Share

Teman Masa Lalu.

"Maya Lestari?"

Aku menyipitkan mata, saat melihat seorang pria datang menghampiri mejaku. Dia terlihat mengakrabkan diri, tapi aku masih belum ingat siapa dia.

"Kau pasti melupakan aku? Dasar tak beradab, dengan teman sendiri bisa lupa."

Aku mengerutkan keningku, karena pria ini seperti mulai kurang ajar. Sepertinya dia mulai sadar, kalau aku merasa tak nyaman.

"Keterlaluan, bisa-bisanya kau lupa sungguhan."

Kembali pria itu bicara dengan nada kesal. Tangannya mengambil kaca mata dan meletakkan di wajahnya.

"Ya Allah, kau si cupu? apa kabar? Lama tak ketemu. Dengar-dengar kau ke Singapura karena patah hati."

Begitu ingat namanya, aku jadi bicara panjang, tanpa memperdulikan raut wajahnya yang terlihat merah.

"Maaf aku kelepasan ngomong."

Aku segera menutup mulut, karena sadar kalau ucapanku sudah keterlaluan. Dia tak bersuara hanya kembali menyimpan kacamatanya.

"Tentu saja aku pergi karena wanita itu benar-benar tak bertanggungjawab. Sudah membuatku jatuh cinta, tapi nikah dengan pria lain, tak mengundang pula."

Aku menarik napas lega, berarti bukan aku wanita yang dia maksud. Aku mengundangnya tapi dia tak datang, setelah itu aku dengar dia pergi melanjutkan kuliah ke Luar Negeri.

"Untunglah, berarti bukan aku yang membuatmu patah hati. Mulai sekarang ku bisa tenang."

Aku tertawa cukup keras, tapi dia hanya diam menatap dengan heran. Aku menghentikan tawa karena merasa aneh sendiri.

"Maaf aku berlebihan, eh ...ngomong-ngomong kau bersama siapa?"

Aku melihat ke segala arah, untuk mencaritau dengan siapa dia datang.

"Aku sendiri sama seperti mu, jadi tak perlu sok mencari begitu."

Aku menatapnya dengan heran. Kenapa nada bicaranya jadi ketus begitu? Apa aku salah bicara lagi kali ini?

"Memangnya kenapa kalau sendiri? Kau tak perlu malu begitu. Dunia masih baik-baik saja, meski kita makan sendirian."

Aku kembali tertawa namun tak sekeras tadi. Untunglah di saat cangung begini pelayan datang mengantar pesanan, kembali dia menatap dengan heran, setelah melihat apa yang aku pesan.

"Masih menu yang sama ternyata kau tak berubah."

Aku menatap menu makanan di atas meja. Dia melambai pada seorang pelayan, yang mengantar pesanannya.

"Bawa kemari saja mbak."

Aku hampir tertawa, karena menu yang dia pesan sama dengan ku.

"Perasaan kau tak suka sambal terasi, kenapa kau membelinya?"

Aku menatap pria di depanku, dia tak menjawab tapi begitu menjawab membuatku tersedak.

"Karena aku suka aroma tangan mu. Sehabis makan, kau pasti menciumkan padaku."

Aku melirik padanya yang kini terlihat menikmati sambal dan ayam penyet itu. Dulu waktu sekolah, aku sering memaksanya makan sambal terasi tapi dia menolak. Katanya bau dia mual, tapi sekarang lihatlah gaya makannya.

"Sepertinya kau jadi punya makanan favorit sekarang. Lihat kau bahkan pesan dua sekali makan.".

Aku menatap piring yang sudah kosong satu. Dia masih menikmati piring kedua, terlihat keningnya mulai berkeringat. Aku menyerahkan tisu, bukan mengelap keringat dia justru mengelap matanya.

"Kau menangis karena pedas atau karena senang makan dengan ku?"

Brak ....

Aku terkejut karena tiba-tiba dia mengebrak meja. Aku terkejut sekaligus malu, karena semua pengunjung menatap kearah kami.

"Apa menurutmu semua ini Lucu, Ay? Daritadi aku lihat kau terus tertawa. Tak ada kata maaf sama sekali."

Aku tak mengerti apa yang dia katakan. Aku terdiam karena berpikir apa ada yang salah, namun saat sadar dia sudah pergi ke kasir, lalu hilang tanpa pamit.

"Aneh, dia seperti jelangkung saja. Datang tak di jemput pulang tak di antar, marah-marah tanpa sebab setelah itu pergi begitu saja."

Aku menyingkirkan piring yang masih terisi nasi dan ayam. Karena pria itu hilang sudah selera makanku.

"Apa kau tak bisa mengejar? Walau untuk sekedar mencaritahu, kenapa aku marah-marah?"

Ya Allah ujian apa lagi ini? Baru saja menarik napas lega, dia kembali lagi dan bilang minta di kejar.

"Memangnya aku anak ABG yang harus membujuk jika temannya merajuk. Ogah banget, kau kan tau itu bukan sifatku, kalau merajuk ya sudah pergi sana."

Aku menarik sudut bibirku, ternyata dia tak berubah banyak. Semakin ganteng iya? Tapi sifat manjanya tak berkurang mungkin bertambah.

"Pantas saja jadi jomblo abadi, ternyata masih anak mami."

Aku berdiri dengan angkuh, sembari menatap matanya yang mulai berair. Dia pikir aku berubah cengeng, setelah menikah tidak lah ya.

"Jangan bilang kau mau menangis? Ingat tak ada ibu mu di sini. Aku tak takut dia marah, karena aku menganggu anaknya."

Aku tersenyum mengejek, tapi kemudian aku meringis karena seseorang menjewer kupingku.

"Anak nakal, kau tak berubah juga rupanya? Masih suka membuli anak Tante."

Aku mengibaskan tangan wanita itu. Dia hanya tersenyum tipis, sepertinya aku mengalami Dejavu.

"Tante Maira? Maaf ini bukan seperti yang Tante kira. Dia menangis bukan karena aku, lihat dia saja yang manja."

Aku menunjuk pada anaknya yang memang cengeng, anehnya mereka berdua justru tertawa. Apa ada yang aneh dengan ucapanku?

"Dia memang tak berubah masih sama."

YUK TERUS BACA DAN BERI ULASAN 🌟 5 NYA BIAR MAKIN SEMANGAT. JANGAN LUPA VOTED JUGA SEBAGAI DUKUNGAN UNTUK CERITA INI.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
lucu juga wkwkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status