apa terjadi sesuatu?'Sebuah voice note masuk'Kau tak apa Queen? Berhenti mendekatinya secara langsung. Mala ternyata bukan cuma gundik suamimu, dia juga terlibat jaringan obat terlarang'" Astagfirullah!" Aku berucap sepontan.
Aku berdiri setelah menampar lelaki menjijikan ini, kutatap tajam wajahnya yang hanya menunduk, mungkin terkejut melihatku seberani ini. Aku mungkin lembut sebagai istri, tapi tak akan berlaku bila aku disakiti!"Dengar baik-baik mas Haris Gunawa, jika kau memang berniat menikahi Mala, ceraikan aku! Menikahlah dengannya setelah itu.""Akan kubicarakan ini pada Bapak, nanti ketika aku ke rumahnya. Sekarang biarkan Bapak dan Emak tenang di rumah ini!" Aku berucap pelan agar tak terdengar diri bawah."Aku tak bisa Dina, aku tak akan menceraikanmu!"Aku berbalik dan menatapnya, apa yang lelaki ini pikirkan!"Jika kita bercerai, aku hanya akan mendapat 20 persen harta ini, itu jumlah yang sedikit dibandingkan seluruh aset keluargamu!"Aku tersenyum sinis, menatapnya lebih dari sekedar jijik sekarang. Dengan tanpa rasa malu, dia bilang dua puluh persen itu sedikit, luar biasa lelaki ini!"Lal
Setelah membersihkan diri, aku turun ke lantai bawah. Mas Haris terlihat sudah bersiap ke kantor, aku berjalan melewatinya yang masih merapikan diri di depan kaca ruang tengah.Aku menuju dapur, kuambil ikan yang sudah Emak bumbui kecap di dalam kulkas dan ku masukkan ikan itu ke dalam oven. aku tekan timer dan beralih memanaskan air di dalam ketel.Saat aku berbalik, Lelaki tak tau diri itu sudah duduk di depanku, bahkan memandangku dengan senyumnya."Jangan melihatku jika tak ingin pecah seperti kaca kemarin!"Seketika posisinya berubah, kini ia memandang ke arah meja makan. Membelakangiku!"Aku juga mau sarapan Din!" Ucapnya tanpa sungkan.Hampir saja kulempar talenan padanya, manusia satu ini benar-benar tak tau diri!"Urus makanmu sendiri, jangan mimpi kau bisa makan masakanku lagi!""Tapi itu masakan Emak kan?""Nih, ini masakan Emak, sana makan!" Kusodorkan sebaskom ikan mentah tadi ke atas meja. Kulihat dia berbalik dan nampak kecewa saat melihat isinya."Ini mentah Din!""Baw
"Hallo.."Suara lelaki terdengar, kupegang earphone agar lebih jelas."Uangnya tak ada!" Suara Mala terdengar panik"Tak ada bagaimana. Uang itu sudah mereka kirim!" Lelaki itu kembali bertanya"Kau fikir aku berbohong? "" Mereka juga tak mungkin berbohong!" Lelaki itu berteriak. Aku sampai menjauhkan earphone dari telinga.Aku melihat ke arah yang lain, mereka tampak juga sama terkejut. Kami sama-Sama saling pandanglalu tertawa, entah apa yang lucu dengan situasi ini.Bahkan suasana setegang ini saja, kami masih bisa bercanda. Namun sebentar kemudian kami fokus kembali." Lalu bagaimana?""Apa rekeningmu di blokir?""Bukan bang. Uang itu sengaja di tarik dari bank lain. Mungkin! " Jawab Mala ragu."Bodoh! Kamu disitu, itu rekeningmu, lalu siapa yang melakukan penarikan? ""Aku tak tau, Mereka memintaku melapor jika kehilangan, Apa aku buat laporan saja?" Mala berucap. Tolol !"Ya lapor saja. Setelah itu kau dan kita semua masuk penjara! Perempuan bodoh...tut...tut.."Sambungan terpu